Koalisi Sipil: TNI Abaikan Konstitusi dalam Kasus Ferry Irwandi

- Koalisi mengecam TNI yang mengkriminalisasi pegiat media sosial dan CEO Malaka Project, Ferry Irwandi
- Timbul kesan penggunaan kekuatan negara untuk menekan kebebasan sipil
- Lembaga pemerintah tak bisa adukan pasal pencemaran nama baik, berpotensi mengaburkan batas tugas militer dengan ranah sipil
Jakarta, IDN Times – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam keras langkah TNI yang dinilai berupaya mengkriminalisasi pegiat media sosial dan CEO Malaka Project, Ferry Irwandi. Koalisi juga menyoroti aksi teror terhadap pembela HAM sekaligus Direktur Imparsial, Ardi Manto, berupa perusakan mobil, pencurian dokumen, hingga peretasan siber.
Koalisi menyebut tindakan yang dialami Ferry dan Ardi adalah ancaman serius terhadap kebebasan berekspresi dan ruang sipil yang semakin menyempit, bagi mereka yang kritis terhadap pemerintah maupun kekuasaan.
“Langkah para petinggi TNI mendatangi Markas Polda Metro Jaya pada Senin kemarin (8 September 2025) untuk berkonsultasi melaporkan Ferry Irwandi merupakan ancaman kriminalisasi dan bentuk intimidasi,” tulis koalisi, dalam siaran persnya, dikutip Rabu (10/9/2025).
1. Timbulnya kesan penggunaan kekuatan negara untuk menekan kebebasan sipil

Kehadiran sejumlah pejabat tinggi militer, yakni Komandan Pusat Polisi Militer, Kepala Pusat Penerangan, dan Komandan Satuan Siber, menurut koalisi menimbulkan kesan penggunaan kekuatan negara untuk menekan kebebasan sipil. Tuduhan kepada Ferry Irwandi pun disebut tidak pernah dijelaskan secara rinci.
“Ironisnya, tuduhan terhadap Ferry sama sekali tidak dijelaskan pihak TNI secara rinci, selain menyebut pernyataan yang pernah dia lontarkan mengenai algoritma internet. Bahkan, Ferry sendiri mengaku tidak tahu letak dugaan tindak pidana yang dituduhkan,” tegas Koalisi.
2. Lembaga pemerintah, institusi, dan korporasi tak bisa adukan pasal pencemaran nama baik

Belakangan, Polda Metro Jaya mengungkapkan rencana laporan terhadap Ferry terkait dugaan pencemaran nama baik. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 105/PUU-XXII/2024, menegaskan lembaga pemerintah, institusi, dan korporasi tidak dapat mengadukan pasal pencemaran nama baik.
“Artinya, jika laporan ini diteruskan terjadi pembangkangan konstitusi yang dilakukan oleh institusi TNI,” demikian bunyi pernyataan koalisi.
3. Berpotensi mengaburkan batas antara tugas militer dengan ranah sipil

Koalisi menilai ancaman kriminalisasi terhadap Ferry Irwandi berpotensi mengaburkan batas antara tugas militer dengan ranah sipil.
“Tugas pokok TNI adalah menjaga pertahanan negara dengan memerangi musuh, bukan memerangi warga yang menyampaikan kritik atau analisis di ruang publik,” kata koalisi.
Koalisi juga menyinggung keterlibatan Satuan Siber TNI yang disebut menyalahi UU TNI. Dalam UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan TNI, peran militer di bidang siber hanya dalam konteks pertahanan menghadapi perang, bukan mengurusi urusan politik dalam negeri.
“Pelibatan TNI dalam pertahanan siber tidak pernah dimaksudkan untuk urusan politik dalam negeri, apalagi memata-matai warga negaranya sendiri. Keterlibatan TNI dalam urusan internal dalam negeri hingga memata-matai warga negaranya, adalah bentuk nyata pengaburan batas antara urusan dalam negeri dan urusan pertahanan, yang mana mengancam demokrasi,” tegas koalisi.
4. Minta Polda Metro Jaya tidak menindaklanjuti maksud kriminalisasi Ferry Irwandi

Selain kasus Ferry Irwandi, koalisi juga menyoroti teror terhadap Ardi Manto. Mobil milik Direktur Imparsial itu dirusak, dokumen pribadinya dicuri, dan akun komunikasinya diretas. Koalisi menilai serangan ini berkaitan erat dengan kiprah Ardi yang kritis menolak revisi UU TNI dan kembalinya dwifungsi militer.
“Koalisi memandang bahwa ini merupakan aksi teror yang ditujukan kepada Ardi, karena kerja-kerjanya membela HAM,” tegas mereka.
Dalam tuntutannya, koalisi meminta Polda Metro Jaya tidak menindaklanjuti kunjungan petinggi TNI yang bermaksud mengkriminalisasi Ferry. Selain itu, Panglima TNI, Menteri Pertahanan, dan Komisi I DPR diminta mengevaluasi langkah perwira tinggi TNI.
“Polda Metro Jaya harus segera mengusut tuntas perusakan mobil milik Direktur Imparsial, Ardi Manto, karena merupakan bentuk teror terhadap warga negara,” tulis koalisi.
Koalisi juga mendesak pembebasan seluruh pembela HAM yang ditangkap dengan pasal-pasal penghasutan maupun UU ITE, terkait demonstrasi akhir Agustus lalu, serta meminta pengusutan dugaan keterlibatan TNI dalam kerusuhan.