Amnesty Kecam Diskriminasi Terhadap Acara Ahmadiyah di IAIN Manado

- Kampus harusnya jadi ruang aman untuk berpikir kritis
- Melanggar hak warga negara
- Amnesty desak negara jamin kebebasan warga negara dalam beragama
Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengecam adanya diskriminasi terhadap acara bedah buku dan diskusi mengenai Ahmadiyah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado.
"Dalam berbagai kesempatan, tindakan diskriminasi seperti pembubaran kegiatan keagamaan, intimidasi, dan pengusiran terhadap warga Ahmadiyah berulang. Ini mengukuhkan pola diskriminasi sistemik negara terhadap kelompok minoritas beragama," kata Usman dalam keterangannya, Selasa (10/6/2025).
1. Kampus harusnya jadi ruang aman untuk berpikir kritis

Usman menegaskan, berulangnya diskriminasi terhadap warga Ahmadiyah tanpa disertai penegakan hukum yang adil seolah menormalkan kegagalan negara dalam melindungi umat beragama.
"Dan yang lebih parah lagi sekarang adalah membicarakan mengenai Ahmadiyah di ruang publik menjadi hal tabu seperti terjadi di IAIN Manado baru-baru ini," tegasnya.
Ia pun menyayangkan ada diskriminasi di ruang akademis yang seharusnya kampus menjadi ruang aman untuk berpikir kritis, berdiskusi, dan membangun kesadaran masyarakat.
2. Melanggar hak warga negara

Pelarangan bedah buku terkait Ahmadiyah di kampus tersebut dinilai melanggar hak warga negara untuk berkumpul dan berdiskusi secara damai di lingkungan kampus.
Keputusan Rektorat IAIN Manado yang tunduk pada tekanan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melarang bedah buku tersebut mencederai kebebasan akademik yang semestinya dijunjung tinggi di kampus sebagai ruang diskusi terbuka dan plural. IAIN Manado harus memastikan kampus menjadi tempat aman bagi setiap mahasiswa dan akademisi untuk berdiskusi.
"Dan yang lebih penting adalah IAIN Manado untuk tidak tunduk pada tekanan dari pihak luar kampus yang ingin mengekang kebebasan berekspresi di lingkungan kampus," tutur Usman.
3. Amnesty desak negara jamin kebebasan warga negara dalam beragama

Oleh sebab itu, Amnesty mendesak otoritas negara untuk memastikan pemerintahan daerah memberikan jaminan bagi warga Ahmadiyah untuk melaksanakan peribadatan, tanpa diskriminasi dan intimidasi.
Hak tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 28E dan Pasal 29 UUD 1945 yang menjamin kebebasan tiap warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah menurut keyakinannya.
Selain itu, ada pula Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang menjamin hak seluruh individu untuk memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinannya masing-masing. Hak ini mencakup kebebasan untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.
"Negara wajib segera mencabut Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung Tahun 2008 yang menjadi dasar diskriminasi dan represi terhadap warga Ahmadiyah. Negara wajib menentang segala bentuk intoleransi dan diskriminasi atas dasar keyakinan agama atau atas dasar alasan karakteristik manusia yang dilindungi oleh hukum internasional hak asasi manusia," imbuh dia.
Sebelumnya, tindakan diskriminatif terhadap Ahmadiyah terjadi di Kota Manado. IAIN Manado membatalkan acara bedah buku yang membahas tentang Ahmadiyah, yang dijadwalkan pada 2 Juni 2025.
Acara yang digelar Gusdurian Manado, Rumah Moderasi Beragama IAIN Manado dan Koalisi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Sulut ini mengkaji buku berjudul 'Menyingkap Tabir Kebenaran Ahmadiyah' karya akademisi yang juga alumnus IAIN Manado, Samsi Pomalingo.
Acara tersebut batal setelah MUI Kota Manado dan MUI Sulawesi Utara pada 1 Juni menyurati Rektorat IAIN Manado. Mereka meminta agar kegiatan itu tidak terlaksana dengan merujuk pada SKB 3 Menteri dan Fatwa MUI terkait Ahmadiyah. Menindaklanjuti dua surat tersebut, rektor mengadakan rapat pimpinan dan memutuskan untuk membatalkan kegiatan dengan alasan guna menjaga kondusivitas kampus.