Menko Mahfud: Tak Ada Kata Damai bagi Pelaku Tindak Perdagangan Orang

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menegaskan tidak akan ada penerapan restorative justice (JR) bagi tersangka pelaku tindak perdagangan manusia. Isu Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kini sedang menjadi perhatian khusus saat KTT ke-42 ASEAN yang digelar di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Kejahatan TPPO itu adalah kejahatan serius yang tidak bisa didamaikan. Pelakunya harus dihukum," ungkap Mahfud usai memimpin pertemuan ASEAN Political and Security Council (APSC) di Labuan Bajo dan dikutip dari keterangan tertulis pada Selasa (9/5/2023).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut Indonesia menyatakan perang terhadap TPPO. Sehingga, tidak ada lagi perdamaian antara korban dengan pelaku. Mahfud pun turut berbicara mengenai Nusa Tenggara Timur (NTT), lokasi banyaknya warga yang jadi korban TPPO.
"NTT ini daerah yang paling banyak Tindak Pidana Perdagangan Orang-nya. Menurut catatan, setiap tahun, ada saja warga NTT yang pulang dari luar negeri sudah menjadi mayat karena diperjualbelikan sebagai budak oleh mafia perdagangan ini," katanya.
Pernyataan Mahfud itu langsung ditindak lanjuti oleh Polri. Pada hari ini, Polri menetapkan dua orang sebagai tersangka untuk kasus TPPO 20 WNI di Myanmar.
Apa peran dari kedua tersangka?
1. Tersangka memberangkatkan korban untuk dieksploitasi jadi operator online scamming

Menurut keterangan Kepala Divisi Humas, Irjen (Pol) Sandi Nugroho dua tersangka yakni AT dan AD, status hukumnya naik lantaran keterangan dari 9 saksi. AT dan AD ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan beberapa alat bukti seperti paspor dan surat jalan CV.
"Dokumen itu digunakan untuk mengelabui petugas imigrasi agar para korban aman dan bisa melewati imigrasi Indonesia," ungkap Sandi dalam keterangan tertulis yang dikutip pada hari ini.
Dua tersangka bertugas untuk memberangkatkan para korban dengan tujuan dieksploitasi di Myanmar. Para korban diminta menipu secara daring dengan target warga negara Amerika Serikat dan Kanada.
"Selanjutnya, untuk pendalaman tentang tersangka yang ada di antara korban, sementara ini belum memenuhi unsur TPPO. Namun, pendalaman tentang jaringan Thailand dan Myanmar masih terus kami upayakan," tutur dia.
2. 20 WNI telah berhasil dibebaskan dari Myanmar

Sementara, 20 WNI yang sempat disekap di Myanmar akhirnya berhasil dibebaskan pada 6 Mei 2023 lalu. Ke-20 WNI itu diseberangkan dari Myawaddy, Myanmar dan kini berada dalam perlindungan KBRI Bangkok, Thailand.
"Secara umum terlihat mereka dalam kondisi sehat," kata Sandi.
Sandi menjelaskan, KBRI Bangkok telah menerima informasi dari KBRI Yangon dan GASO terkait penyeberangan 16 WNI, melalui bantuan Border Guard Forces (BGF) Myanmar.
Para WNI itu, kata Sandi, tidak langsung dipulangkan ke Tanah Air. Tim Polri kini melakukan pendalaman.
"Tim Mabes Polri terdiri dari personel Hubinter dan Bareskrim sudah terbang ke Bangkok untuk mendalami peristiwa yang terjadi. Kami berkoordinasi dengan instansi terkait untuk pemulangan mereka," ujarnya.
3. 20 WNI korban TPPO mengaku disekap dan disiksa saat berada di Myanmar

Sebelumnya, 20 WNI menjadi korban TPPO. Mereka diiming-imingi bekerja dengan gaji tinggi di Thailand. Namun, malah berakhir diseberangkan ke lokasi konflik di Myanmar.
Selama berada di Myanmar, para korban disiksa, diperbudak dan diperjualbelikan. Para korban kemudian merekam video dan mengunggahnya di media sosial. Mereka memohon agar pemerintah segera menjemput dan memulangkan ke Tanah Air.