Bincang Mantan: Pendidikan Formal, Apakah Masih Penting dan Relevan?

Oleh Adelia Putri dan Bisma Aditya
JAKARTA, Indonesia — Kedua penulis kolom baru Rappler, Bincang Mantan, adalah antitesa pepatah yang mengatakan kalau sepasang bekas kekasih tidak bisa menjadi teman baik. Di kolom ini, Adelia dan Bisma akan berbagi pendapat mengenai hal-hal acak, mulai dari hubungan pria-wanita hingga (mungkin) masalah serius.
Adelia: Kalau pilihan ada banyak, apa salahnya mencari yang terbaik?
Pekan ini kami mau membahas pendidikan formal, alias SD-SMP-SMA-kuliah, yang mulai dianggap tidak penting (atau tidak sesuai) sehingga mulai banyak yang beralih ke pendidikan alternatif seperti homeschooling, sekolah alam, atau yang lainnya.
Saya sendiri percaya sekolah itu lebih dari sekadar mata pelajaran. Ada social skill, critical thinking, dan survival skill yang akan terbentuk dan terlatih — dan inilah yang membedakan kamu lulusan sekolah mana. Lingkunganmu membentuk pribadimu, itu lah mengapa saya percaya ‘kamu sekolah di mana’ itu jauh lebih penting daripada ‘kamu anaknya siapa?’ dalam menilai orang — termasuk dalam mencari jodoh.
Shallow, you say? Coba saja kamu bandingkan survival skill orang yang waktu SMA hobinya ngelabrak adik kelas dengan orang yang pusing mikirin remedial just to get by among other brilliant classmates, pasti beda.
But then again, everyone has his/her own choices: mau homeschooling, sekolah alam, akademi menari, atau sekolah agama.
Saya pernah mewawancarai seorang anaka yang di-homeschool karena orang tuanya tidak percaya pada sistem pendidikan indonesia — and can you blame them? Sistem pendidikan kita yang belum sempurna dengan penekanan pada hafalan bukan pemahaman, pelajaran-pelajaran yang terkadang hanya doktrin yang tidak mau dibantah?
Anak itu beruntung punya ayah dosen dan ibu sastrawan dengan pemikiran terbuka serta kapasitas untuk memberikan perhatian lebih pada anaknya. Mereka percaya dengan homeschooling, anak itu bisa belajar berbagai macam hal namun tetap fokus pada hal yang dia betul-betul dia suka and be really good at it.
Percaya atau tidak, anak itu sudah jago coding di umur 16 tahun, dan bisa menjawab dengan lancar kenapa ia tidak suka beberapa pelajaran lainnya — bukan sekadar karena ia tidak bisa mengerjakan soal saja. Untuk social skill pun ia punya komunitas homeschooling dan komunitas hobi yang bertemu seminggu sekali. Bukankah ini pilihan yang lebih baik, meskipun lebih sulit, daripada sekolah ‘biasa’?
Begitu juga dengan sekolah musik atau akademi lainnya, buat saya meskipun jalurnya berbeda, ini tak ada bedanya dengan sekolah ‘biasa’, bukankah tatanannya sama? Saya pernah sekolah di sekolah musik yang punya kurikulum yang jelas, jadwal masuk 3-4 kali seminggu (di luar latihan sendiri), kelas bersama murid lain dan kadar stres yang jauh di atas sekolah ‘biasa’ saya. Bukankan itu yang kita dapatkan di sekolah ‘biasa’?
Lagipula, beruntunglah orang-orang yang sudah bisa menemukan apa yang mereka mau sejak usia dini dan tak takut untuk mengejarnya — apakah itu olah raga, musik, tarian, atau yang lain. Bukankan lebih kasihan orang-orang yang harus sekolah belasan tahun hanya untuk tahu apa yang ingin mereka capai dalam hidup?
Pada akhirnya, saya percaya sekolah formal itu penting — tapi ini datang dari produk bentukan sekolah formal yang menghabiskan 19 tahun di bangku institusi pendidikan. Namun, bukan berarti pilihan lain salah. Semua orang tua berhak menentukan pilihan terbaik bagi anaknya, dan kalau anak itu sudah besar, saya yakin dia bisa ikut menentukan yang terbaik bagi dirinya.
Bisma: Pendidikan formal lebih dari sekadar belajar matematika dan biologi
Penting. Period!!
