Penghuni Asrama Papua Sempat Keluarkan Parang, Begini Pembelaannya

Surabaya, IDN Times - Penghuni asrama Papua merasa tidak terima atas penyerbuan pihak kepolisian di asrama mahasiswa pada Rabu (15/8) petang. Menurut Habibus dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang menjadi kuasa hukum para mahasiswa Papua ini, tindakan kepolisian terlalu berlebihan dalam melakukan operasi.
Ia menyebut bahwa apa yang dilakukan penghuni asrama, termasuk mengeluarkan senjata tajam adalah aksi spontan. Mereka melakukan hal tersebut sebagai respons kedatangan polisi.
1. Parang dikeluarkan secara reflek

Habibus menerangkan bahwa aparat kepolisian awalnya datang untuk melaksanakan operasi yustisi. Namun kedatangan dengan jumlah yang besar membuat penghuni asrama takut dan khawatir. Akhirnya ada salah satu orang yang mengeluarkan parang secara reflek. "Tapi tidak sampai diayunkan, cuma dipegang saja," terangnya.
2. Adanya sajam membuat kepolisian tersulut

Melihat adanya senjata tajam, pihak kepolisian pun meminta benda tersebut. Habibus mengatakan bahwa mahasiswa itu memang berniat untuk menyerahkan parang kepada polisi. Namun polisi menginginkan penyerahan secara resmi dengan penandatangan berita acara sedangkan mahasiswa tersebut tidak dapat menunjukkan KTP. "Akhirnya yang lain tidak ada yang berani menyerahkan. Itu yang membuat kepolisian marah," lanjut Habibus.
3. Tindakan kepolisian dianggap berlebihan

Parang yang diayunkan saat malam tadi berbeda dengan parang yang digunakan untuk melukai salah seorang anggota ormas saat kericuhan pada siang harinya. Saat ini parang telah diserahkan kepihak polrestabes Surabaya.
Habibus menganggap bahwa tindakan kepolisian yang menyerbu hingga mengangkut penghuni asrama tersebut berlebihan. "Kalau mau operasi yustisi saja tidak perlu kan sampai bawa sebanyak ini," dalihnya.