Aliansi Perempuan Indonesia Ikut Aksi Tolak UU TNI

Jakarta, IDN Times - Aliansi Perempuan Indonesia ikut menggelar aksi tolak Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi undang-undang di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (20/3/2025).
Mereka menilai, wacana kebangkitan Dwifungsi ABRI semakin menguat pasca-terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Penolakan RUU TNI telah lama dilakukan masyarakat dari berbagai lapisan, mereka menyayangkan pemerintah dan Komisi I DPR RI terus menggodok RUU tersebut.
"Solidaritas Perempuan sebagai organisasi feminis dengan tegas menolak militerisme serta campur tangan militer di dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya," ucap koordinator aksi dalam keterangan tertulis.
"Watak otoritarianisme dan militerisme yang mendasari sistem pengelolaan negara tidak hanya memunculkan sistem yang sentralistik, represif, tertutup, korup dan menghambat kebebasan atau ekspresi politik perempuan dan masyarakat secara keseluruhan. Tetapi juga telah berkembang jauh menjadi sistem pendukung yang efektif bagi keberlanjutan kepentingan ekonomi negara negara industri di Indonesia," lanjut dia.
Selain itu, mereka juga menyoroti TNI kerap terlibat dan menjadi aktor dalam kekerasan yang dialami perempuan, seperti pada konflik perampasan lahan demi proyek perkebunan skala besar.
"Perusakan hutan yang menghilangkan sumber-sumber penghidupan di desa seperti Proyek Strategis Nasional Food Estate di Kalimantan Tengah juga melibatkan TNI dalam prosesnya hingga dalam pemilihan bibit dan pupuk yang ingin digunakan," kata mereka.
Menurut mereka, dengan situasi militer saat ini, yang diperlukan bukanlah perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI aktif. Sebaliknya, yang diperlukan justru penyempitan, pembatasan dan pengurangan TNI aktif untuk duduk di jabatan sipil sebagaimana diatur dalam UU TNI.
"Jadi jika ingin merevisi UU TNI justru seharusnya 10 jabatan sipil yang diatur dalam Pasal 47 ayat (2) UU TNI dikurangi, karena banyaknya aparat militer yang terlibat dalam konflik-konflik masyarakat, apalagi penggunaan frasa ‘sesuai dengan kebijakan presiden’ akan mengakibatkan hadirnya konflik kepentingan dalam ranah sipil," tutur mereka.
Berikut pernyataan lengkap Perserikatan Solidaritas Perempuan:
1. Menolak Revisi RUU TNI karena masih mengandung pasal-pasal bermasalah yang akan mengembalikan dwi fungsi TNI dan militerisme di Indonesia.
2. Mengecam keras pelaksanaan pembahasan Revisi UU TNI yang dilakukan secara diam-diam di hotel mewah karena minim transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik. Apalagi pelaksanaan pembahasannya dilakukan di akhir pekan dan dalam waktu yang singkat di akhir masa reses DPR.
3. Mengecam kriminalisasi terhadap masyarakat sipil, termasuk dengan menggunakan pasal mengganggu ketertiban umum dan penghinaan terhadap penguasa bagi masyarakat yang menggunakan hak untuk menyampaikan pendapat karena pembahasan RUU TNI yang dilakukan secara diam-diam, tertutup dan ugal-ugalan.
4. Pemerintah dan DPR harus berhenti untuk terus membohongi rakyat dan berhenti untuk menambah penindasan yang dialami oleh perempuan atas hadirnya militer di ranah-ranah sipil.