Apa Jadinya Internet Indonesia Saat Balon Google Masuk?

Internet di Indonesia yang sejauh ini masih berpusat di Pulau Jawa atau kota besar lainnya. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah mengingat luas wilayah daratan Indonesia yang mencapai lebih dari 750.000 meter persegi serta populasi lebih dari 250 juta penduduk. Oleh karena itulah, pemerintah kini mulai mencari alternatif agar internet bisa dinikmati dan diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Hingga salah satu alternatifnya yakni melalui Project Loon Google atau Balon Google. Setelah sebelumnya IDNtimes membahas secara singkat mengenai proyek tersebut, lalu apa saja sebenarnya kelebihan dan kekurangan dari proyek tersebut?

Mengenai kelebihannya, hal utama yang bisa didapat Indonesia adalah akses internet ke daerah terpencil serta menghubungkan 100 juta orang yang selama ini belum terhubung ke internet. Proyek awal ini akan pertama kali di uji coba di wilayah Papua, Sumatra, dan Kalimantan dengan sebaran lima titik di wilayah-wilayah tersebut. Balon Google ini juga disebut-sebut untuk mendukung program Indonesia Broadband Plan 2014-2019.
Proyek balon Google ini juga diharapkan mampu meningkatkan kecepatan internet di Indonesia. Vice President Google Loon, Mike Cassidy, menyatakan bahwa dengan akses internet yang tidak terlalu cepat seperti sekarang pun, bisnis digital seperti e-commerce atau layanan Gojek mampu bergerak dengan baik. Dengan adanya balon google ini, kecepatan internet di Indonesia diharapkan mampu meninkat tajam hingga mencapai 10 Mbps.

Namun, ada beberapa pihak yang masih mengkritisi kebijakan yang diambil pemerintah tersebut. Diantaranya di dalam negeri sendiri sebenarnya sudah ada proyek OpenBTS dimana ini sebenarnya sama saja dengan BTS, namun dengan modal lebih murah serta membutuhkan kerja sama alokasi frekuensi dari operator seluler, sama seperti Proyek Balon Google ini. Sayangnya, proyek ini tidak bisa diperluas karena openBTS ini tidak diperbolehkan memanfaatkan frekuensi 900 Mhz yang dipegang oleh Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata. Lalu, mengapa proyek balon Google ini justru diperbolehkan memanfaatkan frekuensi tersebut?

Hal lain yang kemudian dikritisi adalah tentang kesadaran masyarakat bagaimana menggunakan internet dengan cerdas. Hal ini untuk meminimalisir agar ketika nantinya internet masuk melalui proyek ini, bukan malah kejahatan cyber atau parahnya akses terhadap pornografi makin mudah diakses oleh masyarakat yang sebelumnya tidak disentuh internet.
Pemerintah juga diminta untuk tetap berhati-hati atas adanya dugaan penyadapan atau mata-mata dari proyek ini. Memang, sebagai negara keempat yang menguji coba proyek ini setelah Brazil, Australia, dan Selandia Baru, belum ada permasalahan mengenai hal tersebut. Namun kita tentu tidak ingin agar kasus penyadapan yang terjadi beberapa waktu lalu terulang kembali, bukan?

Pada akhirnya, kita berharap dengan segala kelebihan dan kekurangannya, proyek ini akan memajukan Indonesia secara keseluruhan. Proyek ini juga diharapkan terus memacu inovasi pemuda dalam negeri, khususnya di bidang teknologi informasi. Pemerintah juga diharapkan untuk tidak melulu melihat perusahaan sebesar Google untuk diajak bekerja sama namun tetap melihat potensi yang ada di dalam negeri.