Komnas HAM Dorong Desa Sagara Tak Dijadikan Area Pemusnahan Amunisi

- Komnas HAM mendorong Panglima TNI menutup permanen area pemusnahan amunisi di Desa Sagara, Garut, karena masuk ke lahan konservasi.
- Area pemusnahan amunisi milik BKSDA Garut dan terbukti merusak rumah warga serta menimbulkan rasa takut pada anak-anak.
- Pemusnahan amunisi yang dilakukan TNI AD menyebabkan kerusakan pada rumah warga dan getaran hingga radius 2-3 kilometer.
Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk mempertimbangkan menutup permanen area pemusnahan amunisi yang biasa digunakan di Desa Sagara, Kabupaten Garut. Sebab, selama ini area yang digunakan untuk pemusnahan amunisi masuk ke dalam lahan konservasi lingkungan.
Area pemusnahan amunisi itu juga diketahui milik Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Garut. TNI Angkatan Darat (AD) selama ini diketahui meminjam lahan punya BKSDA untuk memusnahkan amunisi.
Itu merupakan salah satu rekomendasi yang disampaikan oleh Komnas HAM, usai melakukan penyelidikan terhadap peristiwa maut yang telah menewaskan 13 orang pada 12 Mei 2025 lalu.
"Komnas HAM merekomendasikan Panglima TNI untuk mempertimbangkan menutup secara permanen lokasi kegiatan pemusnahan amunisi di lahan konservasi di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut," ujar Komisioner Komnas HAM bidang pemantauan dan penyelidikan, Uli Parulian Sihombing di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Jumat (23/5/2025).
Ia turun ke Kabupaten Garut pada 15-17 Mei 2025 dan meminta keterangan kepada sejumlah instansi terkait, saksi dan keluarga korban. Selain itu, kata Uli, Komnas HAM juga memanggil Kepala Pusat Peralatan Angkatan Darat (Puspalad) dan jajarannya ke kantor pada 21 Mei 2025 lalu.
Rekomendasi lainnya bagi Panglima TNI yakni agar dilakukan langkah evaluatif secara keseluruhan terkait pemilihan lokasi kegiatan pemusnahan amunisi kedaluwarsa. Komnas HAM menyarankan agar lokasi pemusnahan amunisi tidak membahayakan keselamatan warga sipil di daerah tersebut maupun keseimbangan lingkungan hidup.
"Dampak lainnya yang dirasakan oleh warga, yakni sebagian anak mengalami rasa takut setiap mendengar dentuman dan getaran dampak dari pemusnahan amunisi apkir tersebut," tutur dia.
1. Sebagian kaca di rumah warga pecah akibat getaran amunisi yang dimusnahkan

Lebih lanjut, Komnas HAM menemukan fakta titik pemusnahan amunisi sangat dekat dengan pemukiman warga sipil. Itu sebabnya, setiap kali dilakukan pemusnahan amunisi menimbulkan getaran hingga radius 2-3 kilometer.
"Sehingga, menyebabkan kerusakan pada jendela rumah terutama yang terbuat dari unsur kaca," ujar Uli.
Aktivitas pemusnahan amunisi yang berlangsung pada pertengahan Mei lalu sesungguhnya dilakukan dalam dua gelombang. Pemusnahan gelombang pertama dilakukan pada periode 17 April 2025 hingga 5 Mei 2025. Sedangkan, pemusnahan gelombang kedua dilakukan pada 29 April 2025 hingga 15 Mei 2025.
"Dalam kegiatan pemusnahan gelombang pertama saja sudah menyebabkan kerusakan pada dua rumah dan satu kubah masjid. Sedangkan, di pemusnahan gelombang kedua, terjadi kerusakan jendela kaca milik enam rumah warga," katanya.
Ia menambahkan biasanya TNI AD langsung mengganti kerusakan rumah warga yang terdampak dari aktivitas rutin pemusnahan amunisi.
2. TNI diminta tak lagi libatkan warga sipil dalam aktivitas pemusnahan amunisi

Uli juga mendorong Jenderal Agus untuk melakukan langkah evaluatif secara menyeluruh dan memastikan tidak lagi melibatkan warga sipil dalam aktivitas TNI yang berisiko tinggi, termasuk pemusnahan amunisi. Jenderal bintang empat itu diharapkan juga menjamin pemulihan dalam jangka panjang bagi keluarga korban baik secara fisik, psikis maupun sosial-ekonomi.
"Komnas HAM juga mendorong agar dilakukan berbagai upaya pencegahan dini untuk menjamin peristiwa serupa tidak berulang kali di kemudian hari," kata Uli.
Sementara, hasil investigasi peristiwa ledakan di Garut diharapkan bisa disampaikan oleh TNI AD kepada publik. "Ini sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas," tutur dia.
Komnas HAM juga mengimbau masyarakat agar tidak terlibat di dalam kegiatan militer yang berisiko tinggi terhadap keselamatan diri tanpa adanya keahlian khusus yang tersertifikasi dan jaminan perlindungan diri. "Masyarakat agar tidak terlibat terkait aktivitas yang berhubungan dengan alutsista militer," imbuhnya.
3. Pemprov Jawa Barat diimbau mengupayakan lapangan pekerjaan alternatif bagi warga

Komnas HAM juga memberikan rekomendasi bagi Pemprov Jawa Barat. Mereka mendorong agar Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengupayakan lapangan pekerjaan alternatif kepada masyarakat sekitar di sektor lain sesuai dengan potensi daerah. Mayoritas warga di Desa Sagara memiliki mata pencaharian sebagai petani dan buruh kebun.
"Kami juga merekomendasikan agar Pemprov Jabar memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat sekitar di lokasi pemusnahan amunis mengenai bahaya keterlibatan warga sipil dalam kegiatan berbahaya tersebut," kata Uli.
Komnas HAM turut mendorong Pemprov Jabar memberikan jaminan terkait pemulihan terutama terkait kebutuhan trauma healing bagi istri dan anak-anak korban. "Pemprov Jabar diharapkan bisa memberikan jaminan pemulihan berkelanjutan bagi keluarga korban, terutama pemberian program-program pemberdayaan secara ekonomi bagi istri dan anak-anak korban," tutur dia.