Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

DPR Ngebut Bahas RUU TNI di Hotel Mewah, Koalisi: Lukai Hati Rakyat

Kepala Divisis Hukum KontraS, Andrie Yunus ketika menyampaikan surat penolakan terbuka revisi UU TNI. (IDN Times/Santi Dewi)
Kepala Divisis Hukum KontraS, Andrie Yunus ketika menyampaikan surat penolakan terbuka revisi UU TNI. (IDN Times/Santi Dewi)
Intinya sih...
  • Pemerintah dan DPR kritik karena rapat revisi UU TNI dilakukan secara tertutup di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat.
  • Revisi UU TNI disoroti terkait pasal 47 yang mengatur instansi sipil mana saja yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Sejumlah Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yang tergabung di dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritisi cara pemerintah dan DPR yang ngebut membahas revisi Undang-Undang (RUU) TNI pada 14-15 Maret 2025. Pembahasan dilakukan secara tertutup di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat.

Cara pemerintah dan DPR yang melakukan rapat panja dalam kurun waktu dua hari dinilai menjadi indikasi parlemen tak konsisten dengan ucapannya. 

"Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir mengaku RUU TNI tidak akan disahkan sebelum masa reses Lebaran 2025. Dia mengatakan pengesahan RUU TNI baru bisa disahkan paling cepat di masa persidangan berikutnya," ujar koalisi di dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/3/2025). 

Hal itu, kata koalisi menunjukkan rendahnya komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik dalam penyusunan regulasi yang berdampak luas. Apalagi di dalam revisi UU TNI masih terdapat sejumlah pasal bermasalah yang dapat mengancam demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Air. 

1. Revisi UU TNI bakal membuka peluang lebih lebar tentara masuk instansi sipil

Ilustrasi prajurit TNI Angkatan Darat (AD). (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
Ilustrasi prajurit TNI Angkatan Darat (AD). (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Salah satu pasal yang disorot luas di dalam revisi UU TNI, yakni pasal 47 yang mengatur instansi sipil mana saja yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin mengusulkan ada lima tambahan instansi sipil yang boleh dimasuki oleh prajurit TNI aktif.

Dengan demikian, total menjadi 15 kementerian atau lembaga. Sedangkan, di dalam rapat panja pada hari ini ada penambahan satu instansi sipil lainnya, yakni Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP). Maka, sejauh ini ada 16 lembaga yang boleh diisi oleh prajurit TNI aktif. 

"Revisi UU TNI justru akan melemahkan profesionalisme militer itu sendiri dan sangat berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI, di mana tentara aktif akan dapat menduduki jabatan-jabatan sipil," kata koalisi. 

Penambahan instansi sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif tidak sesuai dengan profesionalisme TNI. Bahkan, dapat memunculkan masalah. 

"Misalnya warga sipil sulit untuk menduduki jabatan sipil. Menguatkan dominasi militer di ranah sipil dan pembuatan kebijakan serta loyalitas ganda," tutur koalisi. 

2. Kebijakan efisiensi Prabowo dianggap omon-omon belaka

Ruang rapat pemerintah dan komisi I DPR di Hotel Fairmont yang membahas revisi UU TNI. (IDN Times/Santi Dewi)
Ruang rapat pemerintah dan komisi I DPR di Hotel Fairmont yang membahas revisi UU TNI. (IDN Times/Santi Dewi)

Di sisi lain, koalisi masyarakat sipil juga mengkritisi langkah pemerintah dan DPR yang memilih membahas revisi UU TNI di hotel mewah bintang lima. Sebab, langkah itu bertolak belakang dengan kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto. 

"Pemerintah Indonesia seperti tidak memiliki rasa malu dan hanya omon-omon belaka di tengah upaya efisiensi anggaran serta mendorong penghematan belanja negara," kata koalisi. 

Bahkan, alokasi dana untuk sektor-sektor penting termasuk pendidikan dan kesehatan dipotong atas nama efisiensi. Ironisnya, di saat yang bersamaan pemerintah dan DPR justru menggelar pembahasan RUU di hotel mewah. 

"Hal ini tentu merupakan bentuk pemborosan, pengkhianatan terhadap prinsip keadilan dan demokrasi!" ujarnya. 

3. Koalisi masyarakat sipil mengecam pembahasan revisi UU TNI secara diam-diam

Ilustrasi prajurit TNI AD ketika bertugas di Papua. (Dokumentasi Dinas Penerangan TNI AD)
Ilustrasi prajurit TNI AD ketika bertugas di Papua. (Dokumentasi Dinas Penerangan TNI AD)

Koalisi mengecam keras pelaksanaan pembahasan revisi UU TNI yang dilakukan secara diam-diam di hotel mewah. Hal itu minim transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik. Apalagi pembahasannya dilakukan di akhir pekan dan menjelang waktu reses DPR. 

"Kami mengecam keras pelaksanaan pembahasan revisi UU TNI ini!" kata koalisi. 

Koalisi masyarakat sipil meminta pemerintah dan DPR berhenti untuk terus membohongi dan menyakiti rasa keadilan rakyat Indonesia. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Jujuk Ernawati
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us