2 Dekade Kematian Munir, Negara Belum Mampu Adili Aktor Intelektual

- Negara dinilai belum mampu mengadili dan menghukum aktor intelektual di balik kasus tewasnya Munir.
- Munir Said Thalib dibunuh dengan racun arsenik dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam.
- Komnas HAM memproses kasus ini lewat mekanisme Penyelidikan pro justitia Pelanggaran HAM Berat menggunakan prosedur Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Jakarta, IDN Times - Sudah 20 tahun pembunuhan aktivis Munir Said Thalib berlalu, tepatnya pada 7 September 2004. Organisasi yang bersolidaritas untuk penuntasan 20 Tahun Kasus Munir menilai negara masih belum mampu mengadili dan menghukum aktor intelektual di balik kasus tewasnya Munir.
“Kini telah menjadi fakta hukum yang tidak terbantahkan bahwa persekongkolan jahat pembunuhan Munir ini sudah jelas-jelas terbukti secara hukum di hadapan pengadilan,” ujar organisasi yang tergabung, dikutip Senin (9/9/2024).
1. Perlu upaya bongkar konspirasi jahat aktor

Negara dinilai belum bisa menggunakan peradilan yang adil dan kompeten. Munir Said Thalib dibunuh dengan racun arsenik dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam. Pollycarpus Budihari Priyanto, seorang pilot Garuda Indonesia, dinyatakan bersalah sebagai eksekutor. Hingga kini, tuntutan keadilan dan pengungkapan siapa aktor intelektual dibalik pembunuhan Munir masih terus didorong.
“Untuk membongkar konspirasi jahat aktor negara dalam pembunuhan Munir, tentu memerlukan kombinasi kemauan politik negara dan juga prosedur hukum yang menggunakan pendekatan berbasis hak asasi manusia,” katanya.
2. Komnas HAM kini tengah proses kasus Munir

Komnas HAM memang telah memproses kasus ini lewat mekanisme Penyelidikan pro justitia Pelanggaran HAM Berat menggunakan prosedur Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Penyelidikan pro justitia oleh Komnas HAM ini menjadi sebuah peluang untuk dapat membongkar kejahatan sistematik dalam pembunuhan Munir yang diharapkan dapat menyeret para aktor-aktor intelektual untuk bertanggung jawab secara hukum.
“Proses ini juga menjadi sebuah upaya dalam membongkar pemufakatan jahat yang mengakibatkan terjadinya pola sistematis, terstruktur atau meluas yang menjadi salah satu komponen pelanggaran HAM yang berat (gross human rights violation),” ujar organisasi.
3. Negara dinilai gagal lindungi dan beri keadilan

Organisasi yang terdiri dari 61 lembaga swadaya masyarakat (LSM) menuntut tanggung jawab negara untuk tidak diam saja.
“Kami menolak keras penuntasan kasus Munir hanya menjadi bualan dan dagangan politik pemerintah. Negara harus bertanggung jawab segera mencari, menangkap jaringan pelaku dan menghukumnya,” kata mereka.
Sudah 20 tahun berlalu dan negara dinilai gagal melindungi dan memberikan keadilan bagi warganya yang dibunuh.
Kematian Munir dikhawatirkan bisa terjadi pada aktivis Indonesia lainnya. Pembunuhan ini tak hanya membunuh sosok Munir tapi juga menyerang dan meneror para pekerja HAM, termasuk para korban pelanggaran HAM.