Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Homeless Media Marak, Tandai Transformasi Besar dalam Lanskap Media

Ilustrasi media sosial.(pixabay.com/LoboStudioHamburg)

Jakarta, IDN Times -- Di tengah kemunduran industri media konvensional, fenomena homeless media semakin menjamur di Indonesia. Media tanpa platform tetap ini kini menjadi salah satu kekuatan baru dalam ekosistem digital, mengandalkan media sosial sebagai ruang utama penyebaran informasi.

Laporan terbaru Imajin-Trendreader Homeless Media Landscape 2025 mengungkap bahwa kehadiran homeless media bukan lagi sekadar tren, tetapi telah menjadi bagian dari transformasi besar dalam lanskap media.

"Kami melihat pergeseran signifikan dalam pola konsumsi informasi masyarakat. Homeless media tumbuh pesat karena sifatnya yang lebih lincah, adaptif, dan dekat dengan audiens," ujar Irsyad Hadi, Managing Director Imajin PR & Research.

1. Homeless media tidak memiliki rumah tetap

ilustrasi seseorang memegang ponsel (pexels.com/Tracy Le Blanc)

Berbeda dengan media arus utama yang memiliki kantor redaksi dan infrastruktur formal, homeless media tidak memiliki rumah tetap—mereka sepenuhnya bergantung pada platform pihak ketiga seperti Instagram, TikTok, atau YouTube. Kontennya lebih beragam dan sering kali mengangkat isu-isu lokal, sosial, serta topik yang kurang mendapat sorotan dari media besar.

Dea Sopany, Head Marketing & Production Tren Data Indonesia menambahkan, penelitian ini dilakukan selama enam bulan, dengan metode pengumpulan data dari berbagai sumber digital di beberapa provinsi di Indonesia. "Kami menggunakan pendekatan berbasis data dengan analisis kualitatif dan kuantitatif. Tim kami memetakan tren homeless media di media sosial, menganalisis keterlibatan audiens, serta membandingkan pola konsumsi berita dengan media konvensional," kata Dea.

2. Menurunnya kepercayaan terhadap media konvensional

ilustrasi membaca koran (pexels.com/nappy)

Ia juga menambahkan bahwa pertumbuhan homeless media berbanding lurus dengan menurunnya kepercayaan terhadap media konvensional dan perubahan kebiasaan audiens digital.

"Orang semakin jarang membaca portal berita. Mereka lebih banyak mengonsumsi informasi dari media sosial yang lebih cepat, visual, dan interaktif. Ini memberi ruang bagi homeless media untuk berkembang," katanya.

Namun, pakar public relations Jojo S. Nugroho melihat pertumbuhan ini juga membawa tantangan, yaitu pada aspek kredibilitas dan regulasi.

"Ketika media tidak memiliki struktur redaksi dan standar editorial yang jelas, bagaimana kita bisa memastikan akurasi dan etika jurnalistiknya?" ujar pria yang juga Dosen Humas Universitas Indonesia ini. Menurutnya, fenomena ini membuka peluang demokratisasi informasi, tetapi juga meningkatkan risiko penyebaran misinformasi.

3. Makin banyak brand dan pengiklan yang mulai melirik homeless media

ilustrasi medsos (pexels.com/AS Photography)

Laporan ImajinPR-Trendreader juga mencatat bahwa semakin banyak brand dan pengiklan yang mulai melirik homeless media sebagai kanal promosi yang lebih efektif dibandingkan media konvensional. Dengan segmentasi audiens yang lebih tajam dan keterlibatan tinggi, platform ini menjadi pilihan strategis bagi kampanye sosial maupun pemasaran digital.

"Media arus utama harus beradaptasi. Jika tidak, mereka bisa benar-benar kehilangan relevansi dalam lanskap digital yang terus berubah," kata Irsyad yang juga mantan jurnalis senior di Jakarta.

Di tengah pergeseran ini, satu hal yang pasti: homeless media bukan sekadar fenomena sesaat. Mereka adalah bagian dari evolusi media yang menuntut kecepatan, kedekatan, dan inovasi dalam penyampaian informasi. Bagaimana media konvensional akan merespons? Waktu yang akan menjawab. Laporan  Imajin-Trendreader Homeless Media Landscape 2025 ini bisa diunduh di website www.imajinpr.com. (WEB)

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ahmad Faisal
Cynthia Kirana Dewi
Ahmad Faisal
EditorAhmad Faisal
Follow Us