Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mahfud Sambut Baik Sikap Rektor UII yang Ogah Dipanggil Profesor

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD ketika memberikan ceramah di Masjid Istiqlal dalam rangka acara Tahun Baru Islam Muharram. (Dokumentasi tim media Mahfud)
Intinya sih...
  • Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, mendukung sikap Rektor UII, Fathul Wahid, yang menolak mencantumkan gelar akademik di dokumen biasa.
  • Profesor abal-abal perlu ditegur secara moral seperti yang dilakukan oleh Fathul. Investigasi Majalah Tempo menemukan politisi dengan gelar guru besar tidak sesuai.
  • Fathul mengeluarkan surat edaran agar pejabat di UII tak perlu mencantumkan gelar akademik selain di ijazah dan transkrip nilai untuk memperkuat atmosfir kolegial.

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menyambut baik sikap yang ditempuh oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid yang ogah mencantumkan gelar akademik di dokumen biasa. Fathul juga ogah disapa oleh kolega dan teman-temannya dengan sebutan 'Prof' yang merupakan kepanjangan dari profesor. 

"Sikap terbuka Pak Fathul Wahid ini bagus sebagai bentuk protes terhadap banyaknya profesor abal-abal sekarang," ujar Mahfud kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Sabtu (20/7/2024). 

Banyaknya profesor abal-abal ini perlu ditegur secara moral seperti yang dilakukan oleh Fathul. Profesor abal-abal ini merujuk kepada hasil liputan investigasi di Majalah Tempo periode 8-14 Juli 2024.

Dari hasil investigasi itu ditemukan sejumlah politisi yang mendapatkan gelar guru besar tidak dengan cara yang benar. Dua politikus yang disebut oleh Majalah Tempo adalah Ketua MPR, Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad. Pangkalan Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi pada pertengahan Juni 2024 lalu mencatat Bambang lulus program master lebih dulu ketimbang sarjana. 

Sementara, Dasco sudah mendapatkan gelar guru besar meski belum lima tahun mengajar sebagai dosen. 

Mahfud mengatakan sikap yang ditunjukkan oleh Fathul Wahid perlu didukung oleh sesama akademisi lainnya. "Kita dukung langkah ini," kata pria yang juga menjadi Guru Besar di Universitas Islam Indonesia (UII) itu. 

1. Mahfud sudah sejak lama tak pakai gelar akademik meski pernah jabat menteri

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (Dokumentasi tim media Mahfud)

Lebih lanjut, Mahfud menyebut sikap yang ditunjukkan oleh Fathul sudah lama ia praktikan. "Surat-surat resmi saya sejak jadi Menhan, DPR sampai vonis-vonis MK tak ada yang menggunakan gelar profesor. Saya memakai gelar prof untuk hal tertentu yang terkait akademik saja, misalnya di surat ujian atau laporan kegiatan mengajar," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

Bila hingga saat ini, masih ada orang yang menyapanya dengan sebutan 'Prof' itu bukan karena permintaannya. "Itu mereka yang menyebut saya sebagai profesor saat berbicara, berpidato atau saat berkirim surat kepada saya," ujarnya. 

Langkah serupa, kata Mahfud, juga pernah ditempuh oleh mantan Ketua PP Muhammadiyah, Ahmad Syafi'i Ma'rif. 

2. Rektor UII keluarkan surat edaran agar tak perlu gunakan gelar akademik di dokumen biasa

Surat edaran dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. (Tangkapan layar X)

Fathul Wahid pada 18 Juli 2024 lalu mengeluarkan surat edaran di UII dengan nomor 2748/Rek/10/SP/VII/2024 dan diteken pada 18 Juli 2024. Isinya ia meminta seluruh pejabat struktural di lingkungan UII tak perlu mencantumkan gelar akademik miliknya selain di dokumen ijazah dan transkrip nilai.

"Dalam rangka menguatkan atmosfir kolegial dalam tata kelola perguruan tinggi, bersama ini disampaikan bahwa korespondensi surat, dokumen, dan produk hukum selain ijazah dan transkrip nilai dan yang setara itu dengan penanda tangan rektor yang selama ini tertulis gelar lengkap 'Prof Fathul Wahid, S.T, M.Sc, Ph.D' agar dituliskan tanpa gelar menjadi Fathul Wahid," demikian isi surat edaran tersebut dan dikutip pada Jumat (19/7/2024). 

Sementara, melalui akun media sosialnya pada 17 Juli lalu, Fathul meminta sahabat dan kolega tidak memanggilnya dengan sebutan 'prof.' Hal itu merupakan upaya desakralisasi jabatan profesor.

"Maka, mulai hari ini mohon panggil saja Fathul, Dik Fathul, Kang Fathul, Mas Fathul atau Pak Fathul. Insyaallah akan lebih menenteramkan dan membahagiakan," kata Fathul dikutip dari akun media sosial Facebook. 

 

3. Fathul sebut gelar akademik terkait tanggung jawab

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Ketika dikonfirmasi, Fathul menyebut, surat edaran tersebut valid. Ia membuat surat edaran itu karena gelar akademik tersebut terkait dengan jabatan akademik. Langkah itu sudah ia lakukan sejak awal diangkat sebagai profesor. 

"Karena kami kan menganggap itu (gelar profesor) terkait dengan jabatan akademik. Intinya yang lebih punya tanggung jawab daripada berkah. Kira-kira begitu kan? Artinya, itu kan tanggung jawab moralnya yang jadi sangat penting. Itu tidak relevan untuk dicantumkan di dalam dokumen-dokumen, termasuk kartu nama," kata Fathul pada Jumat kemarin.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Dwifantya Aquina
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us