Kasus Haji, KPK Ungkap Alasan Cegah Bos Maktour Travel ke Luar Negeri

- KPK mencegah Fuad Hasan ke luar negeri karena khawatir akan menghilang saat diperiksa.
- KPK juga mencegah eks Menag Yaqut dan mantan stafnya ke luar negeri selama enam bulan ke depan.
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan ada tiga pihak yang dicegah ke luar negeri dalam kasus korupsi kuota haji. Salah satunya adalah bos agen perjalanan haji Maktour Indonesia, Fuad Hasan Masyur.
Plt Deputi Pencegahan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan, mertua Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo itu punya kaitan erat dengan perkara dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama 2023-2024.
"Kalau pencegahan itu bukan juga berarti dia potensial suspect, ya. Tapi orang-orang yang memang menurut kami, penyidik, memiliki kaitan erat dengan perkara yang sedang kita tangani," ujar Asep dikutip, Selasa (12/8/2025).
1. KPK khawatir Fuad Hasan ke luar negeri

Asep mengatakan, KPK khawatir Fuad Hasan ke luar negeri ketika akan diperiksa. Oleh karena itu, pihaknya mencegah Fuad Hasan ke luar negeri.
"Kita juga mengkhawatikan yang bersangkutan itu pada saat kita perlukan untuk diminta keterangan tidak ada di tempat," ujar dia.
2. KPK juga cegah eks Menag Yaqut ke luar negeri

Selain Fuad Hasan, ada dua pihak lain yang dicegah KPK. Mereka adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan mantan staf khusus-nya, Ishfah Abidal Aziz. Pencegahan ini berlaku untuk enam bulan ke depan.
3. Kasus ini diduga rugikan negara Rp1 T lebih

Diketahui, KPK telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum setelah melakukan gelar perkara pada Jumat, 8 Agustus 2025. Meski sudah memulai penyidikan, belum ada sosok yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Adapun pasal yang dikenakan adalah Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Berdasarkan perhitungan sementara internal KPK, diduga kasus ini merugikan negara Rp1 triliun. Namun, hitungan ini belum melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan.