Kisah dari Perbatasan, Guru Mengajar Lewat Siaran Radio

Jakarta, IDN Times - Mengabdi sebagai guru yang bertugas di daerah perbatasan punya tantangan yang berbeda dari guru-guru pada umumnya di perkotaan. Titis Kartikawati, adalah salah satu dari tenaga pendidik yang ditempatkan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Pada Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2020, Sabtu (2/5), Titis mengisahkan pengalamannya dan para guru SD rekannya yang mengabdi di kabupaten yang tak jauh dari Entikong--titik perbatasan Indonesia dengan Malaysia di tanah Borneo. Tantangan kian bertambah dengan kondisi pandemik COVID-19 yang membuat kelas tidak mungkin dilakukan tatap muka.
1. Susah sinyal tidak membuat ide para guru terhambat

Dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube BNPB Indonesia, Titis bercerita apa saja usaha yang dilakukan para guru di perbatasan untuk tetap dapat mengajar murid dalam kondisi pandemik COVID-19 tanpa melakukan pertemuan tatap muka.
"Tidak semua daerah mempunyai jaringan internet. Banyak sekali blank spot yang tidak bisa mengakses internet. Jadi pembelajaran daring tidak bisa dilaksanakan," kata Titis.
Namun itu tidak menghambat ide para guru di Sanggau. "Kami berkolaborasi dengan RRI Sanggau dan Komunitas Guru Belajar sebagai pengajar mengadakan belajar di RRI selama satu jam," tutur Titis.
2. Tidak wajib mengejar kurikulum

Lewat siaran radio kegiatan mengajar dilakukan dengan suka cita. Mereka tidak diwajibkan mengejar ketertinggalan materi sebagaimana yang ditentukan kurikulum. Para pengajar bergantian mengajar mulai Senin sampai Jumat.
"Semua guru bisa memberi materi sesuai dengan apa yang mereka kuasai," kata Titis. "Tidak harus mengejar kurikulum. Bisa memberi pelajaran sesuai arahan Kemendikbud," kata dia lagi.
3. Keuntungan terapkan mengajar lewat radio

Keuntungan menggunakan siaran di radio sebagai saran pembelajaran ternyata cukup besar. "Pertama, RRI itu bisa menjangkau di semua daerah," kata Titis.
RRI sendiri menjangkau empat kabupaten di sekitar Sanggau, bahkan hingga ke Entikong. Sehingga, masyarakat yang berada di area blank spot internet pun dapat mengikuti pemaparan materi yang disampaikan.
"Irit biaya. Karena tidak perlu mengeluarkan kuota," kata Titis lagi. Pembelian kuota menurut dia menambah beban biaya bagi orang tua murid yang mayoritas bekerja sebagai buruh tani, pekerja sawit, hingga pedagang.
"Kalau pakai internet biayanya memberatkan," tutup Titis.