Anggota DPR Desak Pemerintah Serius Tangani WNI Korban TPPO di Kamboja

- Perekrutan pekerja ke Kamboja ilegal dan berisiko tinggi
- Oleh duga ada pihak di Indonesia yang memudahkan keberangkatan
- Kementerian P2Mi sebut 110 WNI yang coba kabur dari Kamboja dalam kondisi aman
Jakarta, IDN Times - Sebuah video memperlihatkan puluhan warga negara Indonesia (WNI) berusaha kabur dari perusahaan penipuan daring di Kota Chrey, Provinsi Kandal, Kamboja, viral di media sosial. Dalam video itu, terlihat upaya puluhan WNI kabur dari perusahaan penipuan tersebut berujung kericuhan.
Total ada 97 WNI yang diduga korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang terlibat dalam kericuhan tersebut. Sebanyak 86 orang akhirnya ditahan polisi, sedangkan 11 WNI lainnya dirawat di rumah sakit.
Anggota Komisi I DPR oleh Soleh mendesak pemerintah bertindak tegas menangani kasus WNI korban penipuan dan eksploitasi di Kamboja. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu menilai, puluhan WNI itu awalnya dijanjikan pekerjaan layak, tetapi ternyata dijadikan pekerja paksa di perusahaan penipuan daring lintas negara.
"Saya mendesak pemerintah serius menyelesaikan persoalan ini. Kasus WNI korban TPPO di Kamboja bukan hal baru. Aparat harus membongkar dan menangkap jaringan pengiriman pekerja online scam di Kamboja,” ujar Oleh di dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Jumat (31/10/2025).
Dalam pandangan Oleh, pekerjaan yang melibatkan aktivitas online scam jelas melanggar hukum dan merugikan banyak pihak, baik di Indonesia maupun di negara lain. Oleh karena itu, pemerintah diminta memperkuat langkah pencegahan agar tidak ada lagi WNI yang diberangkatkan untuk bekerja di Kamboja secara ilegal.
1. Perekrutan pekerja ke Kamboja ilegal dan berisiko tinggi

Oleh mendesak pemerintah agar tidak ada lagi WNI yang dikirim bekerja ke Kamboja. Apalagi bekerja dalam bidang penipuan daring.
"Pemerintah Indonesia juga tidak memiliki perjanjian kerja sama resmi pengiriman pekerja migran dengan pemerintah Kamboja. Jadi, semua perekrutan ke sana jelas ilegal dan berisiko tinggi,” kata Oleh.
Ia juga meminta kementerian dan lembaga terkait, terutama Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja, serta Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), memperkuat koordinasi dalam penanganan dan pemulangan para korban. Ia menilai, langkah perlindungan dan edukasi terhadap calon pekerja migran harus diperkuat agar masyarakat tidak mudah tergiur tawaran kerja ke luar negeri tanpa jalur resmi.
“Pemerintah harus hadir dan melindungi warganya. Jangan sampai kasus serupa terus berulang karena lemahnya pengawasan dan minimnya informasi kepada masyarakat," tutur dia.
2. Oleh duga ada pihak di Indonesia yang memudahkan keberangkatan

Oleh pun menyadari frekuensi penerbangan dari Indonesia ke Kamboja termasuk cukup tinggi. Berdasarkan data dari Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), terdapat empat hingga lima kali penerbangan ke Kamboja dalam satu pekan. Tingkat keterisian pesawat mencapai 70 persen. Padahal, Kamboja bukan destinasi wisata.
Oleh menduga lolosnya calon pekerja asal Indonesia ke Kamboja karena ada keterlibatan orang dalam di pihak imigrasi. Padahal, keberangkatan ke Kamboja seharusnya dipantau lebih ketat.
"Logikanya adalah tidak mungkin mereka mudah mendapatkan paspor, visa kalau tidak ada ordal (orang dalam). Ordal ini bisa datang dari dua negara, satu dari negara kita dan negara tujuan. Logikanya kan seperti itu," ujar Oleh ketika dikonfirmasi pada hari ini.
"Kenapa mudah sekali membuat paspor atau visa hanya dengan walking invitation letter yang tidak jelas," katanya.
Komisi I DPR akan meminta Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Imigrasi berhati-hati serta bersikap tegas.
"Jangan terlalu diobral (pembuatan paspor). Kalau tidak dinotice Kamboja (pembuatan paspor) maka tidak heran kursi pesawat itu penuh," tutur dia.
3. Kementerian P2Mi sebut 110 WNI yang coba kabur dari Kamboja dalam kondisi aman

Sementara itu, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) memastikan 110 WNI yang terlibat di Kota Chrey Thum, Provinsi Kandal, Kamboja, dalam kondisi aman. Seluruh WNI telah berada di bawah penanganan otoritas Kamboja serta pendampingan langsung dari KBRI Phnom Penh.
“Kami memastikan seluruh WNI yang menjadi korban maupun yang terlibat dalam kasus ini dalam kondisi aman,” ujar Menteri P2MI Mukhtarudin, Selasa 21 Oktober 2025.
Saat ini, 110 WNI telah berada di Rumah Detensi Imigrasi Phnom Penh untuk proses pendataan dan pemeriksaan oleh otoritas setempat.
“Pemerintah Indonesia melalui KBRI Phnom Penh dan KP2MI bekerja sama secara intensif dengan otoritas Kamboja untuk menjamin perlindungan, pendampingan hukum, serta proses pemulangan yang manusiawi dan paksa,” kata menteri dari Partai Golkar itu.
Hasil penilaian sementara, dari 11 WNI yang melapor mengalami kekerasan, terdapat empat orang yang berperan sebagai leader scam dan diduga sebagai pelaku kekerasan terhadap rekan-rekannya. Kasus ini sedang ditangani oleh kepolisian Kamboja.
Berdasarkan pendataan awal, 91 WNI tersebut berasal dari Sumatera Utara (Medan), Sulawesi Utara (Manado), Kalimantan Barat (Pontianak), dan Batam. Lama tinggal di Kamboja bervariasi antara dua tahun hingga dua bulan terakhir.



















