Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hamdan Zoelva Demokrat: Tak Ada Urgensi RUU MK

Kuasa hukum Partai Demokrat, Hamdan Zoelva dan sejumlah pengurus Demokrat datang ke Mahkamah Agung untuk mengajukan intervensi, Senin (11/10/2021). (IDN Times/Sachril Agustin)

Jakarta, IDN Times -- Kuasa Hukum Partai Demokrat sekaligus eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva, menilai tak ada urgensi merevisi Rancangan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (RUU MK) pada saat ini. Menurutnya revisi RUU MK akan merusak independensi hakim agung. 

Hamdan menilai, munculnya usulan revisi RUU MK dikarenakan penolakan pada UU Cipta Kerja oleh Hakim Aswanto. Buntutnya, jabatan Aswanto ditarik kembali oleh DPR. 

"Saya rasa RUU MK dilatarbelakangi karena muncul (penolakan) UU Ciptaker, kemudian ditindaklanjuti dengan penarikan hakim Aswanto. Jadi gak ada urgensinya," ujar Hamdan di Jakarta, Senin (3/4/2023). 

1. Usul recalling dan evaluasi hakim disorot

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. (IDN Times/Axel Joshua Harianja)

Hamdan mengatakan, usul recalling (penarikan kembali) dan evaluasi dalam klausul RUU MK merupakan tindakan yang bisa merusak independensi hakim. 

"Kalau ada evaluasi itu bisa merusak independesi hakim. Kacau itu, gak bisa," kata dia. 

2. Peran MK netral dalam pemerintahan

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (IDN Times/ Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Hamdan juga menegaskan peran MK yang netral dalam pemerintahan. Artinya, MK tak berkewajiban untuk mendukung semua rancangan undang-undang atau produk hukum legislasi yang sudah dibahas DPR. 

Dia mengusulkan pembubaran MK jika RUU MK tetap berjalan dengan memasukkan klausul recalling dan evaluasi hakim.

"Kalau hakim membuat putusan tidak sesuai kehendak DPR, tidak ada gunanya ada MK kalau hakim harus sama dengan DPR dan pemerintah. Justru di situ posisi hakim netral. Kalau harus sama dengan DPR, bubarkan saja MK gak ada gunanya," ujarnya. 

3. Pakar hukum sebut RUU MK karena kemarahan DPR

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Jimly Asshiddiqie dalam kegiatan Seminar dan Lokakarya Nasional Refleksi Implementasi Fungsi Mediasi di Indonesia di The Sultan Hotel Jakarta Kamis (12/12/2019) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshidiqie, menilai usulan revisi RUU MK oleh DPR dikarenakan kemarahan lembaga legislatif itu pasca-MK menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat pada 2021. 

Jimly mengatakan, ada kekecewaan para politikus saat itu dengan kinerja MK karena tak menyetujui UU Cipta Kerja. Selain mengusulkan RUU MK, buntut dari kemarahan itu adalah pemecatan Hakim MK Aswanto yang memutus UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Menurut Jimly, pemecatan Aswanto adalah cerminan dari kemarahan politikus terhadap putusannya tentang UU Cipta Kerja. Dia menilai kemarahan itu tak hanya ada pada lembaga legislatif, tapi juga sampai tingkat eksekutif.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
Melani Hermalia Putri
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us