Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Poster Kritik Gibran Berujung Represi, DPR: Aparat Jangan Over Reaction

Screenshot_20250622_194440_Chrome.jpg
Tiga personel Paspampres ketika mengamankan dua mahasiswa yang membentangkan poster ke arah iring-iringan Wapres Gibran Rakabuming Raka. (Dokumentasi PC PMII Blitar)
Intinya sih...
  • Kritik terhadap pejabat tinggi bukan perbuatan kriminal
    • Abdullah menilai penghadangan mahasiswa tidak sesuai konstitusi
    • Mahasiswa punya hak konstitusional untuk bebas menyampaikan pendapat
    • Pengamanan terhadap pejabat tak boleh redam aspirasi publik
      • Aparat harus hadir sebagai pelindung ruang demokrasi
      • Pengamanan jangan dijadikan alasan meredam aspirasi masyarakat secara sewenang-wenang
      • Polisi berdalih area yang dilewati oleh VVIP harus steril
        • Wakapolres Blitar Kota mem

Jakarta, IDN Times - Anggota komisi III DPR RI, Abdullah menyentil sikap aparat keamanan dalam menanggapi aksi damai tiga mahasiswa ketika membentangkan poster saat kunjungan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke Blitar pada 18 Juni 2025 lalu.

Sebelumnya, tiga mahasiswa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu mendapat tindakan represif usai membentangkan poster ketika iring-iringan Gibran lewat. Poster-poster yang dibentangkan itu bertuliskan "omon-omon 19 juta lapangan kerja?"

Abdullah meminta aparat keamanan tidak bereaksi berlebihan atau bertindak represif dalam menghadapi mahasiswa. Apalagi tiga mahasiswa itu tidak memuat unsur kekerasan, ujaran kebencian, atau tindakan yang mengancam keselamatan pejabat negara.

“Penangkapan mahasiswa karena membawa poster bertuliskan pertanyaan atau kritik terhadap Wakil Presiden, apapun narasinya, adalah bentuk reaksi yang berlebihan,” ujar Abdullah di dalam keterangan tertulis dan dikutip pada Minggu (22/6/2025).

Anggota parlemen dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan sikap reaktif aparat yang berlebihan malah dapat menciptakan iklim ketakutan terhadap kebebasan berekspresi di Tanah Air.

"Aparat jangan-lah over reaction, apalagi sampai represif seperti itu dalam menyikapi bentuk aspirasi publik yang dilindungi dalam konstitusi kita," bebernya.

1. Kritik terhadap pejabat tinggi bukan perbuatan kriminal

Ilustrasi kebebasan berbicara yang dibungkam. Sumber:unplash.com/Brian Wangenheim
Ilustrasi kebebasan berbicara yang dibungkam. Sumber:unplash.com/Brian Wangenheim

Lebih lanjut, Abdullah menilai penghadangan terhadap mahasiswa itu tidak sesuai konstitusi. Sebab, warga negara punya hak konstitusional untuk bebas menyampaikan pendapat yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945.

"Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945 menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan menyampaikan pendapat. Aksi mahasiswa yang membentangkan poster kritik terhadap kebijakan publik jelas merupakan ekspresi damai, bukan ancaman keamanan," ujar Abdullah.

Meski akhirnya ketiga mahasiswa itu dibebaskan, Abdullah menilai kritik terhadap pejabat tertinggi bukanlah tindakan kriminal. Itu merupakan bagian dari partisipasi publik yang seharusnya dilindungi.

Legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu pun menilai sikap aparat tersebut tidak dapat dibenarkan secara demokratis.

"Maka tindakan pengamanan yang berujung pada penahanan selama berjam-jam adalah bentuk pembatasan kebebasan sipil yang tidak dapat dibenarkan secara demokratis," tutur dia.

2. Pengamanan terhadap pejabat tak boleh redam aspirasi publik

Ilustrasi kepala daerah terpilih Pilkada 2024. (Dok. IDN Times)
Ilustrasi kepala daerah terpilih Pilkada 2024. (Dok. IDN Times)

Abdullah juga menyoroti tindakan aparat yang membawa mahasiswa ke suatu tempat tertutup selama kurang lebih empat jam tanpa proses hukum dan kejelasan status. Menurut dia, tindakan polisi ini berpotensi melanggar prinsip-prinsip due process of law dan membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang.

"Aparat sebagai perwakilan negara dalam kasus ini, seharusnya hadir sebagai pelindung ruang demokrasi, bukan pengendali narasi tunggal kekuasaan," kata Abdullah.

Ia menambahkan pengamanan terhadap pejabat tinggi negara memang penting. Namun, jangan dijadikan alasan pengamanan untuk meredam aspirasi masyarakat secara sewenang-wenang.

3. Polisi berdalih area yang dilewati oleh VVIP harus steril

Wakil Presiden (Wapres)  Republik Indonesia (RI), Gibran Rakabuming Raka, mengunjungi warga  yang terdampak bencana gempa bumi M 6.0 di kawasan Perumahan Rafflesia Asri, Betungan, Kota Bengkulu, Selasa malam (27/5/2025) (Dok.BNPB)
Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI), Gibran Rakabuming Raka, mengunjungi warga yang terdampak bencana gempa bumi M 6.0 di kawasan Perumahan Rafflesia Asri, Betungan, Kota Bengkulu, Selasa malam (27/5/2025) (Dok.BNPB)

Sementara, Wakapolres Blitar Kota, Kompol Subiyantana, membenarkan adanya penangkapan tiga mahasiswa itu. Menurutnya, ketiga mahasiswa tersebut diklaim hendak menerobos rombongan Gibran.

"Bahwa pada saat ada rombongan Wakil Presiden mau mengarah ke rumah makan Bu Mami tiba-tiba ada tiga orang yang mau menerobos barisan itu. Sehingga dari pengamanan untuk dipinggirkan supaya jangan sampai menerobos rombongan itu," ujar Subiyantana.

Ia menambahkan, tindakan itu merupakan prosedur dalam pengamanan Wakil Presiden RI. Menurutnya, setelah ketiga mahasiswa itu sempat ditangkap, mereka langsung dipulangkan. Tidak ada proses hukum lebih lanjut bagi tiga mahasiswa tersebut.

"Mereka cuma dihalau saja, suruh minggir saja," imbuhnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us