Kasus 7 Janin di Boks Makanan, Komnas Perempuan Telusuri Alasan Aborsi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kasus penemuan tujuh janin dalam boks makanan di Makassar langsung menggemparkan publik beberapa waktu lalu. Dua tersangka dalam kejadian ini adalah NM (29) dan SP (30). Tersangka perempuan NM diketahui melakukan aborsi sejak 2012 hingga 2017.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengungkapkan dalam kasus ini perlu ditelusuri alasan aborsi. Komnas Perempuan menilai kasus perempuan yang berhadapan dengan hukum tak boleh hanya dilihat dari tindak pidana pengguguran kandungannya semata.
“Tapi harus dilihat latar belakang mengapa itu (aborsi) itu terjadi. Karena bagaimanapun tanpa latar belakang dan struktur sosial yang memenuhi itu tidak terjadi,” ujarnya kepada IDN Times, Kamis (16/6/2022).
1. Perlu melihat latar belakang kasus
NM sebelumnya mengakui dirinya pernah melakukan aborsi dua kali dalam setahun. Saat itu ia dijanjikan nikah oleh SP yang ditangkap di Kalimantan.
Artinya, kata Siti, selama 10 tahun, NM jadi korban ingkar janji nikah. Maka dari itu NM bersedia melakukan hubungan seksual.
"Hal inilah yang secara sosial harus sama-sama diperbaiki agar tidak lagi terjadi ingkar janji kawin ini justru malah menjadikan perempuan menjadi tersangka tindak pidana," katanya.
Baca Juga: Bayi Rewel Saat Cuaca Panas? Coba Lakukan 5 Hal Ini
2. NM tetap mendapat pendampingan konseling
Upaya yang dilakukan Kepolisian menurutnya sudah baik, mulai dari tes DNA, hingga Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar yang memberikan bantuan konseling terhadap NM.
“Korban dari ingkar janji kawin, tetapi jadi pelaku hak-haknya dipenuhi karena untuk pembuktian ada DNA dan di sisi untuk menguatkan posisi perempuan yang berhadapan dengan hukum dia mendapat konseling,” katanya.
3. Ingkar janji nikah sulit tertangani karena belum dianggap sebagai bentuk kekerasan
Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik) Jakarta dalam Catatan Tahunan LBH APIK Jakarta 2021 menjelaskan kasus Kekerasan dalam Pacaran (KDP) ada 33 bentuk kasus ingkar janji menikah yang masuk ke LBH Apik.
Proses hukum kasus KDP masih sulit tertangani karena belum adanya dasar hukum yang mengatur dan melindungi, kemudian kekerasan seksual yang terjadi dianggap suka sama suka. Bukan hanya itu, bujuk rayu, manipulasi, ingkar janji menikah belum dianggap sebagai bentuk kekerasan dan pembuktiannya juga dinilai sulit.
Baca Juga: 5 Fakta di Balik Kelangkaan Formula Bayi di Amerika Serikat