Ketika Menteri Suharso Batal Bagi-bagi Sepeda di IMS 2020

Jakarta, IDN Times - Chief Executive Officer (CEO) IDN Media Winston Utomo bersama Chief Operating Officer (COO) IDN Media William Utomo dan Pemimpin Redaksi IDN Times Uni Lubis menyambut langsung kedatangan Suharso. Ketiganya langsung mengulurkan tangan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang tersenyum saat keluar dari kendaraan dinasnya.
Suharso nyaris batal menjadi tamu Indonesia Millennial Summit 2020 dengan tema "Shaping Indonesia's Future" yang berlangsung di The Tribrata, Dharmawangsa, Jakarta Selatan pada 17-18 Januari 2020.
Ketua Umum PPP itu diagendakan menjadi narasumber pada hari pertama pada pukul 16.30 WIB. Namun, karena kesibukan sebagai seorang menteri, ia datang terlambat ke IMS 2020.
Malam sebelum IMS dibuka pada Jumat (17/1) pagi, Suharso mengabarkan pukul 15.00 hingga 16.00 WIB akan ada rapat terbatas di Istana. Ia dipastikan datang terlambat ke IMS 2020.
Meski terlambat, Suharso bisa menjadi pembicara penutup hari pertama IMS 2020 dengan meriah di panggung Visionary Leaders. Dia tiba di The Tribrata sekitar pukul 17.00 WIB.
Usai berjabat tangan, Suharso langsung diantarkan menuju panggung Visionary Leaders, panggung terbesar di antara empat panggung IMS 2020 lainnya. Moderator pun langsung menyambut kedatangan sang menteri. Ruangan masih penuh audiens, yang masih antusiasme hingga sore hari.
Tanpa bertele-tele, Suharso langsung jalan menuju panggung yang telah disediakan. Ia langsung memaparkan materi SDGs atau Sustainable Development Goals, tujuan pembangunan berkelanjutan.
IMS 2020 menghadirkan lebih dari 60 pembicara kompeten di berbagai bidang, dari politik, ekonomi, bisnis, olahraga, budaya, lintas agama, sosial, lingkungan sampai kepemimpinan millennial.
Ajang millennial terbesar di Tanah Air ini dihadiri 6.500 pemimpin millennial. Dalam IMS 2020, IDN Times juga meluncurkan Indonesia Millennial Report 2020 yang melibatkan 5.500 responden di 11 kota di Indonesia. Survei yang dilakukan IDN Research Institute bersama Nielsen ini, bertujuan untuk memahami perilaku sekaligus menepis mitos stereotip di kalangan millennial.
1. Suharso minta maaf datang terlambat karena harus menghadiri rapat terbatas di Istana

Sebelum memulai pidatonya, Suharso meminta maaf lantaran datang terlambat. Dia mengaku tak bisa meninggalkan rapat terbatas bersama Presiden Joko "Jokowi" Widodo di Istana pada Jumat (17/1) sore.
"Saya mohon maaf saya terlambat, karena ada dua ratas yang tidak bisa ditiggalkan. Dan itu seperti biasa, kalau kami menteri tidak pernah tahu kapan itu diadakan. Konfirmasi dengan Ibu Uni Lubis, tapi apa boleh buat, rapatnya juga dimulai dari jam tiga hingga berakhir. Dan biasanya, Jumat itu hari yang kalau sore itu macetnya Jakarta luar biasa," tutur dia.
Suharso melanjutkan pidatonya. Ia menyebut generasi millennial dan gen z saat ini tidak bisa merasakan apa yang dirasakan generasi baby boomers. Seperti generasi yang dialami Suharso saat itu, yang bisa dibilang sebagai saksi sejarah perkembangan teknologi dunia.
"Jadi kami melihat, menyaksikan dari yang belum ada TV, terus TV hitam putih, TV berwarna, sampai kemudian orang tidak mau nonton TV. 'Eh jangan begitu, nanti saya dimarahi sama Umi Uni'," kelakar Suharso.
Suharso kembali melanjutkan pidato soal SDGs. Utamanya mengenai peranan dan posisi pemuda dalam SDGs.
2. Sebanyak 64 juta jiwa penduduk Indonesia pemuda

