Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jika Jadi Tersangka, Bagaimana Status Pencalonan Ahok?

Hafidz Mubarak/ANTARA FOTO

Gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang menyeret calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama saat ini sedang berlangsung. Kedua pihak, baik terlapor maupun pelapor sama-sama menyiapkan saksi untuk menguatkan argumen mereka. Dari hasil gelar perkara, nantinya akan ditetapkan apakah kasus ini akan naik ke tingkat penyidikan atau tidak. Jika statusnya dinaikkan, berarti akan ada tersangka baru yang ditetapkan hari ini. Lalu, bagaimana nasib Ahok seandainya ditetapkan sebagai tersangka?

Status tersangka tak batalkan pencalonan Ahok.

Dikutip dari Liputan6.com, Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta Sumarno mengatakan, berdasarkan Undang-undang yang berlaku seorang calon kepala daerah yang tersandung kasus hukum tetap bisa menjalani proses pemilu.

Terpidana tetap bisa ikut Pilkada.

Seperti diberitakan Liputan6.com, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa seorang calon kepala daerah yang tersandung kasus hukum tetap bisa menjalani proses pemilu. Bahkan bila sang calon berstatus terpidana atau telah divonis oleh pengadilan.

Menurut Tjahjo, status calon kepala daerah dalam Pilkada baru batal jika status hukumnya berkekuatan tetap atau inkracht. Artinya, KPU baru akan menggugurkan status sang calon jika dia telah melewati berbagai proses hukum. Panjang pendeknya sebuah proses hukum juga tergantung dari terpidana. Sebab, tak jarang seorang terpidana memilih mengajukan banding hingga kasasi di Mahkamah Agung.

Bisa batal jika vonisnya lebih dari 5 tahun.

Selain menunggu inkkracht, status pencalonan Ahok juga otomatis gugur jika dia sudah menjadi terpidana dengan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun penjara.

Jika mundur bisa didenda Rp 50 miliar.

Di tengah proses hukum yang terus berjalan, banyak pihak meminta agar Ahok mundur dari pencalonannya. Namun, proses pengunduran diri dalam Pilkada ternyata tak semudah yang dibayangkan. Dikutip dari Okezone.com, jika ada calon kepala daerah yang sudah ditetapkan kemudian mundur, maka mereka akan mereka dianggap melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Sanksinya adalah penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 60 bulan. Selain itu, mereka juga bisa dikenakan denda paling sedikit Rp 25 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Faiz Nashrillah
EditorFaiz Nashrillah
Follow Us