Hoaks Pilpres Didominasi Video, Paling Banyak Ditonton di TikTok

Jakarta, IDN Times - Project Manager Socindex Danu Setio Wihananto, menemukan banyak hoaks, terutama dalam bentuk video yang menggunakan narasi tidak akurat atau misleading.
Video hoaks yang ditemukan punya kecenderungan menggunakan thumbnail yang tidak sesuai dengan konten sebenarnya. Bahkan, gambar yang digunakan dalam thumbnail merupakan manipulasi atau editan.
"Jadi, videonya ini menggunakan narasi yang keliru, ataupun juga menggunakan thumbnail yang memang dia tidak sesuai dengan isi videonya. Bahkan gambar yang ditampilkan di thumbnail itu pun merupakan gambar editan," kata dia dalam diskusi daring, Jumat (22/12/2023).
1. Terjadi pergeseran wadah penyebaran hoaks dari Twitter ke platform video
Setelah melakukan penelitian terhadap jumlah postingan hoaks, pihaknya menemukan bahwa jumlah terbanyak berasal dari platform YouTube. Meskipun demikian, masih ada beberapa postingan hoaks di platform lain seperti Facebook, TikTok, dan Twitter.
Selain itu, terjadi pergeseran tren penyebaran hoaks di berbagai platform media sosial yang sebelumnya didominasi oleh Twitter.
"Biasanya di Twitter itu agak banyak, tapi kemudian karena saat ini dominasinya bergerak menjadi ke arah video, ya video yang diedit kemudian dinarasikan yang keliru dari sebuah video. Otomatis dia akan bergeser ke YouTube, kemudian juga TikTok juga yang memang sekarang sedang menjadi tren ya di media sosial," tuturnya.
2. Konten hoaks paling laku di TikTok ketimbang YouTube

Meskipun YouTube memiliki lebih banyak konten hoaks, namun TikTok mendominasi dalam jumlah tayangan (view), bahkan mencapai 2,9 juta tayangan.
Hal itu menunjukkan bahwa saat ini, pengguna media sosial cenderung lebih tertarik pada konten video yang singkat daripada konten berbentuk panjang di platform seperti YouTube.
"Nah, di TikTok ini kan biasanya memang tipikalnya adalah video-video singkat, kemudian juga dibubuhi dengan tulisan-tulisan narasinya ya pada bagian video atau bagian caption. Nah, itu memang jadi daya tarik ya bagi warganet di media sosial," terangnya.
Dia menerangkan, ketika hoaks diunggah oleh akun dengan jumlah pengikut yang besar, kemungkinan besar akan mendapatkan lebih banyak tayangan dan interaksi (engagement). Hal itu dapat terjadi karena pengikut yang banyak cenderung lebih banyak melihat dan berinteraksi dengan konten yang diposting oleh akun tersebut.
"Jadi, di TikTok sendiri ini lebih banyak engagement yang diperoleh. Engagement ini biasanya kami jumlahkan dari likes, comment, dan juga jumlah share," sambungnya.
3. Konten hoaks menyasar masing-masing paslon hingga KPU

Menurutnya, isu hoaks menyasar semua kandidat capres dan cawapres, serta menyasar partai politik seperti Partai Golkar dan Partai Gelora.
Selain itu, lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu juga disebutkan terkena dampak isu hoaks yang tersebar di media sosial, menunjukkan bahwa hoaks semakin meluas dan melibatkan berbagai elemen dalam konteks pemilu.
"Bahkan ada juga yang mengangkat kembali isu hoaks pada Pemilu 2019, yang pada saat itu sudah diklarifikasi oleh KPU sendiri ya bahwa itu adalah isu hoaks," tambahnya.
4. Daftar temuan konten hoaks

Berikut konten hoaks yang ditemukan:
- Video yang Diklaim Deklarasi Golkar Ganti Arah Dukungan ke Anies-Muhaimin dalam Pilpres 2024
- KPU Benarkan Gibran Beli Ijazah Palsu di Australia
- Warga Solo Ancam Demo Besar-besaran ke Gibran
- Partai Gelora Resmi Deklarasikan Anies Presiden 2024
- Prabowo Menyesal Pilih Gibran Sebagai Cawapres
- Ribuan Mahasiswa Desak KPU Tolak Gibran Jadi Cawapres
- Ribuan WNA Cina Mendapat E-KTP untuk Pemilu 2024
- Jutaan Relawan Jokowi Pindah Haluan Dukung Anies Presiden 2024
- Gambar Ganjar dan Mahfud sedang di Rumah Sakit Jiwa
- Warga NU Tolak Prabowo
- Posisi Gibran Sebagai Cawapres Secara Sah Telah Diganti
- Bawaslu Coret Gibran dari Daftar Cawapres
- Pemalsuan Formulir C1 di Medan pada Pemilu 2019
- Jokowi Sebut Tidak Masalah Ikut Cawe-cawe dalam Proses Pemilu 2024
- Jutaan Pendukung Prabowo Berbalik Arah Mendukung Ganjar