Jimly Masuk MKMK Periksa Anwar Usman, Dikhawatirkan Konflik Kepentingan

Jakarta, IDN Times - Lembaga kajian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) meragukan integritas anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang baru-baru ini diumumkan pada Senin (23/10/2023). Anggota MKMK nantinya bertugas untuk memeriksa para hakim MK, termasuk Anwar Usman, terkait dugaan pelanggaran etik dalam putusan batas usia capres dan cawapres.
Direktur Eksekutif PVRI Yansen Dinata menilai, komposisi dari para anggota majelis etik MK ini lekat dengan potensi konflik kepentingan dari sebagian anggotanya. Salah satunya adalah mantan Ketua MK Jimly Ashiddiqie.
“Jimly pernah menemui Prabowo pada awal Mei 2023. Dari pertemuan itu, Jimmly pernah mengakui dukungannya kepada Prabowo dalam Pilpres 2024. Salah seorang anak Jimly, yaitu Robby Ashiddiqie juga merupakan calon legislator Partai Gerindra pimpinan Prabowo,” kata Yansen dalam keterangannya, dikutip Selasa, (24/10/2023).
Selain Jimly ada dua nama lainnya, yakni Bintan Saragih dan Wahiduddin Adams.
1. Padahal MK punya wewenang putus perselisihan pemilu

Dia mengungkapkan, jika dalam sistem politik ketatanegaraan, MK punya kewenangan memutus perselisihan pemilu. Hal ini termasuk jika ada pelanggaran oleh Presiden yang sedang berkuasa atau peserta Pemilu.
PVRI mengkritik putusan MK yang dirasa berbagai pihak jadi jalan mulu meloloskan putera sulung Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka menuju Pilpres 2024 dengan putusan yang ada.
“Pemilu yang adil memerlukan kekuasaan kehakiman yang berani melakukan check and balances atas penyelenggara negara eksekutif. Dengan kondisi MK saat ini serta komposisi Majelis Kehormatan yang kental konflik kepentingan, sulit berharap adanya putusan yang berkeadilan jika ada sengketa politik peserta Pemilu,” kata Yansen.
2. Pelemahan demokrasi dan kebebasan sipil membesar jika Pilpres 2024 memenangkan dinasti

PVRI memperkirakan MK berpotensi memicu konflik politik yang serius dalam Pemilu 2024. Hal ini dianggap membuat demokrasi Indonesia berada di ujung tanduk. PVRI menilai pembentukan komposisi MK tersebut menambah daftar pelemahan kredibilitas Mahmakah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi dan demokrasi di Indonesia.
Putusan MK terkait usia capres dan cawapres jadi bentuk pelemahan demokrasi, yang selama ini menurut mereka sudah terjadi dengan intens lima tahun belakangan.
“Pelemahan demokrasi dan kebebasan sipil membesar jika Pilpres 2024 memenangkan dinasti. Ini bagian dari rentetan peristiwa yang menandai kemunduran demokrasi. Ini juga merupakan bentuk pewajaran praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Publik disuguhi pasangan dinasti era Soeharto dan era Jokowi,” kata Yansen.
3. Rangkap jabatan kini jadi lumrah, kebijakan terang-terangan abai pada masyarakat

Sementara, pengurus PVRI Anita Wahid menambahkan, penentuan Bacapres yang diduga dimuluskan MK mengabaikan secara terang-terangan etika politik.
“Ini membuat demokrasi Indonesia ada di ujung tanduk. Kondisi saat ini mengkhawatirkan. Rangkap jabatan kembali lumrah. Pembuatan kebijakan terang-terangan mengabaikan masyarakat. Lembaga pemberantas korupsi dilemahkan dengan retorika anti radikalisme.” jelas Anita yang juga merupakan puteri ke-3 Presiden ke-4 KH. Abdurrahman Wahid.
PVRI menyadari, budaya politik Indonesia telah lama lekat dengan KKN. Namun preseden kali ini terlalu mempertaruhkan bangunan masa depan demokrasi Indonesia. Oleh karena itu, PVRI berusaha mencegah agar berbagai fenomena politik yang mengarah pada politik otoritarianisme dan oligarkisasi harus dicegah.