Imbas Putusan MK, Jabatan Anggota DPRD Berpotensi Diperpanjang

- Jabatan Anggota DPRD diperpanjang karena pemilu nasional dan daerah dipisah, menimbulkan kekosongan jabatan kepala daerah serta anggota DPRD.
- Putusan MK Nomor 135/2024 akan jadi acuan dalam Revisi UU Pemilu, menjadi salah satu concern bagi Komisi II DPR RI dalam politik hukum nasional.
- MK menginstruksikan agar pemilu tingkat nasional dan daerah/lokal dipisah, dengan jeda paling lama 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan.
Jakarta, IDN Times - Jabatan Anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota berpotensi diperpanjang imbas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memerintahkan agar pemilu nasional dan daerah/lokal dipisah. Gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) itu dilayangkan oleh Perludem.
Dalam amar putusan yang dibacakan, MK menginstruksikan agar pemilu tingkat nasional dan daerah/lokal dipisah, dengan jeda paling cepat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan. Adapun pemilu nasional itu meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPD RI.
Sementara, pemilu daerah meliputi pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, wali kota-wakil wali kota, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota. Dengan demikian, pemilu daerah baru diselenggarakan paling lambat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan presiden-wakil presiden, DPR RI, dan DPD RI.
1. Jabatan Anggota DPRD diperpanjang

Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda pun mengungkap kemungkinan jabatan Anggota DPRD diperpanjang. Sebab, dipisahnya pemilu nasional dengan daerah menimbulkan kekosongan jabatan kepala daerah serta anggota DPRD. Jabatan mereka sudah habis, tetapi gelaran pemungutan suara baru digelar sekitar dua hingga tiga tahun kemudian.
"Salah satu misalnya pertanyaan teknisnya adalah bagaimana kita bisa melaksanakan pemilu lokal setelah terlaksananya pemilu nasional tahun 2029 misalnya. Secara asumtif pemilunya baru bisa dilaksanakan pada tahun 2031 jeda waktu 2029 sampai 2031 untuk DPRD provinsi kabupaten kota termasuk untuk jabatan gubernur bupati wali kota itu kan harus ada norma transisi. Kalau bagi pejabat gubernur bupati wali kota kita bisa tunjuk penjabat seperti yang kemarin, tetapi untuk anggota DPRD satu-satunya cara adalah dengan cara kita memperpanjang masa jabatan," kata dia kepada IDN Times, Kamis (26/6/2025).
"Hal-hal inilah yang nanti akan jadi dinamika dalam perumusan rancangan undang-undang pemilu yang tentu kami masih menunggu arahan dan keputusan pimpinan DPR untuk diberikan kepada Komisi II DPR RI," sambungnya.
2. Putusan MK akan jadi acuan Revisi UU Pemilu

Rifqinizamy memastikan Putusan MK Nomor 135/2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah/lokal akan jadi acuan dalam Revisi UU Pemilu.
"Hal tersebut tentu akan menjadi bagian penting untuk kami menyusun revisi undang-undang pemilu yang akan datang. Kami memastikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi ini menjadi salah satu concern bagi Komisi II DPR RI dalam menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi, terutama sekali lagi dalam politik hukum nasional yang menjadi kewenangan konstitusional kami," ucap dia.
3. MK minta pemilu nasional-daerah dijeda paling lama 2 tahun 6 bulan

Adapun, MK mengabulkan sebagian permohonan perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Dalam amar putusan yang dibacakan, MK menginstruksikan agar pemilu tingkat nasional dan daerah/lokal dipisah, dengan jeda paling cepat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan. Adapun pemilu nasional itu meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPD RI. Sementara, pemilu daerah meliputi pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, wali kota-wakil wali kota, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota.
Dengan demikian, pemilu daerah baru diselenggarakan 2 tahun atau 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan presiden-wakil presiden, DPR RI, dan DPD RI.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK, Suhartoyo dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Kamis (26/6/2025).
"Menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, 'Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional'," ucap Suhartoyo.