Kronologi Kasus Pemerkosaan Mahasiswi UGM Berakhir Damai

Yogyakarta, IDN Times - Kasus pemerkosaan yang dilakukan mahasiswa Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada (UGM) berinisial HS kepada mahasiswi Fisipol UGM berinisial AN, terjadi saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku, pada 2017, berakhir dengan damai.
Kenapa sampai kasus ini berakhir damai?
1. Dosen pembimbing lakukan pendekatan lebih dari satu tahun

Meski kasus ini bergulir ke ranah hukum pidana, korban AN dari awal tidak ingin kasus yang menimpanya dibawa ke kepolisian. Karena itu, AN menolak divisum dan ingin pelaku HS diberi hukuman kampus UGM.
"Dari awal AN memang tidak ingin kasusnya dibawa ke ranah hukum dan ingin diselesaikan oleh Universitas, sehingga penyelesaian damai ini juga atas keinginan AN," kata Erwan, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM di Yogyakarta, Senin (4/1).
Penyelesaian damai atas kasus yang dihadapi AN, kata Erwan, tak lepas dari pendekatan yang dilakukan melalui dosen pembimbing dan dosen lain yang dekat dengan AN. Proses ini sudah berjalan sejak lebih dari setahun yang lalu.
"Dengan diskusi rutin yang digelar secara berkala di Dekanat, kami akan mengawal kasus ini sampai selesai,” ujar dia.
2. Penyelesaian cara damai jalan terbaik, menurut Dekan Fisipol UGM

Erwan menjelaskan pihaknya sama sekali tidak memaksakan pendapat ke AN. Dari masukan yang diberikan dosen dan beberapa pengacara, AN dengan sukarela serta sadar menghendaki penyelesaian kasus ini secara damai.
"AN yang secara sukarela dan sadar ingin penyelesaian secara damai," kata dia.
Menurut Erwan, pilihan AN untuk menyelesaikan perkara secara damai sejatinya dilakukan atas dasar bahwa inilah yang terbaik baginya. Sebab, sejak awal AN berkeinginan kasus ini diselesaikan secara internal, tapi bila memang AN berkehendak lain, Dekanat Fisipol sepenuhnya mendukung.
“Dalam diskusi, kami terus-menerus membahas jika proses damai ini terlaksana, maka keadilan seperti apakah yang akan didapatkan AN. Kami membutuhkan proses panjang untuk mendapatkan keadilan bagi AN,” kata dia.
Dari proses yang panjang itu, lanjut Erwan, semua yang terlibat mendengarkan dengan seksama sesuai keinginan AN. Hingga akhirnya kesepakatan damai yang ditandatangani kedua pihak dinilai adil.
3. Selama mediasi, AN dan HS didampingi pengacara masing-masing

Erwan menjelaskan saat pembahasan awal kasus ini korban dan pelaku didampingi pengacaranya masing-masing. Saat draf persetujuan sudah disepakati kedua pihak, AN dan HS mencermati bersama isi kesepakatan damai tersebut. Barulah keduanya membubuhkan tanda tangan di atas materai.
“Saya tidak sempat memperhatikan, apakah mereka tadi sempat berbicara atau berkomunikasi dengan cara yang lain,” kata dia.
4. Perdamaian dinilai UGM lebih baik daripada ke ranah hukum

Sementara Dekan Fakultas Teknik Nizam mengatakan penyelesaian kasus pemerkosaan ini secara damai, alih-alih di ranah hukum, adalah kesepakatan yang terbaik.
“Hasil ini seperti yang disepakti oleh seluruh pihak yang adalah keputusan yang khusnul khotimah bagi semuanya,” kata dia.
Menurut Rektor UGM Panut Mulyono, keterlibatan kedua dekan, dosen, dan dosen pembimbing di fakultas masing-masing dalam menyelesaikan persoalan ini, karena mereka dianggap mengetahui lebih jelas psikologis HS dan AN.
“Dekan kami minta untuk mendekati dan diajak bicara dengan hati-hati dengan melihat kemanfaatan dan kemudaratan secara pelan-pelan kasus ini, agar bisa diselesaikan sebaik mungkin,” jelas dia.