Suharso mengatakan ada 164 target SDGs. Dari target tersebut yang relevan untuk Indonesia hanya 46 atau 46 SDGs yang belum dikembangkan. Sebanyak 118 masuk dalam RPJMN 2020-2024. Berapakah persentase pemuda Indonesia 2010-2018?
"Sekarang ini satu dari empat penduduk Indonesia adalah pemuda atau sekitar hampir 64 juta jiwa, yaitu 24,15 persen penduduk Indonesia adalah pemuda. Pemuda yang dimaksud di sini usianya antara 16-30 tahun. It's a lot. Saya kira ini termasuk jumlah penduduk Thailand atau 13,14 kali dari penduduk Singapura. Tetapi kalau kita melihat trennya memang itu, dari 2010 sekitar 26,22 persen itu turun ke 24,15 persen," kata dia.
Suharso menyebutkan indeks pembangunan pemuda pada 2017 dan 2018 untuk pendidikan hampir dikatakan sempurna. Perkembangan gender dan diskriminasi juga cukup baik. Partisipasi dan kepemimpinan ada peningkatan. Begitu juga lapangan kerja dan kesempatan kerja juga meningkat.
"Kemudian kesehatan dan kesejahteraannya juga baik," ujar dia.
Domain pendidikan, kata Suharso, menempati tempat tertinggi di tingkat nasional, dengan indeks 63,33 persen. Namun, lapangan pekerjaan menempati peringkat terbawah. Karena meskipun domain gender diskriminasi terendah, tetapi pada 2018 secara proses meningkat.
3. Partisipasi pemuda dalam pendidikan cenderung meningkat

Menurut Suharso, partisipasi pemuda dalam pendidikan cenderung naik. Tingkat partisipasi pemuda dalam pendidikan formal dan nonformal juga meningkat. "Ini kita melihat dari angka 2015 ke 2018 itu 45 atau hampir 46, lalu 47 (persen)," kata dia.
"Kalau kita lihat, di mana saja mereka sebagian besar memang di kota, kemudian laki-laki dan perempuan seimbang, yang bukan disabilitas dan disabilitas, disabilitasnya 24,5 persen. Jadi kita sudah termasuk memberikan kesempatan kepada keluarga besar kita yang kurang beruntung, yaitu mereka dari disabilitas," kata Suharso.
Suharso mengatakan aktivitas kaum muda, menurut Note in Education Empowerment Training (NEET) masih tinggi, terutama perempuan. Jika dilihat di sini, yang masuk dalam NEET, sekitar 15 persen usia 15-19 tahun. Kemudian pada usia 20-24 tahun meningkat 41 persen, dan kemudian menjadi 46 persen pada usia 25-29 tahun.
"Kira-kira mereka menjadi KRT, kepala rumah tangga. Ini mungkin saja seperti ini. Sementara pria sebagai kepala keluarga itu sedikit berkurang meskipun pernah pada usia 20-24 tahun sekitar 19 persen, pada 25-29 hanya 11 persen," kata dia.
"Proporsi kaum muda yang tidak sekolah atau tidak bekerja atau pelatihan atau tidak mengikuti pelatihan di ASEAN, kita lihat di sini Indonesia yang tertinggi yaitu 24,8 persen. Kemudian disusul Thailand 13,81. Malaysia separuhnya Indonesia, 12,28 dan Vietnam hanya 9,3 persen. Ini sumbernya dari ILO (Organisasi Buruh Internasional). Jadi sekarang ini ada sekitar 21,8 persen," lanjut Suharso.
Sehingga, kata dia, usia ideal menikah 21 tahun. Jadi sepertiga penduduk Indonesia adalah remaja. Pada 2018 persentase perempuan yang menikah pada usia 18 tahun 11,2 persen. "Memang ada penurunan 3,5 persen dalam kurun 10 tahun yang 16,7 persen pada 2008."
Kemudian pada 2018 yang berusia 20-24 tahun, yang menikah sebelum 15 tahun sebesar 0,4 persen, menurun satu persen dalam waktu 10 persen. Karena perempuan yang menikah kecenderungan tidak sekolah.
4. Kehadiran inovasi teknologi membuat pemuda lebih memilih telepon genggam

