Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pengamat: Pertemuan Prabowo-Megawati untuk Penjajakan Power Sharing

IDN Times/Irfan Fathurohman

Jakarta, IDN Times - Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin memaknai pertemuan Prabowo Subianto dengan Megawati Soekarnoputri adalah bagian dari usaha membangun rekonsiliasi, pasca-Pilpres 2019.

“Membangun konstruksi rekonsiliasi tidak sekadar pertemuan Prabowo-Jokowi. Itu tidak cukup. Tapi bagaimana Prabowo dan Gerindra bisa diterima partai-partai koalisi Jokowi,” kata Ujang kepada IDN Times, Kamis (25/7).

Lalu mengapa Prabowo yang mengunjungi Megawati?

1. Megawati adalah tokoh senior di partai koalisi Jokowi

Ilustrasi pasangan Prabowo Subianto-Puan Maharani (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Ujang menilai sikap Prabowo yang mengunjungi Megawati di kediamannya adalah tindakan yang paling tepat. Komunikasi politik yang dibangun juga cukup apik.

“Memang sudah benar ketika Prabowo menyambangi Megawati, karena itu bagian dari jalan atau kunci untuk meneruskan rekonsiliasi yang sedang dibangun,” kata dia.

“Megawati sebagai ketua umum PDIP, sebagai pemenang pemilu, sebagai tokoh senior di dalam koalisi Jokowi,” Ujang menegaskan.

2. Megawati sebagai tuan rumah di koalisi Jokowi

IDN Times/Irfan Fathurohman

Ujang mengatakan Megawati adalah tokoh politik yang bisa dibilang sebagai tuan rumah sekarang ini, dan memegang kendali untuk kursi eksekutif serta legislatif, berkat kemenangan PDIP pada Pemilu 2019.

“Ini penjajakan power sharing, karena bisa jadi pembahasannya soal rekonsiliasi dan ujung-ujungnya power sharing. Pembagian kekuasaan dari koalisi Jokowi ke Gerindra. Baik di eksekutif ataupun legislatif. Baru isi pertemuannya pembagian kursi tadi,” kata dia.

Ketika pertemuan Megawati dan Prabowo terjadi, menurut Ujang, rekonsiliasi akan mendapat lampu hijau dari PDIP.

3. Efek buruk pada demokrasi di Indonesia jika Gerindra merapat ke Jokowi

Doc. IDN Times

Menebak dari kehangatan pertemuan antara Prabowo dengan Megawati, Ujang menyebut, Megawati telah memberi sinyal lampu hijau untuk Gerindra, untuk bergabung ke Koalisi Indonesia Kerja. Namun apakah baik untuk demokrasi yang sehat?

“Kurang baik untuk proses check and balence, kita butuh pemerintah yang kuat, tapi harus ada oposisi yang tangguh untuk mengontrol pemerintah. Sulit kalau hanya PKS saja,” kata dia.

Merujuk pada tesis Lord Acton: Power tends to corrupt. But absolute power corrupt absolutely, Ujang menyebutkan, kekuasaan sering disalahgunaan akibat lemahnya check and balence.

“Ini akan merusak. Ketika koalisinya dominan, maka bisa disalahgunakan. Ketika Gerindra masuk, oposisi akan lemah,” kata Ujang.

4. Bagaimana cara menyikapi Gerindra bagi partai Koalisi Indonesia Kerja?

IDN Times/Irfan Fathurohman

Sementara, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyebut ada tiga poin penting yang harus diperhatikan Koalisi Indonesia Kerja untuk memperlakukan Gerindra.

Pertama, apakah nanti secara ekstrem memutuskan Gerindra tetap berada di luar pemerintahan dan tidak mendapat kursi jabatan apapun dari pemerintahan Jokowi. Kedua, merangkul Gerindra dan memberikan kursi menteri kabinet.

"Atau ketiga menggunakan opsi lunak, yakni Gerindra dirangkul tapi seperti tidak dirangkul, misalnya dikasih kursi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)," kata Adi ketika dihubungi, Kamis (25/7).

Kendati, kecenderungan Gerindra untuk merapatkan barisan ke Jokowi disinyalir tidak direstui empat partai politik (PKB, PPP, Golkar, dan Nasdem) anggota Koalisi Indonesia Kerja. Mereka beralasan ketersediaan gerbong koalisi sudah terlalu banyak, sehingga tidak memerlukan lagi penambahan anggota baru koalisi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us