Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kasus Haris Azhar-Fatia, Novel Baswedan: Orde Reformasi Lebih Buruk

Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar ketika berbicara di program siniar dengan Fatia Maulidiyanti (Tangkapan layar YouTube Haris Azhar)
Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar ketika berbicara di program siniar dengan Fatia Maulidiyanti (Tangkapan layar YouTube Haris Azhar)

Jakarta, IDN Times - Mantan penyidik senior di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengkritik langkah penegak hukum yang tetap memproses pelaporan terhadap Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti. Hal ini menandakan Orde Reformasi yang diperjuangkan sejak 1998 lalu pada kenyataannya lebih buruk dibandingkan Orde Lama.

Kritik itu disampaikan Novel dan Bambang Widjojanto untuk merespons proses pelimpahan perkara tahap II laporan terhadap Haris dan Fatia. Keduanya dilaporkan secara langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Pandjaitan lantaran Haris dan Fatia dianggap menyebar hoaks bahwa ia ikut bermain di konsesi tambang di Blok Wabu, Intan Jaya, Papua.

Haris dan Fatia membahas soal dugaan keterlibatan Luhut dalam sebuah program siniar yang tayang di YouTube Haris dengan judul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya! Jenderal BIN Juga Ada!" Luhut kesal dengan tuduhan sepihak itu dan sempat melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia. 

Novel dan Bambang tegas menyebut apa yang menimpa Haris dan Fatia adalah bentuk kriminalisasi terhadap pembela HAM. "Padahal, ketika mereka dalam kapasitas sebagai pembela HAM, mereka dapat menggunakan haknya untuk mengeluarkan pendapat yang sepenuhnya ditujukan kepada unsur kekuasaan untuk kepentingan pelaksanaan pemerintahan yang lebih baik," ungkap Novel dan Bambang di dalam keterangan tertulis dan dikutip pada Selasa, (7/3/2023). 

Menurut keduanya, di masa Orde Lama saat Bung Karno berkuasa, ia tak pernah menggunakan institusi penegakan hukum untuk menghardik dan mengkriminalkan para pengkritiknya. Padahal, kata mereka, di masa itu, kelompok anti Soekarno pernah menyebabkan Bapak Proklamator itu naik pitam lantaran memberi gelar bagi Hartini 'Lonte Agung.' 

"Kala itu, juga beredar luas pernyataan 'satu menteri satu istri' hingga 'setop impor istri'. Semua frasa itu merujuk kepada istri Soekarno berdarah Jepang, Ratna Sari Dewi. Tetapi, fakta sejarah menunjukkan Soekarno tak pernah mengkriminalkan para pengkritiknya," tutur mereka.

Lalu, kapan Haris dan Fatia mulai menjalani persidangan?

1. Fatia dan Haris Azhar dinilai hanya beberkan fakta eksploitasi SDA di Papua

Direktur Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti usai menjalani pemeriksaan di Direktorat Tindak Pidana Khusus Polda Metro Jaya. (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Direktur Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti usai menjalani pemeriksaan di Direktorat Tindak Pidana Khusus Polda Metro Jaya. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Lebih lanjut, kata Novel, apa yang dilakukan oleh Haris dan Fatia melalui program siniar di YouTube hanya untuk membeberkan situasi HAM di Papua. Di sana ditemukan praktik eksploitasi yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan ekstraktif yang memberikan dampak kerusakan di Papua. 

"Pernyataan yang menyebutkan nama 'Lord Luhut' di dalam YouTube Haris Azhar berdasarkan hasil riset. Hal lain yang jauh lebih penting yaitu percakapan di YouTube bahwa atas dasar kepentingan publik, maka harus dibuka seluas-luasnya terkait situasi politik dan dugaan keterlibatan pejabat publik di dalam proses ekstraksi industri di Tanah Air," kata Novel dan Bambang. 

Apalagi, mereka menambahkan, aktivitas ekstraksi itu mengakibatkan banyak pelanggaran HAM di Papua. Salah satu temuan yang dikutip oleh Haris dari riset tersebut adalah adanya rencana untuk mengeksploitasi emas yang berada di Blok Wabu. Rencana tersebut sudah menuai penolakan dari warga setempat karena bertentangan dengan hak kepemilikan ulayat warga. 

Di dalam diskusi itu, Fatia juga menyebut, selain BUMN Mining Industry Indonesia (Mind.id) yang memegang hak konsesi, juga ada PT Freeport Indonesia dan Tobacom Del Mandiri. Perusahaan terakhir yang disebut merupakan anak perusahaan dari Toba Sejahtera Group. 

"Direktur Tobacom Del Mandiri adalah purnawirawan TNI, namanya Paulus Prananto. Saham Toba Sejahtera Group juga dimiliki oleh salah satu pejabat yaitu Luhut Binsar Pandjaitan, Lord Luhut. Jadi, bisa dikatakan Lord Luhut bermain dalam aktivitas pertambangan di Papua," kata Fatia di tayangan video tersebut. 

2. Novel Baswedan dan Bambang Widjajanto desak Kejakti DKI agar setop pengusutan kasus Haris-Fatia

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Lebih lanjut, Novel dan Bambang menilai publik tak ingin perkara Haris dan Fatia terus dilanjutkan. Maka, Kejaksaan Agung diharapkan melakukan tindakan berupa mengesampingkan perkara demi kepentingan. Atau memerintahkan kepada penuntut umum untuk menutup perkara tersebut demi hukum. Kejagung diminta menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2). 

"Pernyataan dan tindakan yang dilakukan oleh Haris dan Fatia tidak dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana. Perbuatan mereka adalah tindakan yang menjadi bagian dari upaya memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," kata Novel dan Bambang. 

Sementara, kasus Haris dan Fatia resmi dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jakarta Timur pada Senin, (6/3/2023). Sebelum dilimpahkan, Haris dan Fatia lebih dulu mendatangi Polda Metro Jaya sekitar pukul 10:35 WIB. Mereka menjalani pemeriksaan kesehatan di Dokkes Polda Metro Jaya. 

"Diperiksa kesehatan mulai dari tensi, kemudian soal antigen. Lalu, juga ditanya soal riwayat kesehatan. Itu saja. Khusus untuk Fatia tadi dicek urine untuk pemeriksaan terkait kehamilan," ungkap tim kuasa hukum, Arif Maulana kepada media di Polda Metro Jaya. 

Meski sudah ditetapkan menjadi tersangka, namun keduanya tidak ditahan oleh pihak kepolisian. 

3. Jaksa justru nyatakan kasus sudah P21 dan siap dilimpahkan ke pengadilan

ANTARA FOTO/Reno Esnir
ANTARA FOTO/Reno Esnir

Sementara, desakan dari kuasa hukum Haris Azhar dan Fatia tidak digubris oleh jaksa.  Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur, Dwi Antoro menegaskan bahwa kasus ini sudah P21. Kasus ini pun segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.

"Perkara ini sudah JPU nyatakan P21. Kalau P21 kami, tim jaksa akan limpahkan ke PN Jaktim," kata Dwi pada Senin kemarin.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Anata Siregar
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us

Latest in News

See More

Profil Shigeru Ishiba, Perdana Menteri Jepang yang Mengundurkan Diri

08 Sep 2025, 23:27 WIBNews