Eksepsi Lukas Enembe Ditolak Hakim, Sidang Akan Dilanjutkan

Jakarta, IDN Times - Majelis Hakim menolak eksepsi atau nota keberatan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe dalam kasus suap dan gratifikasi senilai Rp46,8 miliar. Hal itu disampaikan hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (26/6/2023).
"Mengadili, menyatakan nota keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum terdakwa Lukas Enembe tidak dapat diterima," kata hakim, Senin (26/6/2023).
1. Sidang Lukas Enembe akan dilanjutkan

Dengan ditolaknya eksepsi Lukas Enembe, maka persidangan akan kembali dilanjutkan. Agenda selanjutnya akan dimulai dengan pemeriksaan saksi.
"Memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Lukas Enembe," ujarnya.
2. Lukas Enembe keberatan didakwa korupsi Rp46,8 M

Sebelumnya, Lukas Enembe menyatakan keberatan usai didakwa korupsi Rp46,8 miliar. Ia merasa dizalimi.
"Untuk rakyatku Papua di mana saja berada. Saya, gubernur yang Anda pilih untuk 2 periode, saya kepala adat, saya difitnah, saya dizalimi, dan saya dimiskinkan. Saya, Lukas Enembe tidak pernah merampok uang negara, tidak pernah menerima suap, tetapi tetap saja KPK menggiring opini publik, seolah-olah saya penjahat besar," kata kuasa hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, Senin (19/6/2023).
3. Lukas Enembe didakwa korupsi Rp46,8 M

Rincian dakwaan yang dialamatkan kepada Lukas adalah Rp45,8 miliar berupa suap dan gratifikasi senilai total Rp1 miliar.
Suap itu diduga diterima dari Direktur PT Melonesia Mulia, Piton Enumbi sebanyak Rp10,4 miliar dan Rp35,4 miliar dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Rijatono Lakka.
Suap diberikan pada Lukas agar perusahaan milik Piton dan RIjatono dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.
Lukas diduga tidak bermain sendiri. Ada sejumlah pihak yang diduga terlibat seperti Kepala Dinas Perumahan Umum (PU) Provinsi Papua periode 2013-2017, Mikael Kambuaya serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Papua periode 2018-2022.
Akibat perbuatannya, Lukas didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Ia juga didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.