Polemik Tatib DPR, YLBHI Nilai Bahaya dan Rusak Tatanan Negara

- Revisi Tatib DPR dikhawatirkan memberi kewenangan baru untuk merekomendasikan pencopotan pimpinan lembaga atau pejabat yang melalui uji kepatutan dan kelayakan.
- Tatib DPR dianggap bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 dan UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD serta dapat mengancam kekuasaan yudikatif.
Jakarta, IDN Times - Polemik revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Tata Tertib DPR (Tatib DPR) menjadi perhatian belakangan ini. Tatib DPR yang baru ini dikhawatirkan memberi kewenangan baru mengevaluasi secara berkala dan merekomendasikan pencopotan pimpinan lembaga atau pejabat yang melalui uji kepatutan dan kelaikan (fit and proper test).
Hal tersebut termuat secara rinci di pasal 228A. Menanggapi hal ini, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBI) menilai tatib baru ini berbahaya bagi demokrasi Indonesia.
"YLBHI menilai revisi Tatib DPR ini, membahayakan dan merusak tatanan negara hukum dan demokrasi di Indonesia," dikutip dari keterangan resmi YLBHI, Jumat (7/2/2025).
1. Curiga sebagai upaya kacaukan keseimbangan kekuasaan antarlembaga negara

YLBHI menjelaskan, jika secara yuridis normatif, tatib DPR ini bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 dan UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD. Selain itu, YLBHI mencurigai ini sebagai upaya untuk mengacaukan keseimbangan kekuasaan antar lembaga negara dalam kerangka negara hukum demokratis.
"Dalam konteks ini, Tatib DPR akan berdampak pada pejabat pada beberapa lembaga negara, di antaranya adalah lembaga kekuasaan kehakiman dan penegakan hukum seperti Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung maupun Komisi Pemberantasan Korupsi maupun lembaga-lembaga demokrasi seperti, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)," tulis YLBHI.
2. Ketentuan revisi tatib lampaui kewenangan pengawasan DPR

Ada sejumlah catatan atas revisi tatib DPR ini, pertama jika ditelaah dari pasal 185 jo pasal 190 UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) yang memuat soal pengajuan dan pemberian persetujan atau pertimbangan atas calon untuk pengisian jabatan, dijelaskan bahwa DPR tak punya kewenangan untuk mengevaluasi bahkan memberhentikan sejumlah pejabat negara. Hal ini tak bisa dilakukan di tengah jalan usai DPR memilihnya lewat rapat paripurna.
"Menambah kewenangan melalui tata tertib adalah tindakan melampaui kewenangan," tulis YLBHI.
3. Sebabkan kekacauan sistem ketatanegaran

YLBHI mengungkapkan, dengan adanya tatib DPR ini, kekuasaan yudikatif bisa terancam runtuh karena masuknya intervensi DPR mengganti hakim-hakim di MK dan MA dengan dugaan dalih menjalankan pengawasan.
"Di sisi lain masuknya intervensi DPR terhadap pejabat yang dipilih DPR melalui rapat paripurna di DPR terasa aroma politis dibanding meningkatkan kinerja mitra kerja DPR. Faktanya, intervensi DPR sudah pernah terjadi saat pencopotan hakim konstitusi Aswanto secara ilegal pada akhir September 2022," kata YLBHI.
Selain itu, tatib DPR ini dikhawatirkan menimbulkan kekacauan dan kediakpastian dalam sistem ketatanegaraan yang menganut sistem check balances kekuasaan lembaga negara. Kewenangan evaluasi dan pemberhentian pimpinan lembaga lain disebut membuat DPR seolah memiliki kewenangan lebih.
"Hal ini tentu bertentangan dengan sistem demokrasi konstitusional yang menganut pemisahan kekuasaan yang setara antar cabang kekuasaan untuk dapat saling mengawasi," ujar YLBHI.
4. YLBHI desak DPR batalkan revisi tatib

Pengesahan tatib DPR dianggap bertolak belakang dengan pentingnya DPR menyusun regulasi, yang memastikan ruang aspirasi dan mekanisme kontrol rakyat atas implementasi pada aspirasi publik agar bisa terealisasi.
YLBHI juga menilai lemahnya kinerja DPR yang gagal menjalankan aspirasi publik. Maka anggota DPR harus berani mengatur sistem recall atau pemberhentian oleh rakyat atau konstituten dan digantikan oleh anggota DPR lainnya dalam satu daerah pemilihan.
"Namun, Sayangnya DPR yang berasal dari berbagai partai politik sebagai institusi yang memiliki kewenangan tampaknya enggan diprotes atau dikritik apalagi untuk mengatur sistem recall tersebut," ujar YLBHI.
YLBHI mendesak DPR untuk membatalkan revisi peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) DPR dan meminta maaf pada publik.
"YLBHI juga mengingatkan wakil-wakil Partai Politik yang duduk di DPR RI untuk tidak sewenang-wenang dalam menyusun peraturan internal ilegal yang bertentangan peraturan per UU an, prinsip demokrasi dan negara hukum," tulis YLBHI.