Kehadiran inovasi teknologi, kata Suharso, membuat tujuh dari 10 pemuda Indonesia memilih telepon genggam.
"Saya kira itu benar. Di ruangan ini hampir semuanya punya telepon genggam. Ada gak yang gak punya telepon genggam? Kalau gak punya, saya kasih sepeda. Alhamdulillah, sepedanya pulangkan kembali," gurau sang menteri, menirukan gaya Presiden Jokowi.
Kemudian soal akses internet pemuda, kata Suharso, di Jawa, Kalimantan, dan beberapa kota lain termasuk tertinggi. Sedangkan posisi terendah di Maluku, Papua dan NTT.
"Maluku Utara, Papua, dan NTT sekarang peluang dan tantangan generasi muda Z. Tantangan generasi Z, yang lahir akhir 98/97, 1994-2004. Makin ke sini makin pendek durasinya," kata dia.
5. Indonesia harus memanfaatkan bonus demografi yang tinggal 10 tahun lagi

Optimalisasi bonus demografi, kata Suharso, sering juga disebut bonus demografi. Di mana mayoritas usia muda masuk angkatan kerja, namun itu hanya sampai 2030. Setelah itu, lebih banyak usia dewasa di atas 40 tahun.
"Dan ini menjadi kesempatan untuk kita sampai 2030-an, kira-kira ada 10 tahun bonus demografi harus dimanfaatkan," kata dia.
Suharso menjelaskan bonus demografi akan diikuti struktur penduduk yang fertilitasnya mulai rendah, sehat dan produktif, tenaga kerja terampil, lapangan kerja tumbuh pesat. Model bisnis juga berubah, berubah dari generasi X.
"Modelnya diikuti production line yang sudah berubah. Kalau misalnya dulu pembuatan mobil bisa dengan cara berbaris dan masuk di shop di painting shop terakhir, sekarang kita mau pesan pintu sebelah kiri hijau, sebelah kanan merah, di atas putih, bemper depan biru, bagasi cokelat itu bisa dilakukan. Jadi sudah berbeda sekali produk line, akibatnya permintaan terhadap tenaga kerja juga berubah," kata dia.
6. Bappenas akan menerapkan flexi-work

Bappenas akan menerapkan sistem kerja yang fleksibel. Karena itu, banyak calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang berburu lowongan kerja di kementerian ini.
"Jadi rupanya, kemarin anak-anak muda yang masuk di Bappenas itu hanya sekitar 100-an orang memilih masuk Bappenas, tetapi ketika saya mengatakan kita mau masuk ke flexi-work, apa yang terjadi? 10.000 yang daftar ke Bappenas. Kami di Bappenas sudah sampai perubahan yang seperti itu, co-working space sudah keseharian," ujar Suharso.
Menurut Suharso, Presiden Jokowi sudah melihat sendiri perubahan yang terjadi di Bappenas. Gedung Bappenas seluas 7.000 m2 seperti tidak terpakai. Pegawai Bappenas bisa kirim tugas dari mana saja sepanjang ada internet.
"Jadi sudah tidak menjadi masalah. Jadi kami kasih assignment pada mahasiswa yang sedang sekolah di Jepang atau Amerika, itu bisa kirimkan masuk ke sistem Bappenas. Jadi free schedule dan working sudah berlaku di kami, dan mudah-mudahan menjadi pertama di Indonesia untuk pemerintahan selanjutnya akan dikerjakan di kementerian yang lain," kata dia.
Yang paling penting dalam membangun sebuah lembaga, kata Suharso, adalah mendesain sistem. Karena itu, dia berharap seluruh kementerian di pusat dan daerah bisa menerapkan konsep ini.
"Kemudian kita punya one data one map, setelah itu kita punya gap way. Jadi itu services untuk siapa saja. Nah, itu sedang dalam tahap seperti itu," ujar dia.
7. Suharso memberi pertanyaan soal pemenang nobel, tapi tidak ada audiens yang bisa menjawab

