Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Petinggi KPK yang Dipecat Ancam Perang dan Somasi Kepala BKN, Ada Apa?

Ilustrasi gedung Merah Putih KPK (www.instagram.com/@official.kpk)

Jakarta, IDN Times - Mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (PJKAKI KPK) Sujanarko menyatakan perang dan melayangkan somasi kepada Kepala Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Bima Haria Wibisana.

Dia menjadi salah satu sosok yang tak lolos tes wawasan kebangsaan dalam rangka alih status menjadi Aparatur Sipil Negara dan mendapat cap merah yang artinya tak bisa dibina lagi.

"Apa bedanya saya dengan pasukan sparatis? sampaikan ini ke Bima untuk bisa menjawab itu. Apa argumentasinya? Saya sedang berpikir untuk lakukan somasi terhadap Bima Arya," ujar Sujanarko dalam keterangan yang dikutip Jumat (28/5/2021).

1. Kepala BKN ditantang buktikan kebenaran hasil tes

www.bkn.go.id

Ia pun menantang Bima untuk membuktikan bahwa dirinya ikut organisasi terlarang dan tak bisa dididik. Menurutnya, Bima harus bisa menjawab hal itu.

"Paling tidak dia harus bisa menjawab, dan punya bukti fakta, bahwa saya tidak bisa dididik, saya dilabeli merah, apa buktinya?" ujarnya.

2. Sujanarko nyatakan perang

Polemik tes wawasan kebangsaan bagi pegawai KPK untuk beralih jadi ASN (IDN Times/Aditya Pratama)

Sujanarko mengaku tak membedakan antara 24 orang pegawai KPK yang tak lolos TWK yang dapat rapor merah dengan 51 orang yang masih dapat dibina. Namun, Bima dinilai harus bertanggung jawab dengan hal tersebut.

"Sebut nama saya nggak apa-apa. Ini kayaknya kita harus perang terbuka deh. Dia biar gak ngumpet terus gitu. Ini nggak profesional," ujarnya.

3. Asesmen tes wawasan kebangsaan hanya gunakan tiga variabel

(Logo KPK di luar gedung Merah Putih) IDN Times/Santi Dewi

Sujanarko mengatakan asesmen TWK terhadap para pegawai KPK oleh BKN hanya menggunakan tiga dari enam komponen yakni esai, tulis, dan wawancara. Menurutnya, hal tersebut membuat tingkat validitas dan reliabilitasnya rendah.

"Kalau semakin kecil komponen, tingkat validitas, tingkat reliabilitasnya semakin rendah, tidak mungkin mencapai 65 persen, mungkin 40 sampai 50. Dengan alat ukur yang sangat buruk ini bisa dibayangkan dia melabeli 51 orang dengan orang yang sudah rusak, tidak bisa diperbaiki, tidak bisa dididik terkait wawasan kebangsaan," ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aryodamar
EditorAryodamar
Follow Us