PMI Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir di Demak

Jakarta, IDN Times - Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla (JK), menyalurkan bantuan untuk warga korban banjir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Dalam penyerahan bantuan tersebut, JK didampingi oleh Bupati Demak, Esti'anah.
Bantuan yang diberikan PMI itu berupa alat kebutuhan kesehatan. JK menyebut, bantuan yang diberikan itu merupakan tahap pertama.
“Ini adalah tahap awal. Untuk selanjutnya kita nanti akan memberikan bantuan seperti sarung, makanan bayi, alat kebutuhan ibu-ibu, kebutuhan bapak-bapak. Namun kita akan data dulu apa yang menjadi kebutuhan utama masyarakat,” ujar JK dalam keterangannya, Rabu (20/3/2024).
Dalam kesempatan itu, JK menduga banjir di Demak terjadi karena dua hal. Pertama, bisa karena faktor perubahan iklim. Kedua, karena warganya kurang sadar menjaga lingkungan dan daerahnya.
“Jadi bisa karena dua hal. Pertama iklimnya dan yang kedua bagaimana warga memperbaiki daerahnya dengan tidak menutup tanggul, selokan atau drainasenya,” ucap dia.
Berdasarkan laporan posko banjir Demak, ada 11 kecamatan yang tergenang banjir. Banjir terjadi sejak Minggu (17/3/2024) karena jebolnya tanggung Sungai Wulan di Kecamatan Karanganyar.
1. Selat Muria yang sempat dikaitkan dengan banjir Demak

Banjir di Demak juga kini santer dikaitkan dengan Selat Muria. Tidak sedikit yang menyebutkan bahwa gelombang air tersebut sebagai 'comeback' dari Selat Muria ini. Nah, sebelum menuangkan pendapat, ada baiknya mengetahui dulu sejarah dari selat ini.
Selat Muria adalah wilayah perairan yang lokasinya berada di antara pulau vulkanik Gunung Muria dan Pegunungan Kendeng di Pulau Jawa. Selat ini menjadi pemisah kedua pulau tersebut, setidaknya sebelum abad ke-17.
Hal tersebut didukung oleh studi antropological dari De Graaf dan Pigeaud pada tahun 1985 serta ahli sejarah asal Prancis bernama Lombard pada tahun 1996 yang mengasumsikan Gunung Muria terpisah dari Pulau Jawa.
Keberadaan selat ini memanjang dari timur ke barat dan melewati titik yang kini menjadi daerah Rembang, Pati, Kudus, dan Demak. Hal itu dibukitkan dari studi berjudul Studi Antropologi Maritim dan Pengembangan Basisdata Spasial yang menyebutkan bahwa dulunya Demak, Jepara, Kudus, Pati, Juwana, dan Rembang adalah kawasan pelabuhan.
Namun, pelabuhan tersebut bukan sembarangan, lho. Sebab, pelabuhan dan selat tersebut juga menjadi kunci penting perdagangan, ekonomi, politik, serta penyebaran agama pada era Pangeran Trenggana. Berkat adanya selat ini, kapal bisa berlayar dari Semarang menuju Rembang tanpa harus memutar. Hal ini pun dikaitkan dengan suksesnya Kerajaan Demak pada masa tersebut dan hilangnya Selat Muria menjadi salah satu alasan kemundurannya.
Selain itu, studi dalam International Conference on Tropical and Coastal Region Eco-Development pun menyebutkan adanya penemuan fosil moluska pada situs arkeologi Patiayam. Sumber lain mengatakan bahwa pada situs tersebut ditemukan fosil berusai ratusan ribu tahun.
2. Penyebab hilangnya Selat Muria

Kalau kamu melihat peta sekarang, tentu tidak akan menemukan Selat Muria. Namun, itu tidak berarti keberadaan Selat Muria hanyalah hoaks. Fenomena alam membuat selat ini menghilang secara perlahan. Bagaimana bisa?
Konon, Selat Muria dikatakan sebagai wilayah pasang surut. Ketinggian dan lebar dari selat ini bisa berubah seiring dengan pergantian musim. Perubahan ini sudah terjadi selama berabad-abad, tetapi makin parah setelah abad ke-16.
Studi dalam Proceedings PIT IAGI Lombok menyebutkan bahwa semenjak abad ke-17, Selat Muria mengalami pendangkalan. Hal itu terjadi karena makin banyaknya material sedimen yang masuk ke Selat Muria. Akhirnya, selat ini hanya bisa dilewati kapal dagang besar pada musim-musim tertentu.
Sedimentasi tersebut dipercaya berasal dari sungai-sungai purba di kawasan Welahan, Demak, di bagian barat dan Sungai Juwono di bagian timur Gunung Muria, melansir studi dalam Proceeding 6th Indonesia Japan Joint Scientific Symposium. Sungai Juwono yang masih ada hingga kini dan membentang dari Kudus ke Pati pun menjadi salah satu bagian dari Selat Muria.
Selain itu, Lombard (1996) juga menjelaskan bahwa ada air laut dari bekas Selat Muria yang masih tersisa hingga saat ini. Air tersebut berada di dataran Jawa yang dikenal sebagai Bledug Kuwu.
3. Kenapa Selat Muria dikaitkan dengan banjir di Demak dan sekitarnya?

Apa itu Selat Muria kembali menjadi perbincangan karena dikaitkan dengan banjir besar yang terjadi di Demak dan sekitarnya. Tidak sedikit yang menyebutkan bahwa banjir tersebut merupakan tanda dari kembalinya Selat Muria. Pasalnya, genangan air memenuhi jalur yang sama dengan Selat Muria kala itu.
Meski mungkin menimbulkan kekhawatiran tersendiri, belum ada penelitian yang mengungkapkan kebenaran dari asumsi tersebut. Bisa jadi memang faktor histori memengaruhi. Namun, yang jelas, banjir yang terjadi setiap tahun di kawasan Pantura diketahui karena kurangnya daerah resapan air, jebolnya tanggul penahan, aliran sungai tersumbat sampah, yang seluruhnya tidak bisa menanggung curah hujan tinggi, melansir Antara.
Apa itu Selat Muria jelas bukan dongeng belaka. Ada bukti penelitian yang menunjukkan keberadaan selat ini pada masa lalu. Meski demikian, banjir Demak yang dikaitan dengan kembalinya selat ini masih belum diketahui secara pasti.