Usai memaparkan mengenai SDGs, Suharso mengajak berdiskusi dengan audiens. Dia membuka pertanyaan tentang peraih penghargaan Nobel Ekonomi 2019, Abhijit Banerjee, dan istrinya, Esther Duflo yang sempat dipaparkan saat pidatonya.
"Peningkatan penduduk adalah kualitas Indonesia yang relatif masih rendah. Ini kaitannya dengan Duflo tadi. Apa yang ditemukan Abhijit dan Duflo sehingga dia bisa mendapatkan hadiah nobel?" tanya Suharso.
Rupanya tak banyak anak muda yang tahu tentang hal itu. Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan Kepala Bappenas.
"Ada yang tahu gak? Kalau ada yang tahu saya kasih sepeda," tanya Suharso.
"Coba aja di Google, belum tentu dapet juga. Hai anak muda, apa?"
Tak lama kemudian, salah satu audiens mengacungkan jarinya.
"Apa yang dia temukan?" kata Suharso.
"Karena mereka berhasil melahirkan pendekatan baru dalam hal pendidikan dan kesehatan untuk memerangi kemiskinan," jawab pemuda itu, sambil membaca telepon genggamnya.
"Salah. Hampir sama," ucap Menteri Bappenas.
"Jadi kedua orang itu, terutama istrinya itu, melakukan penelitian di Indonesia terhadap SD inpres. SD inpres yang mengantarkan Beliau menjadi pemenang nobel," jelas Suharso.
8. Suharso antusias saat mendapatkan pertanyaan tentang pernikahan dini dari audiens

Selain memberikan pertanyaan kepada audiens, Suharso juga membuka kesempatan kepada audiens untuk bertanya. Pertanyaan tersebut datang dari seorang perempuan muda.
"Tadi dalam presentasi dijelaskan mengenai pernikahan dini. Apa kebijakan yang dilakukan Bappenas untuk isu tersebut?" tanya dia, pada Suharso.
Suharso tampak antusias mendapat pertanyaan itu. Ia menjelaskan dengan detail. Pertama, usia dini itu ada hubungannya tidak langsung dengan stunting. "Stunting itu apa sih? Ada yang mengatakan stunting itu kekerdilan. Atau jangan-jangan saya ini hasil stunting juga. Jadi ada mispersepsi dengan cara seperti itu. Tadi memang kata kuncinya adalah 1.000 hari pertama kelahiran."
Suharso pun menjelaskan pencegahan stunting. Menurut dia, 30 bulan sejak terjadi pembuahan sampai anak dilahirkan adalah masa paling penting, dan jika itu gagal, kemungkinan terjadi stunting. Akibat syaraf di otak terganggu, maka perkembangan anak pun terganggu pula.
"Tidak tertolong setelah usia itu," ujar dia.
Jadi usia muda, kata Suharso, atau pernikahan pada usia yang belum matang memang bisa mengakibatkan lahirnya bayi-bayi stunting. Di Indonesia kasus stunting mencapai 30 persen.
"Kita berharap bisa turun ke 23 persen, tapi Bapak Presiden ingin turun sampai 14 persen. Jadi cukup besar sekali sekitar 12 persenan harus diturunkan."
Di kota-kota besar juga, kata Suharso, terjadi kasus stunting seperti di Jakarta dan Bandung. "Surabaya gak ada stunting, jangan dikira di Bandung gak ada stunting. Rata-rata mereka punya stunting di atas 10 persen. Tapi ada daerah juga yang justru serba terbatasnya tapi mereka efisien, tingkat stuntingnya rendah."
Sebenarnya, menurut Suharso, Bappenas melakukan clearing house dari semua perencanaan pembangunan di semua sektor pembangunan di seluruh daerah, dengan melibatkan Kementerian Kesehatan dan kementerian lain. Bappenas membagi intervensi sedemikian rupa, ada intervensi yang bersifat spesifik, ada juga yang sensitif.
"Kalau spesifik itu langsung kepada persoalan. Misalnya, bagaimana mencegah usia remaja di bawah 17 tahun menikah. Contoh, ada undang-undang yang mengatakan di atas 18 tahun baru masuk posisi hukumnya atau setelah menikah. Kita sedang meminta usia nikah perempuan dinaikkan," kata dia.
Setelah berlangsung sekitar 45 menit, Suharso mengakhiri diskusinya tentang SDGs. Hadirin pun memberikan tepuk tangan meriah, sebagai apresiasi kepada Menteri Bappenas.