Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mahasiswa Gugat UU BUMN ke MK, Pembahasan Disebut Tertutup dan Kilat

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • LKBHMI Cabang Jakarta Barat mengajukan Permohonan Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025, tentang BUMN ke Mahkamah Konstitusi (MK).
  • Pemohon mendalilkan proses pembentukan UU BUMN tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna dan tidak ada keterbukaan serta transparansi dalam proses tersebut.
  • Proses pembentukan UU BUMN dianggap tidak sesuai dengan asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan DPD RI serta BPK RI tidak dilibatkan dalam proses tersebut.

Jakarta, IDN Times - Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Jakarta Barat mengajukan Permohonan Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025, tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

LKBHMI Cabang Jakarta Barat selaku pemohon diwakili Rizki Hidayat selaku Direktur Eksekutif dan Yoga Prawira selaku Direktur Keuangan. Adapun kuasa hukum dari pemohon adalah Arief Hidayat, Haikal Firzuni, dan Muhammad Dziqirullah.

"Betul, saya dan tim udah register serta penyerahan berkas fisik ke MK untuk permohonan uji formil UU BUMN," ujar Rizki saat dihubungi IDN Times, Kamis (10/4/2025).

1. UU BUMN tidak melibatkan partisipasi publik

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dalam posita permohonan, pemohon mendalilkan proses pembentukan UU BUMN tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation). Mereka juga mempermasalahkan UU BUMN disusun dengan kilat tanpa memperhatikan aspirasi dan masukan publik, sehingga proses pembentukan undang-undang ini dianggap tidak dapat mewakili segenap aspirasi dan kepentigan publik. 

"Mengingat bahwa terdapat banyak ketentuan baru di dalam undang-undang a quo," kata Rizki.

Selain itu, pemohon juga menilai tidak ada keterbukaan dan transparansi dalam proses pembentukan UU BUMN. Pemohon mengaku sudah berulang kali menelusuri bahan-bahan primer untuk mendapatkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), naskah akademik dan draf rancangan undang-undang a quo, baik melalui situs resmi DPR RI, pemerintah, maupun portal berita lainnya, namun tidak dapat diakses dan tidak ditemukan.

Pemohon juga menyebut ada simpang siur pemberitaan atas materi muatan pada saat UU BUMN disusun. Hal tersebut seharusnya tidak terjadi apabila pemerintah dan DPR melibatkan partisipasi publik.

"Undang-undang a quo menjadi sangat penting bagi publik, mengingat berdasarkan pemberitaan pada berbagai media, total nilai valuasi dari undang-undang a quo adalah sebesar Rp16.000 triliun. Dengan nilai valuasi yang sebesar itu, seharusnya pembentuk undang-undang benar-benar memastikan meaningful participation, transparansi dan keterbukaan kepada publik, agar publik dapat memberikan aspirasi dan memperoleh informasi yang valid," tutur Rizki.

Pemohon menegaskan, masyarakat memperoleh informasi merupakan hak konstitusional yang dijamin UUD NRI 1945.

2. Tidak sesuai asas pembentukan peraturan perundang-undangan

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dalil lainnya, pemohon menganggap proses pembentukan UU BUMN tidak sesuai dengan asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahum 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Mereka juga menyoroti DPD RI tidak dilibatkan dalam proses pembentukan UU BUMN. Padahal, DPD memiliki kewenangan konstitusional untuk ikut membahas rancangan undang-undang, yang salah satu adalah berkaitan dengan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, sebagaimana Pasal 22D ayat 2 UUD NRI 1945. 

"Tidak dilibatkannya DPD RI dalam proses pembentukan undang-undang a quo, bukan hanya bermasalah pada aspek prosedural, melainkan juga bertentangan dengan kewenangan konstitusional DPD RI selaku perwakilan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ungkap Rizki.

Selain itu, pemohon juga menyoroti tidak dilibatkannya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) dalam proses pembentukan UU BUMN. Mereka mengaku memahami lembaga tersebut memang bukan pembentuk undang-undang, namun dalam konteks perumusan undang-undang yang berkaitan dengan pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan negara, BPK memiliki kepentingan konstitusional. 

"UU BUMN merupakan undang-undang yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara dan pertanggung jawaban keuangan negara, sebab dalam materi muatan undang-undang a quo, mengatur dan menentukan ketentuan-ketentuan baru dalam kerangka pemeriksaan dan pertanggung jawaban keuangan negara," ucap Rizki.

"Terdapat beberapa pasal yang mengesampingkan kewenangan BPK dalam memeriksa pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh BUMN. Ketentuan tersebut menjadi sangat penting untuk melibatkan dan meminta pertimbangan dari BPK selaku lembaga negara yang memiliki mandatory constitutional dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara," lanjutnya.

3. Petitum permohonan

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (IDN Times/ Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (IDN Times/ Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Pemohon dalam petitumnya meminta agar pelaksanaan UU BUMN ditunda, sebelum putusan akhir dijatuhkan. Selain itu, pemohon meminta MK agar menyatakan UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN itu tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD NRI Tahun 1945.

"Menyatakan undang-undang a quo bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," demikain bunyi petitum dalam permohonan tersebut.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us