Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ini Cara Warga Korban Pertamax Campuran Buat Pengaduan ke LBH Jakarta

Posko pengaduan bagi masyarakat yang jadi korban praktik pengoplosan Pertamax oleh PT Pertamina Patra Niaga. (IDN Times/Santi Dewi)
Intinya sih...
  • LBH Jakarta dan CELIOS membuka posko pengaduan bagi korban pencampuran BBM Pertamax RON 92 dengan Pertalite RON 90.
  • Posko pengaduan offline dan online telah menerima 426 laporan dari masyarakat yang merasa dirugikan.

Jakarta, IDN Times - LBH Jakarta dan CELIOS (Centre of Economic and Law Studies) resmi membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang menjadi korban pencampuran BBM jenis Pertamax RON 92 dengan Pertalite RON 90. Posko pengaduan ini berlokasi di lantai I Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat. Masyarakat bisa mendatangi posko tersebut untuk mengisi formulir dengan disertai sejumlah bukti. 

"Posko pengaduan kami buka secara offline agar masyarakat yang tidak memungkinkan mengakses teknologi bisa ikut terakomodasi," ujar Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, ketika memberikan keterangan pers di Kantor LBH Jakarta, Jumat (28/2/2025). 

Sejak 26 Februari 2025, LBH Jakarta sudah membuka pengaduan bagi korban melalui mekanisme daring. Sejauh ini, LBH Jakarta sudah menerima 426 laporan secara daring dari masyarakat yang menjadi korban. 

"Pos pengaduan secara online kami buka sejak 26 Februari 2025 lalu sebagai bentuk respons cepat. Karena kami lihat di media sosial dan ruang publik banyak masyarakat yang merasa bingung dan tidak tahu harus mengadu ke mana," kata dia. 

Lalu, bagaimana cara untuk membuat laporan secara daring?

1. Warga bisa pindai kode QR untuk buat laporan

Poster berisi QR code yang bisa digunakan oleh warga untuk membuat pengaduan sebagai korban pengoplosan Pertamax. (Dokumentasi LBH Jakarta)

Fadhil mengatakan, masyarakat yang merasa dirugikan bisa memindai kode QR untuk melapor. Nantinya, kode QR itu akan mengarahkan ke formulir yang harus diisi. 

"Di dalam formulir pengaduan yang kami sebar, kami menanyakan beberapa hal, di antaranya, berapa kali frekuensi penggunaan BBM jenis RON 92 (Pertamax). Kemudian, sejak kapan menggunakan. Kerugian apa yang kira-kira dialami," ujar Fadhil. 

Di formulir tersebut, warga juga ditanyakan jika ada kerugian yang ditimbulkan karena diharuskan membayar lebih mahal untuk produk dengan kualitas lebih rendah, maka berapa nominal kerugiannya.

"Kami juga menanyakan bagaimana mekanisme pengawasan atau partisipasi publik yang ideal agar peristiwa-peristiwa serupa ke depan tidak terjadi lagi," tutur dia. 

LBH Jakarta juga meminta kepada warga untuk melampirkan dokumen tertulis atau foto yang dapat digunakan sebagai bukti dari laporan tersebut. Fadhil mengatakan, sejauh ini LBH Jakarta belum menentukan hingga kapan posko pengaduan dibuka. 

"Kami belum memutuskan secara rigid kapan (pelaporan) ini berakhir. Meski patokan kami satu minggu. Tapi, karena dinamika ini bergulir sangat cepat, proses advokasi juga tak boleh kehilangan momentum," ujar dia. 

Sementara, bagi warga yang ingin mendaftarkan gugatan secara luring maka bisa mendatangi langsung Kantor LBH Jakarta yang berlokasi di lantai I Gedung YLBHI Jakarta. 

2. LBH Jakarta dan CELIOS tengah pertimbangkan dua upaya hukum

Tim dari LBH Jakarta dan CELIOS yang akan mengawal pengaduan dari publik yang jadi korban Pertamax Oplosan. (IDN Times/Santi Dewi)

Fadhil mengatakan, setelah semua laporan masuk dan didata, maka LBH Jakarta dan CELIOS mempertimbangkan sejumlah upaya hukum terhadap PT Pertamina. Namun, upaya hukum itu diajukan dengan berpegang pada keterangan dari Kejaksaan Agung.

Ia mengatakan, bila ditemukan masalah di tata kelola atau kebijakan distribusi BBM, maka LBH Jakarta dan CELIOS bisa mengajukan gugatan warga negara atau citizen lawsuit. 

"Kami pernah ajukan gugatan itu beberapa kali. Terbaru, gugatan polusi udara Jakarta atau gugatan terkait praktik eksploitatif pinjaman online yang dimenangkan hingga di tahap Mahkamah Agung," kata Fadhil. 

"Tetapi, upaya itu ditempuh, setelah hasil analisis kami (menunjukkan) problemnya ada di tata kelola atau kebijakan," lanjut dia. 

Upaya hukum kedua, bila ditemukan bukti celahnya ada di implementasi kebijakan yang berdampak masif kepada masyarakat, maka bisa diajukan gugatan perwakilan kelompok atau class action

Fadhil menjelaskan, dalam kasus ini, tidak harus LBH Jakarta yang mengajukan gugatan perwakilan kelompok. Di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, negara atau pemerintah dimungkinkan untuk mengajukan class action terhadap PT Pertamina. 

"Tapi, kami sangsi pemerintah akan menganggap ini serius dan mengajukan gugatan," kata dia.

3. Upaya penegakan hukum Kejaksaan Agung hanya fokus ke kerugian keuangan negara

PT Pertamina (Persero) menegaskan tidak ada pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax (dok. Pertamina)

Sementara, dalam pandangan peneliti CELIOS di bidang hukum, Muhammad Saleh, regulasi hukum dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah masih fokus kepada kerugian keuangan negara. Kejaksaan Agung dinilai luput memperhatikan masyarakat yang terdampak paling parah dari dugaan korupsi ini. 

"Sampai hari ini, proses penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan masih fokus pada dugaan kerugian keuangan negara. Mereka juga fokus pada tindak pidana korupsi, tapi luput pada korban atau masyarakat umum yang terdampak langsung," ujar Saleh di Kantor LBH Jakarta. 

Bahkan, kata Saleh, LBH Jakarta dan CELIOS bisa mengusulkan agar ada kompensasi yang diterima oleh masyarakat sebagai pihak yang paling dirugikan karena dugaan praktik pengoplosan Pertamax tersebut.

"Jadi, kompensasi ini tidak fair kalau hanya dikembalikan kepada negara. Karena masyarakat umum lah yang menjadi korban langsung dari praktik pengoplosan minyak BBM Pertamax," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Deti Mega Purnamasari
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us