Klarifikasi Timses soal Sembako Gambar RIDO: Dibagikan Saat Kampanye

- Sekretaris Tim Pemenangan RIDO membantah aksi bagi-bagi sembako dengan wajah paslon di video, menyebutnya tidak mungkin dilakukan pada masa kampanye.
- Tim RIDO menduga praktik kecurangan lainnya seperti surat suara yang sudah dicoblos dan undangan memilih yang dibeli oleh oknum.
- Basri Baco menegaskan bahwa hanya KPUD yang berhak mengumumkan hasil penghitungan suara, menanggapi deklarasi kemenangan sepihak dari paslon Pramono Anung-Rano Karno.
Jakarta, IDN Times - Sekretaris Tim Pemenangan Ridwan Kamil-Suswono, Basri Baco mengklarifikasi video yang menggambarkan aksi bagi-bagi sembako dengan wajah paslon yang dijuluki RIDO itu. Ia mengatakan sembako dengan kantong wajah RIDO didistribusikan kepada calon pemilih pada masa kampanye.
"Gak mungkin, maaf, segoblok itu lah. Sebodoh-bodohnya orang kalau mau bagi sembako ya gak mungkin di minggu tenang. Gak mungkin pakai sembako yang ada logonya," ujar Basri ketika memberikan keterangan pers di Gedung DPD Partai Golkar pada Kamis malam (28/11/2024).
"Itu kan logika aja, gitu kan? Gak mungkin lah (sembako dibagikan di minggu tenang)," katanya.
Pernyataan itu disampaikan untuk merespons banyaknya laporan warganet di media sosial yang membagikan dokumentasi sembako dengan gambar RIDO. Mereka berbondong-bondong membagikan dokumentasi tersebut lantaran tim pemenangan RIDO membuat sayembara bagi warga Jakarta.
Ketentuan di dalam sayembara itu warga diminta melaporkan ke tim pemenangan atau Bawaslu soal dugaan tindak kecurangan yang dilakukan oleh paslon lain. Meski tidak menyebut nomor urut paslon, namun tim RIDO diduga kuat menduga paslon Pramono Anung-Rano Karno yang melakukan kecurangan di Pilkada Jakarta.
1. Tim RIDO dapat informasi undangan memilih bisa dibeli

Lebih lanjut, Basri mengatakan pihaknya sudah mendapatkan laporan modus kecurangan. Salah satunya surat suara yang sudah dicoblos. Modus dugaan kecurangan lainnya yang berhasil ditemukan yakni undangan memilih yang dibeli.
"Undangan itu ditebus atau diambil oleh beberapa oknum. Mereka keliling-keliling ke warga (untuk menebus undangan memilih). Lalu, warga dibayar Rp50 ribu," ujar Basri.
Alhasil, warga memilih tidak berangkat ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Menurut Basri, dugaan mereka, praktik tersebut dilakukan secara massif.
"Makanya pada pilkada kemarin, partisipasi masyarakatnya tuh rendah sekali," imbuhny.
Selain itu, kata Basri, ada pula laporan dugaan praktik uang dan pembagian sembako.
2. Timses RIDO ingatkan hanya KPUD yang berhak umumkan hasil resmi

Di forum itu, Basri Baco menegaskan hanya Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) lah yang berhak untuk mengumumkan hasil penghitungan suara di Pilkada Jakarta. Bukan pasangan calon yang berhak menyampaikan itu kepada publik.
Pernyataan itu disampaikan Basri menanggapi deklarasi kemenangan sepihak yang disampaikan oleh Pramono Anung-Rano Karno. Keduanya mengklaim sudah berhasil mengantongi 50,07 persen suara di Pilkada Jakarta 2024.
"Jadi, yang berhak menyampaikan secara resmi adalah KPUD, bukan paslon. Jadi, mari bersabar menunggu itu. Hari ini proses penghitungan sudah mulai dilakukan di kecamatan dan rencananya akan berlangsung selama enam hari," ujar Basri.
Ia mengatakan paslon yang dijuluki RIDO itu juga memiliki tim khusus, termasuk yang ahli di bidang teknologi informasi (TI). Baik RIDO maupun Pramono-Rano sama-sama memiliki data.
"Namun, kalau hasilnya berbeda, itu hal yang wajar terjadi. Karena semua juga ada margin error atau human error," tutur politisi dari Partai Golkar itu.
3. Timses RIDO ingatkan real count atau quick count bukan hasil resmi

Meski mengklaim Pilkada bakal berlangsung dua putaran, namun Basri tidak memaparkan berapa jumlah suara yang diperoleh RIDO berdasarkan penghitungan di internal mereka. Basri hanya menyebut berdasarkan data 100 persen yang dihitung, Pilkada di Jakarta akan berlangsung dua putaran.
"Alhamdulilah, berdasarkan 100 persen data yang kami hitung, Pilkada DKI Jakarta bakal berlangsung dua putaran," katanya.
Basri juga menggaris bawahi hitung cepat atau penghitungan di lapangan bukan perangkat resmi penghitungan suara. Sebab, menurutnya masih ada potensi kesalahan.
"Misalnya salah input, salah data, keliru terkait dokumen dan lain-lain," tutur dia.
Padahal, sebelumnya, justru timses RIDO kencang menggaungkan Pilkada Jakarta bakal berlangsung hanya satu putaran.