Daftar Anggota TNI Aktif yang Duduki Jabatan Sipil di Era Prabowo

Jakarta, IDN Times - Peran militer dalam kehidupan sipil terlihat semakin meningkat di era pemerintahan Prabowo Subianto. Salah satu indikasinya ketika Presiden Prabowo merestui penunjukkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan di instansi sipil.
Terbaru, adalah Letnan Jenderal Novi Helmy Prasetya yang diangkat sebagai Direktur Utama Perum Bulog. Prabowo tidak meminta Novi mundur dari institusi TNI. Bahkan, dalam surat keputusan Panglima TNI terbaru, Novi merangkap jabatan sebagai Komandan Jenderal di Akademi TNI.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya, mengatakan penempatan prajurit aktif punya ruang untuk melakukan upaya-upaya dalam melegitimasi arah dan kebijakan pemerintah.
"Prabowo ini memiliki gejala distrust terhadap politisi dan birokrasi sipil sehingga ia condong mengakomodir kepentingan-kepentingan dari prajurit aktif dalam urusan tata kelola negara," ujar Dimas di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Apalagi, kewenangan TNI terbuka lebar untuk bertambah lantaran pembahasan revisi UU TNI sedang dilakukan di parlemen. Salah satu pasal yang hendak diubah yakni Pasal 47 ayat (2) yang mengatur 10 instansi sipil yang boleh diisi anggota TNI.
Siapa lagi prajurit TNI aktif yang kini menempati jabatan sipil? Berikut daftar TNI aktif yang memiliki jabatan sipil di era Prabowo.
1. Daftar prajurit TNI aktif yang memiliki jabatan sipil

Berikut adalah daftar TNI aktif yang memiliki jabatan sipil:
- Letjen Novi Helmy Prasetya (TNI AD): Direktur Utama Perum Bulog
- Letkol Teddy Indra Wijaya (TNI AD): Sekretaris Kabinet
- Mayjen Maryono (TNI AD): Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan
- Mayjen Irham Waroiham (TNI AD): Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian
- Laksamana Pertama Ian Heriyawan (TNI AL): Badan Penyelenggara Haji
- Marsekal Muda (Purn) Andi Pahril Pawi: Komisaris PT Bukit Asam
- Mayjen TNI (Purn) Untung Budiharto: Komisaris Utama PT Transjakarta.
Andi dan Untung memang tidak lagi berstatus prajurit TNI aktif, tetapi mereka menduduki posisi tinggi di instansi sipil yang tidak ada kaitannya dengan isu pertahanan.
2. Penempatan anggota TNI di kementerian/lembaga bakal tutup peluang birokrat sipil

Dimas mengatakan ada dua dampak langsung bila pemerintah dan parlemen ngotot membuka pintu lebar bagi TNI duduk di jabatan instansi sipil. Pertama, membuat upaya profesionalisme TNI jadi mundur, yang sudah dikonstruksikan dalam UU TNI Tahun 2004 dan TAP MPR Nomor 6 Tahun 2000. Isinya mengatur pemisahan TNI dan Polri.
"Kedua, mematahkan meritokrasi sipil. Artinya, upaya ASN bisa masuk ke dalam level eselon I dan II, dia harus berkompetisi dengan perwira TNI aktif yang menjadi bagian dari fenomena tentara non-job. Ini pasti akan ada implikasi mengistimewakan prajurit TNI bila revisi UU TNI akhirnya disahkan," katanya.
3. Upaya militerisasi di kehidupan sipil bisa terjadi bila RUU TNI lolos

Sementara, Wakil Direktur Imparsial, Hussein Ahmad mengingatkan, upaya militerisasi di kehidupan sipil bisa terwujud bila RUU TNI akhirnya lolos di parlemen. Praktik pelibatan lebih banyak prajurit TNI aktif di kehidupan sipil, sesungguhnya sudah terjadi saat ini, tetapi belum ada dasar hukumnya.
"Makanya, mereka (pemerintah) ingin coba atur dalam undang-undang di dalam revisi UU TNI. Jadi, yang ada dalam pemikiran Prabowo mulai dari pelibatan TNI dalam program MBG dan lainnya, baru bisa berjalan mulus kalau revisi UU TNI gol," ujar Hussein.
Itu sebabnya, kata Hussein, dalam RUU TNI selalu menginginkan adanya perluasan peran TNI. Padahal, yang dibutuhkan adalah penguatan pengawasan di internal institusi.
Dalam forum itu, Hussein pun menyebut ada dua jenis draf RUU TNI yang beredar di publik. Pertama, draf yang diusulkan Badan Pembinaan Hukum TNI pada 2023. Kedua, draf yang diolah di Badan Legislasi DPR.
"Draf pertama, mengotak-atik Pasal 7 dan 47. Pasal 7 berisi operasi militer dan operasi militer selain perang (OMSP). Di Pasal 47 versi Baleg, membolehkan TNI aktif di jabatan-jabatan sipil sesuai dengan kebijakan presiden. Padahal, di dalam UU TNI yang existing, prajurit TNI hanya dibolehkan mengisi di 10 lembaga dan berkaitan dengan urusan pertahanan," tutur dia.
Hussein mewanti-wanti bila Pasal 47 tersebut berujung revisi, maka warga tak lagi memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan beraktivitas.