Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bawaslu Ungkap Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih di Pilkada

Rapat kerja Komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kemendagri (15/5/2024). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Jakarta, IDN Times - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memberi masukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyusun daftar pemilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 mendatang. Sebab, berdasarkan pengalaman, saat gelaran pilkada masih ditemukan berbagai pelanggaran yang terjadi saat pencoblosan. 

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja menyebut, salah satu fenomena carut-marutnya daftar pemilih terjadi pada gelaran Pilkada 2020 lalu. Saat itu, seseorang yang sudah meninggal masih tercatat sebagai pemilih dan menggunakan hak pilihnya pada hari pencoblosan.

Bagja menjelaskan, KTP warga yang sudah meninggal disalahgunakan oleh orang yang tidak berhak untuk mencoblos. Beruntung kejadian itu diketahui panitia pengawas pemilu (panwaslu) sehingga digelar Pemungutan Suara Ulang (PSU).

"Kita juga punya pengalaman tahun 2020 ada data, KTP yang sudah meninggal dunia itu digunakan oleh orang yang tidak berhak sehingga kemudian harus terjadi PSU di TPS tersebut. Sayangnya dia dapat memilih, akhirnya diketahui pengawas, kemudian kami mengusulkan untuk PSU, akhirnya TPS tersebut di-PSU," kata Bagja dalam Raker Komisi II DPR RI bersama pemerintah, KPU, Bawaslu, dan DKPP di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).

"Padahal KTP yang digunakan orangnya sudah meninggal 40 hari lalu, 40 hari sebelum pemilihan. Jadi pernah ada kejadian orang meninggal bisa memilih di pilkada kita pada saat yang lalu," lanjutnya.

Bagja menuturkan, hal tersebut terjadi karena orang yang sudah meninggal dan tidak diketahui keberadaannya tidak dihapus daftar pemilih tetap (DPT). Kasus semacam ini juga terjadi dalam Pemilu 2024. 

"Kami dapat sampaikan permasalahan pada saat pemilu tahun 2024 yang lalu, misalnya untuk dokumen autentik evaluasi pelaksanaan Pemilu 2024, banyak data yang meninggal dan tidak diketahui keberadaannya, tidak dihapus dari DPT karena tidak ada dokumen autentik. Dokumen autentik dikeluarkan hanya oleh pemerintah," ucap dia.

Oleh sebab itu, Bagja mengusulkan agar Bawaslu, KPU dan pemerintah membuat kebijakan bersama agar kepala desa bisa menindaklanjuti saran perbaikan Bawaslu atau hasil coklit KPU dalam hal ditemukan adanya data penduduk yang meninggal atau tidak diketahui keberadaannya. Dengan begitu data pemilih yang dihasilkan menjadi akurat secara de facto maupun de jure. 

"Jadi, untuk mengubah DPT harus ada surat kematian, dalam beberapa hal di desa dan banyak penduduk yang tidak punya surat kematian, tapi yang bersangkutan sudah meninggal dunia," imbuh Bagja.

 


Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us