Pemuka Lintas Agama Desak DPR RI Segera Sahkan RUU PPRT

Jakarta, IDN Times - Pemuka lintas agama mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Koalisi masyarakat sipil dan pemuka lintas agama khawatir RUU ini akan akan diperjuangkan kembali dari awal lagi di masa pemerintahan yang baru, yang artinya memulai semua prosesnya dari nol.
Wakil Ketua PBNU, Alissa Wahid mengatakan UU PPRT harus disahkan untuk memberikan perlindungan kepada kelompok paling lemah dalam masyarakat. Menurut dia, sebagai bangsa Indonesia harus menunjukkan keberpihakan pada kelompok yang paling lemah dalam berbangsa dan bernegara.
Alissa mengatakan UU PPRT ini adalah ini adalah satu indikator negara membangun kemaslahatan bersama, tujuannya adalah membangun kemaslahatan bersama bukan untuk PRT saja tapi untuk mebangun bangsa. Dia mengatakan dalam Islam ada perlindungan hak dasar termasuk hak hidup, hak untuk beragama dan hak atas materi dan hak harkat baik sebagai manusia.
“Inilah yang kalau kita lihat dalam isu RUU PPRT itu semuanya terkait dengan hak-hak dasar tersebut,” kata Alisa dalam konferensi pers daring, Selasa (19/3/2024).
1. Manusia adalah gambar dan rupa Allah

Sementara, Ketua Umum PGI, Pendeta Gomar Gultom, mengatakan perlakuan tidak adil terhadap pekerja rumah tangga (PRT) menggambarkan bagaimana manusia seharusnya tak bersikap jahat pada sesama. Karena dalam persekutuan gereja-gereja, manusia adalah gambar dan rupa Allah.
“Kami di persekutuan gereja-gereja di Indonesia ikut merasa tersakiti dengan keadaan ini, karena dalam perspektif Kristen dalam pemahaman umat Kristen dalam pemahaman gereja manusia itu dipahami sebagai gambar Allah. Martabatnya itu gambar Allah,” kata dia.
Dia menekankan perlunya menghormati martabat manusia dan meminta parlemen segera membahas RUU PPRT. Dia menyarankan agar RUU ini segera disahkan menjadi UU, mengingat kemungkinan kesulitan dalam pembahasan oleh anggota DPR yang baru di masa mendatang.
“Oleh karenanya martabatnya harus dihormati harus dihargai, ada keyakinan dan penghargaan yang dipercayai seperti itu tetapi dalam prakteknya tetap saja memperlakukan sesama manusia tidak adil," ujarnya.
“Saya mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mendorong parlemen, sesegera mungkin menjadikan membahas RUU ini, menjadikannya UU. Saya rasa kalau dalam periode DPR yang sekarang ini gak tembus khawatir periode yang akan datang ini sulit karena akan dimulai dari awal oleh anggota DPR yang baru dengan agenda yang baru dengan harapan-harapan baru," kata Gomar.
2. Imam Besar Masjid bahas perjuangan holistik angkat martabat perempuan

Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar mengakui bahwa keterpilihan dalam DPR saat ini tidak sesuai dengan apa yang jadi semangat kesetaraan, yang mana kuota perempuan di DPR sepanjang sejarah Indonesia itu belum pernah terwujud.
“Perjuangan holistik untuk mengangkat martabat perempuan di Indonesia masih sangat panjang," katanya.
Dia berharap Indonesia bisa jadi contoh yang benar-benar sangat menghargai perempuan dan serta lahirnya produk-produk yang bisa meningkatkan harkat martabat perempuan.
"Mari menjadikan Indonesia sebagai objek studi banding bagi negara-negara manapun yang ingin melakukan pemberdayaan perempuan," ujarnya.
3. Gereja Katolik soroti perlakukan tak adil PRT

Sementara Sekretaris Komisi KPP KWI, Pater Martin Jemarut Pr, menyatakan kekhawatiran gereja Katolik Indonesia terhadap perlakuan tidak adil terhadap pekerja rumah tangga (PRT). Gereja mengakui bahwa banyak saudara kita yang menggantungkan hidup pada pekerjaan rumah tangga sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga. Namun, mereka rentan terhadap diskriminasi, kesewenang-wenangan, dan minimnya jaminan sosial. Gereja menegaskan bahwa setiap individu memiliki martabat yang harus dihormati, dan ini merupakan kewajiban moral dan sosial bagi semua pihak.
"Gereja Katolik Indonesia mendesak DPR dalam konteks politik yang berorientasi pada kesejahteraan dalam konteks moralitas politik yang berorientasi pada penghargaan harkat dan martabat manusia, mendesak supaya RUU PRT segera disahkan supaya menjadi sebuah UU,” katanya.
Para tokoh lintas iman mengajak masyarakat untuk melakukan doa bersama atau tadarusan mulai malam ini, 19 Maret 2024 jam 19.00 WIB di rumah masing-masing, dan dilanjutkan tadarusan atau doa bersama pada 21 Maret 2024 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta