Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Penyebar Deepfake Presiden dan Menkeu Tawarkan Bantuan Ditangkap

Mabes Polri ungkap kasus video deepfake Presiden Prabowo dan Menkeu Sri Mulyani (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Jakarta, IDN Times - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap seorang berinisial JS, 25 tahun, atas dugaan tindak pidana penipuan dengan video deepfake. Dalam kasus ini, tersangka menyebarkan video deepfake Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulayani.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, menjelaskan JS menyebarkan informasi hoaks soal bantuan Presiden dan Menkeu.

“Hal ini dilakukan agar tampak seolah-olah mereka menyampaikan pernyataan bahwa pemerintah menawarkan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan,” ungkap Himawan, Jumat (7/2/2025).

1. Pelaku membuat dan mengunggah video deepfake

Mabes Polri ungkap kasus video deepfake Presiden Prabowo dan Menkeu Sri Mulyani (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Himawan menjelaskan, JS mendapat video tersebut dengan cara mendownload unggahan dari akun Instagram milik orang lain. Tersangka mencari video dengan menggunakan kata kunci "Prabowo give away".

“Setelah mendapatkan video tersebut, tersangka kemudian mengunggahnya ke akun Instagram @indoberbagi2025 dengan jumlah pengikut sebanyak 9.399,” kata dia.

2. Korban diminta membayar administrasi

Mabes Polri ungkap kasus video deepfake Presiden Prabowo dan Menkeu Sri Mulyani (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Tersangka JS menggunakan modus operandi menyebarkan konten berupa video deepfake, yang menampilkan pejabat negara dan sejumlah publik figur ternama di Indonesia.

Kemudian, video deepfake ditambahkan caption dan nomor telepon agar menarik masyarakat yang tertarik mendapatkan bantuan pendanaan.

Masyarakat yang tertarik harus membayar biaya administrasi untuk proses pencairan dana. Padahal, program tersebut tidak pernah dikeluarkan pemerintah.

3. Total 100 korban penipuan bantuan

ilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Kepada penyidik, tersangka JS mengaku melakukan hal itu sejak 2024, dan sudah menerima keuntungan Rp65 juta. Total korban dari perbuatan JS telah mencapai sekitar 100 orang.

“Para korban berasal dari 20 provinsi, dengan jumlah korban terbanyak berasal dari Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Papua,” ungkap dia.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 51 Ayat (1) Jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektornik dan Pasal 378 KUHPidana.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irfan Fathurohman
EditorIrfan Fathurohman
Follow Us