Erick Thohir Tunjuk KSAU Marsekal Fadjar Jadi Komisaris Utama PTDI

Jakarta, IDN Times - Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Marsekal Fadjar Prasetyo, sebagai Komisaris Utama PT Dirgantara Indonesia. Hal itu diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PTDI yang dipimpin oleh Wakil Menteri BUMN, Pahala Nugraha Mansury. Dalam rapat tersebut, Erick juga menunjuk Marsekal Muda TNI (Purn) Bonar Halomoan Hutagaol sebagai Wakil Komisaris Utama PTDI.
Melalui keterangan tertulis, Fadjar mengapresiasi penunjukkan dirinya sebagai Komut PTDI. Ia mengakui tugasnya di masa pandemik COVID-19 tidak mudah dan jauh lebih berat. Meski begitu, ia optimistis dan yakin para Direksi PTDI selalu mencurahkan tenaga, pikiran, gagasan, dan kinerja terbaik dalam memajukan perusahaan.
"Saya berharap kinerja jajaran direksi dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan di periode yang sulit ini untuk mendorong kemajuan PTDI," ujar Fadjar pada Selasa (19/7/2021).
"Saya bertekad untuk memberikan kinerja terbaik dan semangat baru kepada jajaran Dewan Komisaris dan Direksi agar bisa mewujudkan kinerja yang optimal," kata dia lagi.
Kementerian BUMN berharap dengan ditetapkannya pejabat Komisaris Utama PTDI dan Wakil Komisaris Utama PTDI, maka dapat membantu mendorong peningkatan kinerja dan prestasi PTDI. Perusahaan BUMN itu memiliki visi dan tujuan untuk menjadi perusahaan industri pertahanan yang mandiri, kuat dan semakin maju.
Bagaimana rekam jejak PTDI dalam industri pertahanan?
1. Berdiri sejak 1976, PTDI sudah kirim lebih dari 455 unit pesawat

PT Dirgantara Indonesia berdiri sejak tahun 1976. Ketika itu, perusahaan masih menggunakan nama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio. Almarhum Presiden Ketiga RI BJ Habibie duduk sebagai Presiden Direktur ketika itu.
Lalu, perusahaan sempat berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985. Kemudian, pada 24 Agustus 2020, IPTN berubah nama menjadi Dirgantara Indonesia.
PTDI tidak hanya memproduksi berbagai pesawat, tetapi juga helikopter, senjata, hingga menyediakan pelatihan dan jasa pemeliharaan mesin pesawat. PTDI juga menjadi sub-kontraktor untuk industri-industri pesawat terbang besar di dunia seperti Boeing, Airbus, General Dynamics, hingga Fokker.
Semula, PTDI pernah memiliki karyawan hingga 16 ribu orang. Namun, krisis ekonomi 1998 memaksa PTDI memangkas jumlah karyawan hingga menjadi 4.000 orang.
Selama berdiri, PTDI telah mengirimkan lebih dari 455 unit pesawat terbang ke berbagai pelanggan di sejumlah negara. Beberapa produk unggulan PTDI antara lain pesawat NC212i, CN235 dan N219.
2. Pesawat CN235-220 buatan PTDI sudah dikirim bagi Angkatan Bersenjata Senegal

Salah satu pesawat buatan PTDI yang baru-baru ini diekspor adalah CN235-220. Pesawat untuk kepentingan militer itu diekspor ke Senegal.
Proses penyerahan pesawat CN235-220 disaksikan langsung oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada 18 Maret 2021. Prabowo mengatakan peristiwa ini sangat istimewa, karena ini jadi pesawat ketiga yang dipesan AU Senegal. Maka, bagi Prabowo PTDI menjadi perusahaan kebanggaan Indonesia.
"PTDI adalah harapan bangsa. Kita sangat membutuhkan teknologi kedirgantaraan dan aerospace industry. Ini adalah industri masa depan, sulit dan canggih," kata Prabowo dalam keterangan tertulis pada 18 Maret 2021.
Ia menambahkan PTDI sebenarnya pernah jadi pelopor dalam kebangkitan industri dirgantara di Indonesia pada 1990-an. Namun, akibat dinamika politik dunia, arah pengembangan PTDI mengalami hambatan.
"Namun, kami bersyukur PTDI berhasil bertahan selama 20 tahun terakhir dan masih berhasil menjual produk pesawat dan helikopternya. Kemenhan bertekad agar PTDI dapat bangkit kembali seperti semula," ujarnya.
3. Kemenhan pernah beri instruksi agar pesawat CN-235 tak hanya untuk keperluan militer

Sebelumnya, Kementerian Pertahanan telah menginstruksikan PTDI untuk mengubah fokus pesawat CN235 agar tidak hanya dikembangkan untuk keperluan militer. Tetapi, juga dikembangkan untuk angkutan komersial.
"Harus dikembangkan. Ini (pesawat CN-235) bisa digunakan untuk komersial. Arahnya ke sana. Misal untuk penerbangan jarak pendek. Di kawasan timur misalnya daerah wisata seperti Labuan Bajo," ujar Wahyu Sakti Trenggono yang pada Januari 2020 saat masih menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan.
Sementara, Direktur Utama PTDI Elfien Goentoro mengungkapkan, CN-235 yang dikirim ke Senegal dijual dengan harga 25 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp380,5 miliar.