Mahfud MD: Nadiem Orang Bersih, tapi Tak Paham Birokrasi

- Nadiem lebih banyak berkantor di hotel, bukan di kantor resmi
- Nadiem tak pernah memberi arahan langsung ke universitas
- Mahfud sebut program Chromebook bermasalah sejak awal dan menyeret Nadiem ke kasus dugaan korupsi
Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menilai, mantan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Makarim adalah sosok yang bersih, tetapi tidak memahami birokrasi dan pemerintahan.
"Menurut saya Nadiem itu adalah orang yang bersih, tetapi tidak paham birokrasi dan pemerintahan," ujarnya di YouTube Mahfud MD Official, dikutip Kamis (11/9/2025).
1. Nadiem lebih banyak berkantor di hotel

Mahfud menilai salah satu tanda ketidaktahuan Nadiem soal birokrasi adalah kebiasaannya jarang hadir di kantor. Ia bahkan mencontohkan ada pejabat tinggi yang kesulitan bertemu Nadiem hingga akhirnya pertemuan dilakukan di sebuah hotel.
“Karena konon ia tak ngantor di kantornya, ditemuinnya di hotel. Berkali-kali di hotel bukan di kantor,” ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, Nadiem lebih sering mengelola kementeriannya dengan pendekatan taktis layaknya bisnis yang pernah ia jalankan, bukan dengan pola kerja birokrasi pemerintahan.
“Padahal birokrasi kan tidak begitu,” ujar Mahfud.
2. Nadiem tak pernah memberi arahan ke universitas

Mahfud juga mengungkap, Nadiem pernah menuai kritik keras dari forum rektor se-Indonesia. Saat pandemik COVID-19, Mahfud menginisiasi pertemuan daring untuk membahas kebijakan pendidikan tinggi, namun para rektor justru mengeluhkan mereka jarang mendapat arahan langsung dari Nadiem.
“‘Selama ini kami enggak pernah mendapat arahan,’” kata Mahfud menirukan pernyataan Rektor Universitas Diponegoro.
Mahfud pun menegur langsung Nadiem, mengingatkan bahwa urusan kebijakan perguruan tinggi adalah tanggung jawab Mendikbud, bukan Menko Polhukam.
3. Mahfud sebut program Chromebook bermasalah sejak awal

Mahfud lantas mengkritisi kebijakan pengadaan laptop Chromebook yang kini menyeret Nadiem ke kasus dugaan korupsi. Bahkan program itu sempat ditolak oleh Mendikbud sebelumnya, Muhadjir Effendy karena Chromebook sempat dipakai di Malaysia,namun akhirnya dihentikan karena tidak efektif.
“Mungkin Kejagung melihat mens rea (niat jahat) di situ,” ujar Mahfud.
Ia menilai, program tersebut tidak sesuai dengan kondisi nyata dunia pendidikan di banyak daerah di Indonesia.
“Di beberapa tempat, anak-anak masih harus menyeberang dengan tali ke sekolah, risikonya nyawa. Masa lalu justru ada kebijakan Chromebook,” kata Mahfud.