Masih Mandek, RUU PPRT Didesak Segera Disahkan Pemerintah

- Pemerintah didesak untuk segera mengesahkan RUU PPRT yang sudah mandek selama 21 tahun.
- RUU PPRT masuk dalam Prolegnas 2025-2029 dan diharapkan disahkan untuk perlindungan hukum bagi lebih dari empat juta PRT di Indonesia.
Jakarta, IDN Times - Pemerintah didesak segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang sudah sangat lama mandek.
Desakan itu disampaikan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Komisi Nasional Disabilitas (KND).
"Perlindungan bagi pekerja di sektor informal masih sangat kurang, termasuk bagi pekerja rumah tangga yang mayoritasnya perempuan. Hingga saat ini kekerasan terhadap PRT terus terjadi dalam berbagai bentuk kekerasan dan penyiksaan yang paling kejam," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy, dikutip Jumat (14/2/2025).
1. Sudah 21 tahun tapi masih mandek

Pengesahan RUU PPRT masih tertunda setelah 21 tahun diperjuangkan sejak 2004. Berbagai upaya, seperti lobi ke DPR dan pendekatan ke masyarakat sipil, terus dilakukan.
Pada peringatan Hari PRT Nasional 2025, harapan lebih dari empat juta PRT kembali menguat agar RUU ini segera disahkan menjadi undang-undang mengingat urgensi perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga di Indonesia.
2. Kekerasan terhadap PRT masih terjadi

Komnas Perempuan mengapresiasi masuknya RUU PPRT dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029. Hal ini sejalan dengan rekomendasi yang mereka sampaikan dalam RDPU Baleg DPR RI pada 28 Oktober 2024.
Komnas Perempuan berharap pemerintahan Prabowo Subianto memberi dukungan yang sama kuat seperti sebelumnya untuk mempercepat pengesahan RUU PPRT.
Keberpihakan pada RUU ini dinilai sebagai komitmen terhadap keadilan sosial dan hak asasi manusia. Komnas Perempuan mencatat, hingga 2024 kasus kekerasan terhadap PRT masih terjadi. Termasuk kasus tragis PRT yang ditemukan gantung diri setelah dituduh mencuri oleh majikannya.
"Bukan hanya kasus penyiksaan PRT yang mengarah pada femisida, terdapat pula kasus PRT yang mengalami kekerasan berlapis, yakni korban TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) lewat perekrutan, mengalami kekerasan seksual dan delayed in justice agar kasus diupayakan selesai dengan mekanisme restorative justice,” kata dia.
3. PRT sebagai kelompok rentan

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, menegaskan, Komnas HAM memberi perhatian pada kelompok rentan dan marginal yang berpotensi mengalami pelanggaran HAM, termasuk PRT.
Komnas HAM menerima pengaduan terkait pelanggaran hak PRT, seperti gaji tidak dibayar, hilang kontak, kekerasan, perdagangan orang, dan kekerasan seksual.
Hak atas pekerjaan adalah hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28D Ayat 2 UUD 1945. Negara wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi hak ini tanpa diskriminasi. Pada 2024, Komnas HAM menyusun Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Hak atas Pekerjaan Layak yang menegaskan PRT sebagai kelompok rentan.
Pasalnya, mereka sering dikecualikan dari UU Ketenagakerjaan karena hubungan kerja dianggap kekeluargaan sehingga sulit mendapatkan perlindungan hukum, kesejahteraan, serta akses layanan negara.