Kisah Menegangkan Penjual Nasi Uduk Selamat dari Tsunami Anyer

Jakarta, IDN Times - Sejumlah rumah kini rata dengan tanah. Hampir seluruh bangunan luluh-lantak terbawa gelombang besar setinggi hampir empat meter. Yang tersisa tinggal gundukan puing-puing bangunan dan sampah dalam tiga hari pasca-bencana tsunami di pesisir barat Banten.
Kini yang selamat mencoba menghapus trauma dan rasa takut. Mereka mencoba kembali ke rumahnya masing-masing, mencari barang-barang yang mungkin masih bisa diselamatkan.
1. Rumah Sukanah rusak diterjang tsunami

Gundukan lumpur yang hampir mengering bercampur puing bangunan di atas rumah, menjadi sangat asing bagi Sukanah, yang selamat dari terjangan gelombang tsunami yang menimpa tempat tinggalnya di Kampung Cipacung, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Banten.
Barang-barang yang ada di atas tanah seluas 90 meter persegi miliknya pun sebagian sudah raib akibat bencana tsunami Sabtu (22/12).
Namun, Sukanah tetap ikhlas walau harus kehilangan harta bendanya. Sebab, yang terpenting bagi dirinya adalah keluarganya tetap utuh dan masih bisa berkumpul bersama.
"Saya utamakan keselamatan keluarga dahulu. Kami menerima karena ini takdir dari Allah. Ini teguran saja untuk kita agar terus mengingat-Nya. Kami terima dengan ikhlas," kata Sukanah, menahan tangis.
2. Sukanah sedang membuat nasi uduk jualannya saat tsunami menerjang

Sukanah tiba-tiba menghela napas saat hendak menceritakan kronologi tsunami menerjang. Ia terdiam sejenak. Raut mukanya sedikit tegang.
Semalam saat kejadian atau kira-kira tepatnya pukul 21.00 WIB, ibu empat anak itu sedang sibuk mengerjakan rutinitasnya, menanak nasi uduk untuk dijajakan keesokan pagi harinya. Sukanah memang dikenal sebagai penjual nasi uduk di kampungnya.
"Seperti biasa, saya sedang masak nasi uduk untuk besok (Minggu). Anak-anak sudah tidur dan suami saya sedang beristirahat di kamarnya masing-masing," kata perempuan 50 tahun itu dengan mata menerawang.
Hampir setengah jam berlalu, tiba-tiba ada suara benturan keras, Jegerrrr! layaknya mobil yang membentur dinding pemisah jalan dengan pesisir pantai. Yang membuat terkejut, tiba-tiba air tinggi masuk ke dalam rumahnya, menghancurkan apapun yang menghalanginya, termasuk pagar dan pintu.
3. Anak Sukanah sempat terperangkap di dalam kamar

Sontak Sukanah kaget. Ia pun kebingungan, karena melihat air terus meninggi di dalam rumahnya. Ia berteriak membangunkan keluarganya yang sedang bersitirahat.
"Tsunami, tsunami, ada tsunami, Pak! ayo bangunkan anak-anak," teriak dia, saat itu.
Suaminya yang bernama Suherdi serta anak-anaknya pun langsung berlarian ke luar kamar dan segera keluar dari rumah. Nahas, satu dari keempat anaknya ternyata masih terperangkap di dalam kamar.
Saat itu, kamar anaknya sudah terkena puing bangunan dan lemari yang terjatuh sehingga sulit membukanya. Sukanah dan Suherdi berusaha membuka pintu kamar yang sudah terjepit lemari itu, namun mereka tetap kesulitan membukanya.
"Anak perempuan saya sudah panik dan terus berteriak di dalam kamar. Air sudah se-pinggang orang dewasa dan arusnya hidup. itu sempat membuat kami sekeluarga menyerah," kata Sukanah, mengingat kejadian yang menakutkan itu.
4. Sukanah sempat pasrah jika harus kehilangan nyawa

Sukanah beserta keluarganya tak bisa meninggalkan satu anggota keluarganya yang masih terjebak di dalam kamar. Bahkan, ia sudah pasrah jika harus kehilangan nyawa dalam bencana tersebut.
Namun, tiba-tiba keajaiban datang. Air berangsur-angsur turun dan menarik kembali ke laut membuat reruntuhan puing-puing yang menghalangi kamar anaknya pun terbawa arus ke luar. Sukanah dan suaminya pun segera membuka pintu dan membawa anaknya segera ke luar dari kamar.
Sukanah dan Suherdi yang menggendong anak perempuannya yang sempat terjebak serta ketiga anak lainnya, lalu berlari ke luar rumah menyelamatkan diri. Mereka menuju dataran yang lebi tinggi menuju perkampungan yang ada di belakang rumahnya.
Usai memastikan selamat, Sukanah tak henti-henti mengucapkan syukur karena masih diselamatkan dari bencana besar tersebut. Terlebih, setelah tiga hari mengikuti perkembangan informasi, banyak korban jiwa berjatuhan.
"Saya dan keluarga masih beruntung, lihat wisatawan banyak meninggal karena tsunami ini. di Villa Retno di sebelah itu ada beberapa meninggal dan hilang," ucap Sukanah sambil menyeka air mata di pipinya.
5. Sukanah dan keluarga mencoba bangkit setelah terkena bencana

Sukanah tak menyangka keputusannya beserta suaminya untuk tak meninggalkan satu anaknya, ternyata bisa menyelamatkan mereka semua dari tsunami.
Kini, ia bersama keluarga mencoba kembali bangkit dan menata hidupnya. Ia akan berusaha melawan rasa takutnya serta berkeinginan tetap tinggal di pesisir Pantai Anyer.
"Sejauh ini kami masih trauma, tapi kami mau tetap di sini. Intinya kami berserah diri saja. Namun juga kami harus lebih waspada dan hati-hati karena tahu risikonya," ujar perempuan berhijab itu.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis data korban dan kerusakan hingga Selasa (25/12), jumlah korban tsunami 429 orang meninggal dunia, 1.485 luka-luka, dan 154 dinyatakan hilang. Kemungkinan jumlah korban akan terus bertambah karena tim evakuasi masih melakukan penyisiran.
BNPB sendiri menetapkan masa tanggap darurat bencana di Banten selama 14 hari, terhitung sejak 22 Desember hingga 4 Januari 2019. Sementara, untuk wilayah Lampung Selatan hanya tujuh hari ke depan.