Fotografer Ngamen Bermunculan, Anggota DPR: Ada Konsekuensi Hukum

- Amelia memberikan empat catatan penting menyikapi fenomena fotografer ngamen yang bermunculan akhir-akhir ini.
- Komisi I DPR tidak melarang kerja jurnalistik yang tujuannya untuk pemberitaan publik. Hal itu karena liputan jurnalistik punya ruang khusus.
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, menyoroti munculnya fenomena fotografer ngamen yang menuai penolakan publik. Dia menegaskan, ada konsekuensi hukum yang menanti karena UU ITE melarang penyalahgunaan data pribadi di ruang digital.
Selain itu, dalam UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), foto wajah atau ciri khas dari diri termasuk kategori data pribadi. Artinya, data-data ini tidak boleh dipakai sembarangan.
"Itu bukan sekadar iseng. Itu sama saja mengambil identitasmu buat cari uang. UU ITE juga melarang penyalahgunaan data pribadi di ruang digital. Jadi ini ada konsekuensi hukumnya," kata Amelia kepada jurnalis, Jumat (31/10/2025).
1. Empat catatan penting sikapi fenomena fotografer ngamen

Amelia memberikan empat catatan penting menyikapi fenomena fotografer ngamen yang bermunculan akhir-akhir ini. Pertama, foto yang dipakai untuk tujuan komersial harus ada persetujuan jelas dari objek yang difoto. Hal ini telah sesuai prinsip consent di UU PDP.
Kedua, harus ada sistem lapor dan hak minta hapus/delisting. Apabila ada foto yang dijual tanpa izin, maka harus bisa di-takedown dengan cepat. Hal ini juga berkaitan dengan kewajiban menjaga data pribadi di UU ITE.
Ketiga, Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang memajang atau menjual foto harus ikut bertanggung jawab.
"Kalau ada konten yang melanggar privasi, PSE wajib nurunin listing itu. Kalau bandel, harus ada sanksi bertahap, peringatan, denda, sampai pembatasan akun atau penutupan akses," kata dia.
Keempat, perlu ada literasi digital yang jelas di sekolah dan komunitas supaya semua orang paham.
"Memotret orang itu bukan masalah, tapi menyebarkan dan mengkomersialkan wajah orang tanpa izin itu masalah hukum," kata dia.
2. Bukan bermaksud melarang kerja jurnalistik

Amelia mengatakan, Komisi I DPR tidak melarang kerja jurnalistik yang tujuannya untuk pemberitaan publik. Hal itu karena liputan jurnalistik punya ruang khusus. Komisi I akan mengawal fenomena ini lewat fungsi pengawasan.
"Yang jadi sorotan adalah pemakaian foto orang untuk cari uang tanpa persetujuan," ujar dia.
"Kami minta koordinasi Komdigi, asosiasi fotografer, dan PSE dipercepat supaya perlindungan privasi benar-benar jalan, bukan cuma jadi wacana," kata dia.
3. Komdigi ingatkan etika data pribadi

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan, kegiatan pengambilan gambar yang dilakukan di ruang publik wajib mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi, Alexander Sabar, menekankan, setiap pemotretan dan publikasi foto harus memperhatikan aspek hukum dan etika perlindungan data pribadi.
“Foto seseorang, terutama yang menampilkan wajah atau ciri khas individu, termasuk kategori data pribadi karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi seseorang secara spesifik. Foto yang menampilkan wajah seseorang termasuk data pribadi tidak boleh disebarkan tanpa izin,” ujar Alexander kepada jurnalis, Rabu (29/10/2025).
Dia mengatakan, setiap bentuk pemrosesan data pribadi, mulai dari pengambilan, penyimpanan, hingga penyebarluasan, harus memiliki dasar hukum yang jelas. Misalnya melalui persetujuan eksplisit dari subjek data.




















