Ada Pansus Angket Haji, Dirjen PHU: Kemenag Gak Jualan Kuota Jemaah

- Kemenag tidak menjual kuota haji, tambahan 20 ribu kuota dibagi ke jemaah khusus setelah persetujuan Kementerian Haji dan Umrah Saudi.
- Pemvisaan jemaah haji khusus diurus oleh masing-masing jemaah sendiri, bukan oleh Kemenag.
- Kepadatan di Mina sudah terjadi sejak lama, tempat tidur bagi jemaah sangat rapat karena adanya tambahan kuota haji yang diterima Indonesia.
Jakarta, IDN Times - Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief menegaskan, Kemenag tidak pernah menjual kuota haji.
Pernyataan ini sekaligus menjawab isu tersebut, yang turut disorot Panitia Khusus (Pansus) Angket Pengawasan Haji DPR.
Terkait mekanisme pembagian tambahan kuota haji yang diberikan Kerajaan Arab Saudi ke Indonesia, Latief menjelaskan, tambahan kuota 20 ribu itu dibagi ke jemaah haji khusus setelah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Haji dan Umrah Saudi. Namun, persetujuan itu belum tersampaikan secara resmi ke Komisi VIII DPR RI.
"Jadi betul ada situasi teknis yang kemudian kita simulasikan, jadi bukan dijual. Kemenag juga nggak jualan kuota," kata Hilman dalam acara bertajuk "Sukses Haji 2024" di Jakarta, Senin (15/7/2024).
1. Pemvisaan jemaah haji khusus dilakukan secara mandiri

Menurut Hilman, proses pemvisaan jemaah haji khusus tak diurus langsung oleh Kemenag, melainkan oleh masing-masing jemaah sendiri.
"Dalam undang-undang, haji khusus itu dari proses pemvisaan dan lain lain oleh mereka sendiri bukan kita Pak," kata dia.
Hilman menambahkan, haji khusus pun saat ini sudah tidak bisa langsung per perusahaan, tapi akses dibuatkan user oleh Kementerian Saudi.
"Dari dulu mereka langsung dengan Kemenag (Arab Saudi) itu sendiri, tidak dengan Kemenag (RI) untuk haji khusus. Jadi kira-kira seperti itu," kata dia.
2. Jawab soal padatnya jemaah di tenda Mina

Lebih jauh, Hilman pun menyinggung soal kepadatan di Mina hingga membuat jemaah haji Indonesia tidur berjejeran. Ia mengatakan, dari zaman Nabi Muhammad SAW kegiatan seperti itu sudah terjadi.
"Memang katakan ada tenda yang kapasitasnya kurang sesuai, kami juga dapat laporan di lapangan dan alhamdulillah beberapa laporan langsung kita intervensi, langsung kita datangi, langsung kita carikan alternatif. Dari mulai yang awalnya ada tenda di situ kosong, tapi jadi gudang makanan, kita ubah disediakan untuk jemaah agar bisa lebih mengurangi kepadatan," ujarnya.
Hilman mengatakan, kepadatan di Mina sudah terjadi sejak lama. Tempat tidur bagi jemaah sangat rapat lantaran ada tambahan kuota haji yang diterima Indonesia.
"Kalau kepadatannya gimana? Padatnya sudah dari sononya padat Pak. Insyaallah tidak akan tidak padat, siapapun yang mau isi, mau jemaah Indonesia, mau jemaah dari manapun di situ pasti padat orang," tutur dia.
"Tidurnya katanya berjejer kayak ikan, dari zaman Nabi juga seperti itu. Jadi berjejer namanya tinggal di tenda Pak, jadi berjejer seperti itu. Memang jejarannya rapat, ukurannya hanya 82 cm per kavling," lanjutnya.
Hilman mengatakan, ukuran tempat istirahat di tenda bagi jemaah bisa berkurang 3 sentimeter, jika ada penambahan kuota 10 ribu jemaah. Ia mengatakan, hal itu juga masih dicarikan solusi oleh Kemenag RI dan Kerajaan Arab Saudi.
"Nah ini yang kemudian kita simulasikan bagaimana agar nanti ke depan kepadatan itu lebih bisa diatasi. Kalau padatnya tidak bisa Pak, pasti padat, kecuali masalah kuota berkurang, space-nya ditambah, tapi itu juga tidak mungkin karena haji ini kita bersama-sama dengan seluruh dunia, dengan seluruh jemaah negara-negara lain," imbuh dia.
3. Pansus Haji soroti pelayanan di Armuzna yang belum berubah

Sebelumnya, anggota Pansus Angket Pengawasan Haji Fraksi PKB DPR RI, Luluk Nur Hamidah menambahkan, pihaknya turut menyoroti tentang layanan Armurzna (Arafah, Muzdalifah, Mina) yang masih belum ada perubahan karena over capacity baik tenda maupun toilet.
Masalah pemondokan dan toilet ini dianggap krusial, mengingat biaya yang diserahkan jemaah untuk pelaksanaan ibadah haji tahun ini bertambah menyesuaikan tambahan jemaah terkait pemondokan, katering, dan transportasi.
Oleh karena itu, kata Luluk, Pansus Angket Haji dibentuk sekaligus untuk mengevaluasi kebijakan yang ada dan memberikan rekomendasi guna meningkatkan kualitas pelayanan haji serta efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan dana haji.
“Kita ingin membangun ekosistem haji yang jauh lebih baik, transparan, komprehensif hulu hilir, ramah lansia, dan perempuan serta memperkuat dimensi lain yang seharusnya juga diperkuat,” tuturnya.
Luluk memgatakan, pelaksanaan haji bukan hanya kegiatan ibadah atau religi, tapi juga sekaligus peristiwa ekonomi, perdagangan, politik dan diplomasi, bahkan kultural.
Oleh karena itu, Pansus Angket Haji menginginkan pemerintah memiliki peta jalan penyelenggaraan haji yang terpadu, progresif, dan revolusioner.
“Maka kita harapkan nanti melalui Pansus, kita bisa dorong peta jalan penyelenggaraan haji yang terpadu, komprehensif, progresif dan revolusioner,” kata Luluk.