Penyidik KPK Jadi Saksi Sidang, Kubu Hasto Kristiyanto Protes

- Persidangan korupsi dan perintangan penyidikan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dilanjutkan.
- Kuasa hukum Hasto memprotes kehadiran mantan Penyidik KPK sebagai saksi, namun Jaksa KPK menegaskan mereka adalah saksi fakta.
- Hakim mencatat keberatan kuasa hukum terkait saksi yang dihadirkan Jaksa, namun tetap memberikan kesempatan jaksa membuktikan dakwaan.
Jakarta, IDN Times - Persidangan dugaan korupsi dan perintangan penyidikan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto kembali dilanjutkan. Sejumlah saksi dihadirkan dalam persidangan ini.
Saksi-saksi tersebut di antaranya mantan Penyidik KPK Rossa Purbo Bekti, Rizka Anungnata, dan Arif Budi Raharjo. Kehadiran ketiga saksi itu diprotes kubu Hasto.
"Yang mulia sebelum dilakukan permintaan identitas eh ketiga saksi kedudukan saksi ini sebagai saksi apa? karena mereka adalah penyidik. Kalau mereka akan menjadi verbal lisan keterangan mana yang akan mereka bantah? menurut hemat kami ini sangat tidak tepat mereka menjadi saksi dalam perkara ini," ujar kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2025).
Maqdir menuturkan jika penyidik KPK menjadi saksi, maka keterangannya berdasarkan pendengaran dari orang lain saja atau testimonium de auditu.
"Jadi menurut hemat kami, kami keberatan karena kami ini tidak diatur sedemikian rupa di dalam kuhap. kami tidak ingin persidangan kita ini melanggar ketentuan-ketentuan dalam KUHAP," ujarnya.
1. Jaksa KPK tegaskan Penyidik KPK adalah saksi fakta

Merespons protes, Jaksa KPK menegaskan Rossa Purbo Bekti merupakan saksi fakta. Sebab, Hasto juga didakwa melanggar Pasal 21 terkait perintangan penyidikan.
"Perlu kami sampaikan ketiga orang ini adalah saksi fakta karena dalam dakwaan kami kota mendakwakan pasal 21 sehingga perlu kami hadirkan di persidangan saksi yang merupakan penyidik di perkara harun masiku dan juga penyelidik di pada waktu peristiwa OTT untuk menjelaskan fakta kejadian pada waktu itu dan juga fakta terintanginya atau terhalanginya penyidikan perkara Harun Masiku," ujar Jaksa.
2. Hakim catat keberatan kubu Hasto

Kuasa Hukum Hasto, Ronny Talapessy meminta Majelis Hakim mencatat keberatan pihaknya terkait saksi hari ini. Mereka merasa keberatan dengan saksi yang dihadirkan Jaksa.
"Jadi menurut kami ini masukan saja yang mulia mohon dicatat, tidak perlu hadirnya penyidik ini ini kan sebenarnya penyidik ini sudah diwakili oleh berkas-berkas yang mereka periksa, bukti-bukti yang mereka periksa," jelasnya.
Merespons keberatan kubu Hasto, Hakim mengatakan akan mencatatnya. Namun, ia meminta penasihat hukum memberikan kesempatan jaksa membuktikan dakwaan.
"Kami memahami permintaan penasihat hukum terdakwa dan kami catat keberatan saudara. Karena ini proees pembuktian ya kita beri kesempatan kita uji dulu keterangan saksi, alat bukti semuanya. Dan hakim pun kita belum tahu kok substansi apa yang akan disampaikan nanti. Nanti kita simpulkan masing-masing dalam pleidoi, tuntutan dan putusan," ujar Hakim.
3. Hasto didakwa rintangi penyidikan dan suap

Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto didakwa telah melakukan perintangan penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus eks caleg PDIP Harun Masiku.
Pertama, Hasto diduga memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel agar tidak terlacak usai KPK menangkap Wahyu Setiawan. Kedua, Hasto meminta ajudannya, Kusnadi, merendam ponsel milik Sekjen PDIP itu saat diperiksa di KPK pada Juni 2024.
Selain itu, ia juga didakwa turut serta menyuap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Suap senilai Rp600 juta itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 Harun Masiku.
Hasto didakwa telah melanggar Pasal 5 atau Pasal 13 serta Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Kourpsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.