Dilema Kota Bogor: Kekurangan 800 Guru, tapi CPNS Ditutup Pusat

- Kota Bogor menghadapi kekurangan ratusan hingga ribuan guru, diperparah dengan tidak adanya penerimaan CPNS baru.
- Kadisdik Kota Bogor menyatakan jumlah guru saat ini sekitar 5.000 orang termasuk tenaga honorer, namun masih kurang 800-an hingga 1.000 guru.
- Kekurangan guru diperparah oleh minimnya infrastruktur pendidikan dan kebijakan pemerintah pusat yang menghentikan penerimaan CPNS.
Bogor, IDN Times - Kota Bogor, Jawa Barat, tengah menghadapi dilema dalam sektor pendidikan, karena kekurangan ratusan hingga ribuan guru. Hal tersebut diperparah dengan tidak adanya penerimaan CPNS baru.
Kadisdik Kota Bogor, Irwan Riyanto, mengungkapkan, jumlah guru saat ini, termasuk tenaga honorer, sekitar 5.000 orang. Namun, kebutuhan guru masih belum terpenuhi.
“Kurang lebih ada sekitar 5.000 dengan tenaga honorer, tapi masih kurang 800-an,” kata Irwan di sela meninjau SPMB SMPN 23 Cimahpar Kota Bogor, Rabu (28/5/2025).
Bahkan, menurutnya, angka tersebut bisa meningkat hingga 1.000 guru tahun depan jika tidak ada penambahan.
1. Pembangunan sekolah dan guru masih jauh dari ideal

Ia juga mengungkapkan kekurangan guru diperparah oleh minimnya infrastruktur pendidikan yang memadai yaitu pembangunan ruang kelas dan sekolah.
“Kurang, kurang. Kita masih butuh membangun SMP lagi,” ujar Irwan.
Ia menambahkan, program Wali Kota Bogor termasuk pembangunan ruang kelas baru (RKB) menjadi salah satu solusi jangka pendek untuk menampung jumlah siswa yang terus bertambah.
2. Zero growth jadi penghambat rekrutmen guru baru

Wali Kota Bogor, Dedie Rachim, menyoroti kebijakan pemerintah pusat yang menghentikan penerimaan CPNS sebagai hambatan besar dalam mengatasi krisis ini.
“Sekarang pemerintah masih menerapkan zero growth, tidak ada penambahan pegawai negeri baru dari non CPNS,” jelas Dedie.
Ia mencontohkan, setiap tahun sekitar 240 guru pensiun, namun tidak diimbangi dengan jumlah pengganti yang cukup.
3. Ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan pendidikan

Dedie juga menyoroti adanya ketidakseimbangan antara jumlah fasilitas pendidikan dan kebutuhan tenaga pengajar.
“Nah antara kebutuhan, dengan fasilitas pendidikan, dengan guru ini, kelihatannya tidak berbanding lurus. Nah ini jadi PR kita bersama,” ujarnya.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan kualitas pendidikan ke depan jika tidak segera dicarikan solusi yang tepat.