Jokowi Resmi Terbitkan Keppres Amnesti untuk Dosen Saiful Mahdi

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo resmi meneken Keputusan Presiden (Keppres) tentang pemberian amnesti kepada dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Saiful Mahdi. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan Keppres tersebut selanjutkan dikirim ke Mahkamah Agung hingga Jaksa Agung.
"DPR sudah menyetujui amnesti untuk saudara Saiful Mahdi, jadi Presiden kan beberapa waktu yang lalu sudah mengajukan ke DPR dan kemudian sudah mendapatkan persetujuan DPR. Oleh karena itu, hari ini, tadi, Bapak Presiden menandatangani Keppres untuk amnesti saudara Saiful Mahdi," ujar Pratikno dalam keterangannya, Selasa (12/10/2021).
Saiful merupakan terpidana perkara Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ia divonis tiga bulan penjara usai mengkritik kebijakan kampusnya melalui WhatsApp Group.
1. Keppres amnesti Saiful Mahdi langsung dikirim ke MA dan Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti
Usai ditandatangani Jokowi, Keppres tersebut langsung dikirim ke Mahkamah Agung dan juga Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti.
"Jadi semoga ini bisa cepat segera ditindaklanjuti dan saudara Saiful Mahdi ini bisa dibebaskan dalam waktu yang secepat-cepatnya," jelas Pratikno.
2. Amnesti untuk Saiful Mahdi disebut komitmen pemerintah tidak terlalu mudah menghukum orang
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pihaknya yang mengusulkan kepada Jokowi untuk memberikan amnesti bagi Saiful. Hal tersebut dilakukan usai Mahfud berdialog dengan istri Saiful dan pengacaranya pada 21 September 2021.
"Lalu, pada 24 September 2021 saya lapor ke presiden, dan bapak presiden setuju untuk memberikan amnesti," tutur dia.
Mahfud menambahkan, Jokowi mengirimkan surat kepada DPR pada 29 September 2021 untuk meminta pertimbangan terkait pemberian amnesti bagi Saiful. Berdasarkan Pasal 14 ayat 2 UUD 1945, presiden harus mendengarkan DPR lebih dulu bila ingin memberikan amnesti dan abolisi.
Ia mengatakan pemerintah berusaha bekerja dengan cepat untuk menimbang kasus tersebut. Sebab, kata Mahfud, pemerintah berusaha memegang komitmen tidak terlalu mudah menghukum orang.
"Kami kan inginnya restorative justice, dan ini kasusnya hanya mengkritik. Mengkritik fakultas bukan personal, karena itu menurut saya layak dapat amnesti, makanya kami perjuangkan," kata pria yang pernah menduduki jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
3. Saiful dilaporkan Dekan Fakultas Teknik Unsyiah dengan tudingan pencemaran nama baik

Saiful merupakan dosen jurusan Statistika FMIPA Unsyiah. Ia dilaporkan Dekan Fakultas Teknik Unsyiah, Taufiq Saidi, dengan tudingan melakukan pencemaran nama baik.
Kasus bermula saat Saiful mengirimkan pesan via WhatsApp yang isinya kritik terhadap proses penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk dosen di Fakultas Teknik Unsyiah pada 25 Februari 2019. Saiful mengetahui ada salah satu peserta yang dinyatakan lolos padahal salah mengunggah berkas.
Kritik disampaikan Saiful melalui WhatsApp Grup pada Maret 2019 dengan isi sebagai berikut:
"Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!!"
Usai diproses di polisi, Saiful dijadikan tersangka dan kasusnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Banda Aceh. Majelis hakim akhirnya menyatakan Saiful bersalah dan menjatuhkan vonis tiga bulan bui dan denda Rp10 juta atau subsider satu bulan kurungan penjara.