Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perkawinan Anak Marak di Aceh, KemenPPPA Perkuat Strategi Pencegahan

Ilustrasi - Sejumlah siswi menunjukkan poster kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. Indonesia menjadi negara dengan tingkat perkawinan anak tertinggi ke-7 di dunia. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Jakarta, IDN Times - Perkawinan anak masih marak terjadi di Indonesia. Bahkan pemerintah menempatkan penurunan perkawinan anak sebagai salah satu indikator pencapaian SDGs pada tujuan kelima terkait kesetaraan gender. Perkawinan anak juga menjadi salah satu isu prioritas dari lima arahan presiden kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).

Nyatanya saat ini perkawinan anak juga mengalami peningkatan signifikan selama masa pandemik COVID-19.

"Laporan Tahunan Mahkamah Agung (MA) menyebutkan ada 63.231 perkara dispensasi kawin yang diproses pada 2020 dari 64.196 perkara yang diajukan. Sementara itu, data KemenPPPA 2019 menyebutkan proporsi perempuan umur 20-24 tahun yang berstatus kawin sebelum umur 18 tahun mencapai angka 10,82 persen,” kata Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan KemenPPPA, Rohika Kurniadi Sari, dalam keterangannya, Kamis (13/4/2023).

"Besar kemungkinan di masyarakat, jumlah perkawinan anak yang tidak melewati proses dispensasi kawin jauh lebih banyak," sambung dia.

Dalam pelaksanaanya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan KemenPPPA menyusun Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA). Ini mencakup optimalisasi kapasitas anak, lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, aksesibilitas dan perluasan layanan, penguatan regulasi dan kelembagaan, dan penguatan koordinasi dan pemangku kepentingan.

1. Angka tertinggi perkawinan anak di Aceh berada di Kabupaten Aceh Barat Daya

ilustrasi pernikahan (IDN Times/Mardya Shakti)

Kasus perkawinan anak masih banyak terjadi di Aceh meski masih berada di bawah angka nasional, namun pergerakannya naik cukup signifikan. Angka perkawinan anak di Aceh 2019 mencapai 6,59 persen, meningkat dari 2018 yang berada pada 5,29 persen menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020.

Sementara itu, Profil Anak Aceh 2017 (DP3A Aceh) menyebutkan persentase umur perkawinan terkait dengan usia anak dengan angka tertinggi berada di Kabupaten Aceh Barat Daya (39,39 persen), Singkil (36,39 persen), Aceh Timur (35,35 persen), Pidie Jaya (36,23 persen) dan Aceh Jaya (36,14 persen).

Mahkamah Syar’iyah Aceh menyebutkan permohonan dispensasi kawin yang disetujui berjumlah 75 perkara pada 2018, 198 pada 2019, 879 pada 2021 dan 750 pada 2022.

2. Perkawinan anak jadi faktor kematian bayi, ibu dan balita hingga berdampak stunting

Ilustrasi penimbangan berat badan bayi di Posyandu. (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Dari data ini, kata Rohika, terlihat praktik perkawinan anak masih marak terjadi dan berpotesi mengurangi kualitas kesejahteraan mendatang, karena perkawinan anak menjadi pintu masuk bagi anak, terutama anak perempuan pada kerentanan baru.

Perkawinan anak diperkirakan menjadi faktor penyebab masalah kematian bayi (AKB), kematian balita (AKABA), kematian ibu (AKI), balita gizi buruk dan stunting, yang masih menjadi persoalan serius di Aceh hingga saat ini.

"Perkawinan anak juga diperkirakan menyebabkan gangguan kesehatan reproduksi dan mental, peningkatan angka kemiskinan dan kekerasan lainnya, termasuk hidup terlantar pasca-perceraian yang menjadi jalan keluar bagi sebagian korban untuk menghentikan kekerasan dalam rumah tangga, baik terkait dengan kesehatan reproduksi dan mental, mengalami kekerasan dalam tumah tangga, perceraian, hidup terlantar dan berada dalam kemiskinan,” ujar Rohika.

3. Dibutuhkan aksi bersama lintas sektor yang tersistem tangani isu perkawinan anak

Tangkapan layar Asdep Pemenuhan Hak Anak dalam Pengasuhan dan Lingkungan (PPPA) Rohika Kurniadi Sari dalam diskusi yang bertajuk Daddy Wishes: My Daughter To Become A Future Leader, di Jakarta, Jumat (12/11/21) (IDN Times/Annisa Dewi Lestari)

Rohika mengatakan mengingat isu perkawinan anak adalah multisektor, maka dibutuhkan aksi bersama lintas sektor yang tersistem, terintegrasi, dan terukur di tahap pencegahan, penanganan, dan pemulihan atau pemberdayaan.

Karena itu, untuk memahami arah kebijakan nasional sebagai acuan advokasi di tingkat daerah, Dinas Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh bersama Bappeda Aceh dengan dukungan Program Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ2) dan Inklusi, menyelenggarakan kegiatan seminar dan workshop Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) di Aceh pada 11-13 April 2023.

“Seminar dan workshop ini dilaksanakan dengan tujuan mendiseminasikan Stranas PPA sebagai bagian dari arah pembangunan nasional untuk pemenuhan dan perlindungan hak anak di Aceh, memetakan permasalahan dan tantangan, serta peluang untuk penanganan dan pencegahan perkawinan anak di Aceh,” kata Rohika.

"Serta menyusun rekomendasi strategis advokasi bersama di tingkat Aceh upaya pencegahan dan penanganan perkawinan anak dalam upaya mempercepat perwujudan Aceh Layak Anak," sambungnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
Rochmanudin Wijaya
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us