Pergub Poligami DKI, Amnesty: Bentuk Diskriminatif pada Perempuan

- Pergub Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 viral karena mengizinkan poligami bagi ASN Pemprov Jakarta.
- Poligami bertentangan dengan prinsip kesetaraan gender dan HAM internasional yang telah diratifikasi Indonesia.
- Usman Hamid menekankan perlunya revisi aturan untuk mendorong kesetaraan gender dan perlindungan HAM di lingkungan ASN.
Jakarta, IDN Times - Peraturan Gubernur (Pergub) Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian belakangan viral. Salah satunya adalah soal aturan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov Jakarta boleh poligami.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menjelaskan, poligami bertentangan dengan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
"Kedua perjanjian HAM internasional tersebut menegaskan, poligami merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan karena menciptakan ketidaksetaraan dalam relasi pernikahan," kata dia dalam keterangannya, dikutip Selasa (21/1/2025).
1. Pergub itu bertentangan dengan prinsip kesetaraan gender dan HAM

Usman menjelaskan, Pergub itu bertentangan dengan prinsip-prinsip kesetaraan gender dan hak asasi manusia yang telah dijamin oleh peraturan nasional dan internasional. Komite HAM Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertugas mengawasi pelaksanaan ICCPR menegaskan, poligami harus dihapuskan karena praktik tersebut merendahkan martabat perempuan dan melanggar prinsip kesetaraan dalam pernikahan.
"Ketimbang membuat aturan yang diskriminatif terhadap perempuan, ada baiknya Penjabat Gubernur Jakarta maupun pemerintah secara umum membuat aturan yang memberikan akses yang setara bagi perempuan dalam hal mengajukan perceraian dan mendapatkan hak asuh anak," katanya.
2. Banyak kasus perempuan sulit akses pengajuan perceraian

Usman mengungkapkan, dalam banyak kasus, akses yang sulit bagi perempuan dalam mengajukan perceraian membuat perempuan terjebak dalam lingkaran kekerasan rumah tangga yang berkepanjangan.
Pasal 3 ICCPR memerintahkan negara yang meratifikasi Kovensi tersebut untuk memastikan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang setara, dan poligami bertentangan dengan prinsip tersebut karena bersifat diskriminatif terhadap perempuan.
3. Penjabat Gubernur Jakarta harus utamakan kebijakan yang sesuai HAM

Selain itu, dalam Pasal 5(a) CEDAW juga memerintahkan negara untuk menghapus segala bentuk praktik yang menunjukan inferioritas dan/atau superioritas antara laki-laki dan perempuan, atau peran stereotip laki-laki dan perempuan.
"Pj Gubernur harus merevisi aturan tersebut dan memastikan bahwa kebijakan itu tidak melanggar hak-hak ataupun mendiskriminasi perempuan. Penjabat Gubernur Jakarta harus mengutamakan kebijakan yang mendorong kesetaraan gender dan perlindungan HAM di lingkungan ASN," katanya.