Memang sih Einstein pernah bersabda “Everyone is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that it is stupid”, dan ujaran itu seringkali jadi tameng orang-orang yang memutuskan meninggalkan pendidikan formalnya untuk mengejar passion-nya.
Memang betul kita tidak bisa memaksakan semua orang untuk mengerti fisika, sejarah, kimia, sosiologi, biologi, atau matematika karena di antara semua siswa itu pasti ada yang bakat dan minatnya ke arah olahraga, musik, atau bahkan akting yang tidak ada hubungannya sama sekali sama mata pelajaran itu, sedangkan sekolah formal saat ini cuma menganggap pelajaran selain ilmu eksak atau sosial itu sebagai ekstrakurikuler.
Wajar lah banyak yang berpikir bahwa sekolah itu tidak penting buat yang tidak mau jadi ilmuan. Yang mau jadi musisi mendingan les musik aja. Iya kan?
Tapi yang sering orang-orang itu lupa adalah di sekolah, kita akan diajarkan juga banyak hal selain mata pelajaran, dan menurut saya ada 3 hal terpenting yang bisa kita dapat di sekolah formal adalah:
Pertama, di sekolah formal kita akan diajarkan soal disiplin. Masuk sekolah jam 06.30 pagi harus on time, baju harus rapi dan sesuai ketentuan. Berbagai ujian pun menuntut kita untuk belajar lebih jauh lagi diluar jam sekolah yang sudah padat dan ngorbanin waktu bermain yang membuat kita belajar soal disiplin menentukan prioritas dalam mengisi waktu.
Begitu saya terjun ke masyarakat, baru deh terasa manfaat dicekokin kebiasaan disiplin karena pada profesi saya (dan saya yakin profesi lain pun demikian) kedisiplinan adalah salah satu resep utama jika kita ingin sukses.
Kedua, di sekolah formal kita akan bertemu teman dari berbagai lapisan masyarakat dengan berbagai karakternya. Dari sekolah inilah kita bisa paham bahwa manusia itu berbeda-beda. Tidak semua orang seberuntung kita. disini kita belajar cara berinteraksi dengan banyak karakter tersebut.
Mulai dari di-bully, naksir orang kemudian ditolak, punya geng, punya musuh, semua kita pelajari tanpa sadar di sekolah yang membuat kita punya social skill yang tidak bisa diajarkan, tapi memang harus kita rasakan langsung, dan untuk anak usia sekolah tidak ada tempat yang lebih baik dibanding sekolah untuk dapat semua pengalaman itu. Dan social skill itu akan mengajarkan kita menempatkan diri di masyarakat dan ini pun sangat amat penting lho, bukan cuma ilmuwan yang perlu!!
Yang terakhir, pendidikan formal akan membuka wawasan kita sebagai bagian dari umat manusia, yang saya percaya akan berguna bagi profesi apapun yang akan kita lalui ke depannya.
Misalnya kita mau jadi artis, kemudian kita dapat tawaran peran jadi seorang tokoh sejarah, tidak mungkin kan kita plangak plongok bilang “Itu siapa ya?”
Atau misalnya kita udah jadi pemain band yang akan go international, terus ditanya sama wartawan “Mimpi kamu main di benua mana” kamu enggak mau kan jawab “Di benua Jepang”?
Ilmu-ilmu mendasar itu tidak akan diajarkan di tempat les musik, sekolah akting atau sasana tinju. Ilmu-ilmu dasar seperti itu diajarin lewat pendidikan formal, memang sih tidak sepenuhnya related dengan bidang yang kita geluti, tapi at least sebagai manusia penduduk dunia kita harus tahu hal-hal tertentu dan cuma sekolah dan pendidikan formal yang ajarin itu semua secara lengkap.
Ada yang bilang “Dulu waktu sekolah gue pinter banget loh tapi ilmunya enggak guna sekarang”. Menurut saya itu bodoh banget.
Kalau kamu memang dulu pintar, tunjukkan kepintaran kamu. Tunjukkan kamu tahu kegunaan mitokondria (kalau topiknya memungkinkan), atau tunjukkan wawasan kamu soal sejarah Indonesia. Tunjukkan kamu pintar. Tunjukkan!!
Brainy is the new sexy, right?
—Rappler.com
Adelia adalah mantan reporter Rappler yang kini berprofesi sebagai konsultan public relations, sementara Bisma adalah seorang konsultan hukum di Jakarta. Keduanya bisa ditemukan dan diajak bicara di @adeliaputri dan @bismaaditya