Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komnas HAM: Pembubaran Diskusi di Kemang Dilakukan Aktor Nonnegara

Acara diskusi Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang diserang oleh massa tak dikenal. (Dokumentasi istimewa)

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akhirnya merilis hasil pemantauan terhadap aksi pembubaran diskusi Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, pada 28 September 2024.

Hasilnya pembubaran diskusi tersebut diduga dilakukan kelompok non-negara (vigilante). Komnas HAM mendapatkan kesimpulan sementara soal dugaan pelaku pembubaran berdasarkan permintaan keterangan kepada para saksi, korban, penyidik Polda Metro Jaya dan Irwasum Polri. 

"Komnas HAM menemukan aksi pembubaran diskusi Forum Tanah Air dilakukan oleh aktor non-negara atau kelompok vigilante," ujar Komisioner Komnas HAM bidang pemantauan dan penyelidikan, Uli Parulian Sihombing dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/11/2024). 

Namun, ketika ditanyakan lebih lanjut siapa yang memberikan instruksi kepada kelompok vigilante untuk membubarkan diskusi, Komnas HAM mengaku belum memperoleh informasi tersebut. Komnas HAM memastikan pembubaran diskusi di hotel tersebut telah melanggar HAM atas hak berpendapat, berekspresi dan berkumpul secara damai.

Acara yang sebelumnya berlangsung secara tertib tiba-tiba menjadi ricuh. Diskusi pun tidak bisa dilanjutkan. 

Sementara, diskusi dihadiri sejumlah tokoh seperti Refly Harun, Marwan Batubara, Said Didu, M. Din Syamsuddin, Rizal Fadhilah hingga Sunarko. Ada pula Tata Kesantra dan Ida N. Kusdianti, Ketua dan Sekjen Forum Tanah Air.

Din menjelaskan diskusi itu semula dilakukan dalam rangka pencarian ide bagi aktivis diaspora yang sedang kembali ke Indonesia. 

1. Komnas HAM minta Polda Metro Jaya lakukan investigasi menyeluruh

Dua tersangka pembubaran diskusi yang dilakukan oleh Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang pada 29 September 2024. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Komnas HAM kemudian memberikan tiga rekomendasi agar diikuti otoritas berwenang, termasuk Polri. Pertama, Uli mengharapkan Polda Metro Jaya melakukan investigasi secara menyeluruh. 

"Pihak-pihak yang terlibat harus ditelusuri. Kemudian, lakukan penegakan hukum sampai diputus di pengadilan secara adil dan transparan," kata Uli. 

Kedua, Komnas HAM mendorong analisis intelijen terkait potensi unjuk rasa, dan dinamika yang mungkin terjadi. "Tujuannya untuk mengantisipasi potensi risiko terhadap segala bentuk kericuhan yang terjadi," tutur dia. 

Ketiga, Komnas HAM berharap otoritas berwenang memastikan keamanan dan dan perlindungan terhadap kelompok masyarakat yang menyalurkan pendapat, dan ekspresi di ruang publik dari kemungkinan di masa depan pelanggaran oleh kelompok vigilante. 

2. Polda Metro Jaya sudah tetapkan lima orang jadi tersangka

Ilustrasi borgol (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara, Polda Metro Jaya telah menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus penyerangan dan pembubaran diskusi Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan. Jumlah tersangka bertambah setelah penangkapan dua orang pada 5 Oktober 2024. 

"Dua tersangka lainnya sudah ditangkap oleh Subdit Jatanras Ditreskrimum PMJ. Jadi, total tersangka yang sudah ditangkap dan ditahan lima orang," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Ade Ary Syam Indradi pada 6 Oktober 2024. 

Dua tersangka baru ini ialah YS (33 tahun), karyawan swasta yang ditangkap di rumah keluarganya kawasan Jakarta Timur. Dia berperan sebagai pengerusakan barang.

Kemudian, tersangka RR (27 tahun). Pria asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ini juga diringkus di rumah keluarganya yang beralamat di Bekasi. RR berperan memukul sekuriti hotel dengan tangan kanan sebanyak satu kali.

Tiga tersangka lainnya adalah MR yang ditangkap pada 1 Oktober 2024 lalu. Dua orang tersangka lainnya ditangkap pascakejadian. Mereka adalah FEK selaku koordinator lapangan dan GW selaku pelaku pengerusakan. 

3. Amnesty International Indonesia sentil Polri yang bersikap diam ketika pembubaran terjadi

Direktur eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid. (IDN Times/Margith Damanik)

Sementara, Amnesty International Indonesia (AII) menyentil sikap Polri yang terlihat diam ketika terjadi pembubaran acara-acara yang dilakukan warga sipil. Pembubaran Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang bukan aksi pertama yang terjadi. Sebelumnya, pada 27 September 2024, sekelompok orang tak dikenal juga mengintimidasi aksi damai Global Climate Strike 2024 yang digelar di Taman Menteng, Jakarta Pusat.

Pembubaran terhadap acara publik juga terjadi di Jawa Tengah. Sekelompok orang merusak tanaman dan merampas spanduk aspirasi milik Petani Pundenrejo. 

Direktur eksekutif AII, Usman Hamid mengatakan sikap polisi dalam aksi-aksi tersebut tidak profesional. "Kepolisian seperti merestui aksi sekelompok orang yang main hakim sendiri. Massa menggunakan cara-cara kekerasan dan menyerang aksi unjuk rasa damai. Padahal, acara berkumpul itu sah dan dilindungi oleh undang-undang," ujar Usman seperti dikutip dari keterangan tertulis pada 30 September 2024. 

Ia menambahkan dalam situasi tersebut, masyarakat justru membutuhkan kehadiran aparat keamanan dan penegak hukum untuk melindungi mereka dari tindakan main hakim sendiri. Namun, yang terlihat di sejumlah dokumentasi, aparat malah membiarkan peristiwa tindak kekerasan itu terjadi. 

"Itu sama artinya dengan merestui perbuatan melanggar hukum. Polisi seharusnya bertugas melindungi warga yang mengekspresikan hak berpendapatnya secara damai. Tapi, sepekan terakhir mengapa polisi terkesan justru melindungi penyerang?" tanyanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us