Meutya Hafid Bentuk Tim Evaluasi untuk Benahi Tata Kelola Pusat Data

- Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mendukung Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dalam membongkar kasus korupsi proyek PDNS.
- Kedua mantan pejabat tinggi di Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan dan Bambang Dwi Anggono, telah diberhentikan dari tugasnya.
- Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi PDNS yang merugikan negara ratusan miliar.
Jakarta, IDN Times - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, mendukung penuh upaya hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dalam membongkar dugaan kasus korupsi pada proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).
Kasus rasuah itu turut melibatkan dua mantan pejabat tinggi di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika - nama institusi sebelum berganti menjadi Kemkomdigi. Kedua mantan pejabat itu yakni Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan periode 2016-2024 Semuel Abrijani Pangerapan, dan Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah periode 2019- 2023 Bambang Dwi Anggono.
Bahkan, kata Meutya, pihaknya akan membentuk tim evaluasi internal untuk melakukan pembenahan menyeluruh. "Kementerian mendukung penuh proses hukum. Kami segera membentuk tim evaluasi internal untuk melakukan pembenahan menyeluruh terkait tata kelola proyek pusat data," ujar Meutya dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (23/5/2025).
Ia memastikan, kedua mantan pegawai itu telah diberhentikan dari tugasnya. Sehingga proses hukum bisa berjalan tanpa hambatan.
"Kami telah memberhentikan keduanya dari tugas dan fungsinya untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan," katanya.
1. Komdigi pastikan semua anggaran digunakan untuk kepentingan publik

Lebih lanjut, kata Menteri dari Partai Golkar itu, komitmen terhadap kedaulatan digital nasional tidak boleh terganggu oleh adanya kasus dugaan rasuah Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Ia justru ingin memastikan semua anggaran yang bersumber dari APBN digunakan untuk kepentingan publik. Di mana, prinsip integritas akan dijadikan pondasi utama.
"Peristiwa ini menjadi pengingat penting bahwa kelembagaan digital harus dibangun di atas integritas. Kami jadikan ini momen untuk memperkuat sistem pengawasan internal, memperbaiki prosedur dan menegakkan akuntabilitas di seluruh lini," kata Meutya.
"Reformasi tata kelola digital adalah keharusan, bukan pilihan," imbuhnya.
2. Negara diduga dirugikan ratusan miliar dari korupsi PDNS

Sementara, Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat mengungkap perbuatan para tersangka dugaan kasus korupsi PDNS telah merugikan negara hingga ratusan miliar. Pihak kejaksaan hingga saat ini masih menunggu penghitungan kerugian negara resmi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Perhitungan sementara yang dilakukan oleh penyidik diperoleh angka ratusan miliar (kerugian keuangan negara)," ujar Kepala Kejaksaaan Negeri Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra ketika memberikan keterangan pers, Kamis (22/5/2025).
Pihaknya akan segera menyampaikan ke publik setelah penghitungan kerugian selesai. Safrianto menambahkan, kerugian negara bisa saja bertambah dari penghitungan sementara saat ini.
"Bisa saja perhitungan sementara penyidik sesuai dengan perhitungan BPKP, bisa saja bertambah, bahkan bisa saja total loss," imbuhnya.
3. Kajari Jakarta Pusat tetapkan lima tersangka dalam dugaan kasus korupsi PDNS

Sementara, saat ini Kajari Jakarta Pusat telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan rasuah PDNS yaitu:
- Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan periode 2016-2024; Semuel Abrijani Pangerapan
- Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah periode 2019- 2023; Bambang Dwi Anggono
- Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang/jasa dan pengelolaan PDNS Kominfo 2020-2024; Nova Zanda
- Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta 2014-2023 Alfie Asman
- Account Manager PT Docotel Teknologi 2017-2021 Pini Panggar Agusti (PPA).
Safrianto menjelaskan, awalnya Perpres 95/2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik mengamanatkan pembentukan Pusat Data Nasional (PDN) untuk mengelola data terintegrasi secara mandiri dan sebagai infrastruktur SPBE Nasional. Namun tersangka Semuel, Bambang, dan Alfi malah bermufakat membuat PDNS.
"Awalnya mula PDNS itu setelah ditertibkan Keppres tersangka SAP bersama dengan tersangka BDA, AA lakukan permufakatan jahat," kata dia ketika memberikan keterangan pers.
Ketiganya lalu sengaja membentuk PDNS yang tidak diatur dalam Perpres. Mereka merancangnya dengan membuat dokumen sedemikian rupa, lalu meminta Nova Zanda agar digunakan menjadi dokumen lelang.